Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akui Dataran Tinggi Golan sebagai wilayah Israel. (Foto: AFP).
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akui Dataran Tinggi Golan sebagai wilayah Israel. (Foto: AFP).

Trump Akui Dataran Tinggi Golan sebagai Wilayah Israel

Arpan Rahman • 22 Maret 2019 14:23
Washington: Presiden Donald Trump menepis kebijakan Amerika Serikat (AS) selama beberapa dekade. Ia menegaskan sudah waktunya mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan yang diduduki, yang dicaplok dari Suriah pada 1967.
 
Dalam sebuah tweet, Trump menulis bahwa dataran tinggi itu adalah "strategi penting dan keamanan penting bagi Negara Israel dan stabilitas regional".
 
Israel mencaplok Golan pada 1981 dalam suatu langkah yang tidak diakui secara internasional. Suriah, yang berupaya mendapatkan kembali wilayah itu, sejauh ini tidak memberikan komentar.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu langsung mengucapkan terima kasih kepada Trump.
 
"Saat Iran berusaha menggunakan Suriah sebagai platform pelantar untuk menghancurkan Israel, Presiden Trump dengan berani mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan," tulisnya, seperti disiarkan dari laman BBC, Jumat 22 Maret 2019.
 
Richard Haas, mantan pejabat senior Kementerian Luar Negeri AS yang sekarang menjadi ketua dewan pakar Hubungan Luar Negeri, mengaku "sangat tidak setuju" dengan Trump. Dia katakan pengakuan atas kedaulatan Israel akan melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB, "yang mengesampingkan perolehan wilayah oleh perang".
 
Deklarasi presiden muncul ketika Netanyahu menghadapi pemilihan umum yang dipertarungkan dengan ketat pada 9 April, serta rangkaian kemungkinan tuduhan korupsi.
 
Pada 2017, Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan memerintahkan relokasi kedutaan AS ke kota itu dari Tel Aviv. Keputusan tersebut dikecam oleh warga Palestina, yang ingin Yerusalem Timur menjadi ibu kota negara Palestina kelak, dan Majelis Umum PBB menuntut pembatalannya.
 
Dataran Tinggi Golan
 
Wilayah ini terletak sekitar 60 km barat daya ibu kota Suriah, Damaskus, dan mencakup sekitar 1.200 km persegi.
 
Israel merebut sebagian besar Golan dari Suriah pada tahap akhir perang Timur Tengah 1967, dan menggagalkan upaya Suriah merebut kembali wilayah itu selama perang 1973.
 
Kedua negara menyepakati rencana pelepasan setahun berikutnya yang melibatkan pembentukan zona demiliterisasi sepanjang 70 kilometer yang dipatroli oleh pasukan pengamat PBB. Tetapi secara teknis mereka tetap dalam kondisi perang.
 
Pada 1981, parlemen Israel mengesahkan undang-undang yang menerapkan hukum, yurisdiksi, dan administrasi Israel ke Golan, yang pada dasarnya mencaplok wilayah tersebut. Tetapi komunitas internasional tidak mengakui langkah tersebut dan menyatakan bahwa Golan yang diduduki adalah wilayah Suriah. Resolusi 497 Dewan Keamanan PBB menyatakan keputusan Israel "batal demi hukum dan tanpa efek hukum internasional".
 
Tiga tahun lalu, ketika mantan Presiden Barack Obama menjabat, AS memberikan suara mendukung pernyataan Dewan Keamanan PBB yang menyatakan keprihatinan mendalam bahwa Netanyahu telah menyatakan Israel tidak akan pernah melepaskan Golan.
 
Suriah selalu bersikeras bahwa mereka tidak akan menyetujui perjanjian damai dengan Israel kecuali jika Israel menarik diri dari seluruh Dataran Tinggi Golan. Perundingan damai langsung yang diperantarai AS macet pada 2000, sementara Turki menjadi penengah dalam perundingan tidak langsung pada 2008.
 
Lebih dari 30 pemukiman Israel di Golan, yang merupakan hunian bagi sekitar 20.000 orang. Pemukiman itu dianggap ilegal berdasarkan hukum internasional, meskipun Israel membantahnya. Para pemukim tinggal bersama sekitar 20.000 warga Suriah, kebanyakan dari mereka adalah orang Arab Druze, yang tidak melarikan diri ketika Golan dikuasai Israel.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan