"Saya scara pribadi memperingatkan komunitas internasional bahwa Pemerintah AS dengan kebijakan ekstremnya telah mempertimbangkan rencana menganggu jalannya pemilu parlemen (Venezuela)," tegas Maduro, dilansir dari situs TASS. Ia mengklaim memiliki sejumlah data yang dapat mendukung tudingannya tersebut.
Saat ditanya mengenai alasan kemungkinan adanya gangguan dari AS, Maduro menyinggung mengenai pilpres Venezuela tahun lalu. Menurutnya, AS ingin menganggu pemilu parlemen dalam upaya mendepak dirinya dari kursi kepresidenan.
Konflik politik di Venezuela dimulai sejak Januari tahun ini. Kala itu, pemimpin oposisi Juan Guaido mendeklarasikan diri sebagai presiden interim pengganti Maduro.
Deklarasi itu telah diakui negara-negara Grup Lima (kecuali Meksiko), serta oleh Albania, Georgia, Amerika Serikat, dan Organisasi Negara-negara Amerika.
Beberapa negara Uni Eropa telah menyatakan dukungan untuk parlemen Venezuela, berharap pemilihan umum terbaru dapat menyelesaikan krisis.
Maduro masih kokoh di tampuk kekuasaan dengan didukung oleh Rusia, Bolivia, Iran, Kuba, Nikaragua, El Salvador, dan Turki. Belarus dan Tiongkok menyerukan untuk menyelesaikan semua masalah dengan cara damai, dan menentang adanya campur tangan dari luar.
Sejak Agustus lalu, kubu Maduro dan Guaido telah sama-sama menunjukkan keinginan untuk mengakhiri krisis ini lewat dialog.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News