Kelompok hak asasi manusia (HAM) mengatakan korban terakhir adalah bocah yang tewas akibat tembakan senjata polisi antihuru-hara. Kematian bocah tersebut dikonfirmasi pastor paroki yang menjadi penengah protes.
"Bocah tersebut 100 persen tewas dalam konfrontasi antara pendukung pemerintah dan demonstran," ucap Pastor Wilmer Perez, seperti dilansir dari AFP, Rabu 6 Juni 2018.
Sepuluh orang dinyatakan tewas dalam bentrokan akhir pekan kemarin. Warga membuat sendiri senjata berupa mortir dan ketapel.
Ortega telah mendominasi politik negara di Amerika Tengah itu selama empat tahun. Masyarakat merasa di bawah kepemimpinannya tidak ada perubahan yang baik, malah mereka merasa semakin melorot.
Gereja Katolik awalnya mencoba menengahi konflik, namun dialog yang diajukan batal usai sekelompok ibu-ibu korban ditembaki oleh polisi antihuru-hara.
"Kami semua ingin perdamaian, kami ingin dialog dan ingin bekerja sama, saling mendengarkan, mendiskusikan masalah untuk mencari solusinya," tukas istri Ortega yang sekaligus menjabat sebagai wakil presiden, Rosario Murillo.
Murillo paling banyak diprotes karena dianggap menyalahgunakan kekuasaannya untuk memperkaya diri.
Sementara itu, gereja mengatakan dialog tidak akan mungkin selama rakyat terus ditekan dan dibunuh oleh para penguasa negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News