Seorang pejabat senior pemerintah AS dengan bangga mengklaim larangan perjalanan sementara atas orang-orang dari tujuh negara mayoritas Muslim sebagai "kesuksesan besar".
Dia berkata, instruksi itu telah dilaksanakan "mulus dengan profesionalisme luar biasa".
"Ini benar-benar kisah sukses besar dalam hal pelaksanaan dalam setiap tingkatan," kata pejabat yang enggan disebutkan namanya, seperti dikutip Sky News, Senin (30/1/2017).
Pada Jumat 27 Januari, Trump menandatangani perintah eksekutif yang membekukan perjalanan ke AS dari Suriah, Irak, Iran, Yaman, Somalia, Sudan, dan Libya. Dia mengatakan hal itu demi melindungi AS dari serangan terorisme.
Keputusan memicu gelombang protes di dalam negeri, bahkan dari beberapa anggota Partai Republik. Banyak orang terjebak di sejumlah bandara karena tidak bisa terbang akibat kebijakan Trump.

Senator Senior Republik, John McCain, mengatakan perintah eksekutif Trump telah "membingungkan", dan justru "menghambat AS dalam perang melawan terorisme".
Senator Bob Corker, ketua Partai Republik di Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS, menyebutkan bahwa larangan imigrasi diimplementasikan dengan buruk, terutama bagi pemegang Green Card.
Dia mengatakan pemerintah seharusnya "segera membuat revisi yang sesuai."
Pemimpin Minoritas Senat Chuck Schumer, asal partai Demokrat, mengatakan larangan tersebut "kejam dan mencederai nilai-nilai Amerika."
Polisi New York memperkirakan 10 ribu berunjuk rasa di Battery Park, tepat di seberang sungai dari tegaknya Patung Liberty -- simbol kebebasan dan imigrasi. Ribuan orang juga bergemuruh di luar Gedung Putih, sementara yang lain berdemo di bandara seluruh negeri Paman Sam.

Pemimpin Liga Arab menyuarakan "keprihatinan yang mendalam" tentang larangan tersebut. Sementara komite urusan luar negeri parlemen Irak mengatakan dalam sebuah pernyataan: "Irak berada di garis depan dalam perang melawan terorisme dan tidak adil bila Irak diperlakukan dengan cara ini."
Beberapa grup di Irak, termasuk perwakilan Syiah garis keras, menuntut PM Irak mengusir warga AS sebagai pembalasan.
Politikus senior di beberapa negara Eropa juga mengkritik instruksi ini, termasuk Kanselir Jerman Angela Merkel serta menteri luar negeri Prancis dan Swiss.
Tapi Trump sudah mempertahankan larangan tersebut, seraya berkata: "Tujuh negara yang disebutkan dalam perintah eksekutif adalah negara-negara yang sama, yang sebelumnya diidentifikasi oleh pemerintahan Obama sebagai sumber teror."
"Agar menjadi jelas, ini bukan larangan Muslim, sebagaimana media memalsukan berita. Ini bukan tentang agama -- ini adalah tentang teror dan menjaga negara kita aman," seru Trump.
"Ada lebih dari 40 negara berbeda di seluruh dunia yang mayoritas Muslim, dan tidak dimasukkan dalam perintah eksekutif ini," kilahnya.
"Kami akan kembali mengeluarkan visa untuk semua negara setelah kami yakin kami telah meninjau dan menerapkan kebijakan yang paling aman selama 90 hari ke depan," pungkas Trump.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News