William Taylor, diplomat AS paling senior di Ukraina, memberi kesaksian tertutup kepada tiga komite DPR yang dipimpin Demokrat untuk penyelidikan pemakzulan terhadap presiden.
The Washington Post memposting salinan pernyataan pembukaan Taylor di dunia maya.
Di dalamnya ia menggambarkan percakapan telepon dengan Gordon Sondland, utusan AS untuk Uni Eropa, yang mengatakan kepadanya bahwa Trump telah merilis bantuan kontingen yang ditahan di Kiev dan membuat deklarasi publik bahwa ia akan menyelidiki saingan politik domestik Joe Biden dan putranya Hunter Biden serta masalah yang berkaitan dengan pemilu 2016.
"Selama panggilan telepon itu, Duta Besar Sondland mengatakan kepada saya bahwa Presiden Trump telah mengatakan kepadanya bahwa dia ingin Presiden Zelenskiy menyatakan secara terbuka bahwa Ukraina akan menyelidiki Burisma dan dugaan campur tangan Ukraina dalam pemilihan tahun 2016," kata Taylor, dikutip dari Sky News, Rabu 23 Oktober 2019.
"Dugaan campur tangan Ukraina" adalah referensi ke teori konspirasi yang tidak terbukti bahwa Ukraina, dan bukan Rusia, yang mengganggu pemilu AS 2016 dan server komputer Komite Nasional Demokrat (DNC) di Ukraina.
Sejumlah badan intelijen AS dan penyelidikan penasihat khusus menyimpulkan bahwa Rusia menggunakan kampanye peretasan dan propaganda buat melemahkan kandidat Demokrat Hillary Clinton dan meningkatkan pencalonan Trump pada 2016.
Investigasi DPR berfokus pada permintaan presiden selama panggilan telepon 25 Juli dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy agar ia menyelidiki anak-beranak Biden.
Dia mengajukan permintaan itu -- yang digambarkan oleh Demokrat sebagai undangan tidak patut untuk campur tangan asing dalam pemilu Amerika -- setelah menahan USD391 juta atau Rp5,5 triliun dalam bantuan keamanan yang disetujui oleh Kongres AS untuk membantu memerangi separatis yang didukung Rusia di Ukraina timur.
Ted Lieu, seorang Demokrat dari California, menggambarkan kesaksian itu "sangat menghancurkan Donald Trump".
Kemunculan Taylor menandai perkembangan penting lainnya dalam drama politik yang berlangsung di Washington yang mengancam kepresidenan Trump bahkan ketika ia mengejar pilpres ulang pada 2020.
Itu terjadi hanya sehari setelah Presiden Trump mengundang kemarahan setelah membandingkan penyelidikan pemakzulan yang diajukan Demokrat terhadapnya dengan "hukuman mati tanpa pengadilan".
Dia mencuit: "Semua Partai Republik harus ingat apa yang mereka saksikan di sini -- hukuman mati tanpa pengadilan (lynching). Tapi kami akan MENANG!"
'Lynching' (kata yang ditulis Trump di Twitter), sering berupa hukum gantung, sebagian besar digunakan oleh orang kulit putih untuk melawan orang kulit hitam. Itu terjadi terutama di AS bagian selatan, dimulai pada akhir abad ke-19 di tengah meningkatnya ketegangan rasial.
"Itu adalah kata yang harus sangat hati-hati kita gunakan," kata politisi Afro-Amerika berjabatan tertinggi di Kongres, Perwakilan Demokrat James Clyburn.
"Itu satu kata yang seharusnya tidak diterapkan presiden atas dirinya sendiri," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News