"Kami khawatir dengan laporan tentang hukuman mati kepada pelaku narkoba di Filipina," ungkap Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS, Anna Richey-Allen, dikutip dari Reuters, Selasa (23/8/2016) malam.
Ia menambahkan, "Amerika serikat percaya pada aturan hukum, prinsip hukum, dan menghormati hak asasi manusia, dan ini berarti akan menodorong prinsip-prinsip untuk masa mendatang."
Seperti diketahui, Kepala Kepolisian Filipina, Ronald de la Rosa, saat dengar pendapat dengan Senat, mengatakan lebih 1.500 orang tewas sejak Presiden Filipina Duterte melancarkan perang melawan narkoba.
Dari jumlah itu, 665 dibunuh dalam 'operasi yang sah' sementara 889 lainnya oleh kelompok sipil bersenjata.
Pada masa kampanye, Duterte memang sudah berjanji untuk membasmi para pengedar maupun pengguna obat-obat terlarang.
Pernyataan ini muncul sehari setelah Duterte menyebut PBB 'bodoh' dan bertekad untuk melanjutkan kampanye antinarkoba walau dikritik sejumlah pihak, termasuk Sekjen PBB, Ban Ki-moon.
Duterte yang baru menjabat sebagai presiden selama dua bulan tergolong pria yang keras dan tegas dalam memberantas kejahatan dan kriminal di Filipina.
Dirinya juga berjanji akan memberantas kelompok militan Abu Sayyaf yang bermukim di Filipina Selatan di mana mereka menyandera puluhan orang termasuk anak buah kapal berkewarganegaraan Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News