Bagian Rakhine Tengah ini didiami oleh sekitar 250 ribu orang yang terancam kehilangan tempat tinggalnya.
Guterres mengatakan bahwa masalah Rohingya telah berubah menjadi masalah "darurat pengungsi yang paling cepat meningkat, dan mimpi buruk terhadap kemanusiaan dan hak asasi manusia".
"Kami telah menerima banyak laporan dan juga pengakuan dari para pengungsi. Pengakuan yang kami terima ini mengarah kepada kekerasan yang sangat parah dan juga pelanggaran HAM," kata Guterres, dikutip dari Strait Times, Jumat 29 September 2017.
Sudah lebih dari 500.000 Muslim Rohingya pergi mengungsikan diri ke Bangladesh bulan lalu sejak para pemberontak menyerang pos-pos keamanan di dekat perbatasan.
Serangan itu memicu pembalasan sengit dari militer Myanmar, yang disebut PBB sebagai pembersihan etnis.
Guterres menuntut agar akses segera dibuka bagi bantuan kemanusiaan ke daerah-daerah yang terdampak kekerasan.
"Kegagalan untuk menangani kekerasan sistematis ini bisa berakibat pada meluasnya (kekerasan) ke Rakhine pusat, tempat 250.000 Muslim kemungkinan terpaksa mengungsi," lanjut dia.
Ia menambahkan, krisis ini telah menimbulkan berbagai implikasi bagi negara-negara bagian tetangga Rakhine serta ke wilayah lebih luas, termasuk risiko kemunculan konflik antarmasyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News