Resolusi Senat mengenai genosida Armenia ditolak Kementerian Luar Negeri AS pada Selasa 17 Desember 2019. Juru bicara Kemenlu AS Morgan Ortagus menegaskan bahwa posisi pemerintah AS mengenai Armenia tidak berubah.
"Posisi pemerintahan ini tidak berubah. Pandangan kami mengenai isu ini telah terefleksikan oleh pernyataan Presiden (Trump) pada April lalu," ujar Ortagus, dikutip dari laman The Independent.
Senat AS secara bulat telah meloloskan sebuah resolusi yang mengakui genosida Armenia dan menjadikannya sebagai salah satu poin dalam kebijakan luar negeri Washington.
Lolosnya resolusi tersebut menandai kali pertama sebuah Kongres AS mengakui tragedi pembunuhan sekitar 1,5 juta warga Armenia oleh Kekaisaran Ottoman sebagai genosida.
"Kita tidak boleh mengabaikan penderitaan manusia. Kebijakan luar negeri kita harus merefleksikan hal tersebut," ucap senator Robert Menendez dari Partai Demokrat.
Pemungutan suara resolusi di Senat dilakukan usai Dewan Perwakilan Rakyat melakukan hal serupa bulan lalu. Lolosnya resolusi terjadi saat Trump dan Erdogan sedang bertemu di Gedung Putih.
Merespons langkah Senat AS, Erdogan mengancam akan mengakui pembunuhan suku pribumi Amerika oleh pendatang Eropa. "Kita harus menentang (AS) lewat keputusan di parlemen. Hal tersebut akan kita lakukan," sebut Erdogan dalam sebuah wawancara bersama Haber, jaringan televisi pro-pemerintah Turki.
"Dapatkah kita berbicara mengenai Amerika tanpa menyebutkan (suku pribuminya)? Saat itu adalah momen tragis dalam sejarah AS," sambung dia.
Aoril lalu, Trummp menyinggung mengenai Armenia dalam acara Global Armenia Remembrance Day. Kala itu, Trump mengakui bahwa lebih dari 1,5 juta warga Armenia telah "dideportasi, dibantai atau digiring menuju kematian mereka" di bawah kekuasaan Kekaisaran Ottoman.
Trump tidak mendeskripsikan peristiwa tersebut sebagai genosida. Sementara mantan presiden AS Barack Obama mengakuinya, meski pada akhirnya tetap tidak mendukung resolusi genosida Armenia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News