"Serangan di kedutaan Baghdad digerakkan oleh teroris, salah satunya Abu Mahdi al-Muhandis," ujar Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, dilansir dari AFP, Rabu 1 Januari 2020.
Muhandis diidentifikasi sebagai orang nomor dua dari grup paramiliter al-Shaabi, yang juga meliputi Kataeb Hezbollah. AS mengaku menyerang grup Kataeb untuk membalas kematian seorang kontraktor asal Negeri Paman Sam di Irak pada Jumat 27 Desember.
Merespons kekacauan di area sekitar Kedubes AS di Baghdad, Washington mengaku tengah mengerahkan pasukan tambahan ke wilayah ibu kota Irak. Menteri Pertahanan AS Mark Esper mengonfirmasi bahwa sekitar 750 personel militer akan dikerahkan ke Baghdad dalam beberapa hari ke depan.
"Pengerahan pasukan tambahan merupakan langkah tepat untuk merespons ancaman terhadap personel dan fasilitas AS, seperti yang kita semua saksikan di Baghdad saat ini," kata Esper.
Sebelumnya, Presiden Donald Trump mengancam Iran atas serangan di Baghdad. Trump menegaskan bahwa Iran harus "membayar harga yang sangat mahal" atas segala kerusakan atau jatuhnya korban jiwa.
"Ini bukan peringatan, ini ancaman," ungkap Trump.
Massa membakar sebuah pos keamanan dan menerobos masuk ke area resepsi kompleks Kedubes AS di Baghdad. Petugas keamanan pun menembakkan gas air mata untuk membubarkan para pedemo.
Iran membantah pernyataan Trump yang menuding penyerangan di area kedubes di Baghdad dikendalikan dari Teheran. Iran menilai tudingan AS sebagai klaim tak berdasar dan juga "lancang."
Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi menegaskan bahwa serangan udara tersebut merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan negaranya. Sementara Muhandis memperingatkan Washington bahwa pihaknya akan "merespons keras terhadap pasukan AS di Irak."
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News