Presiden Donald Trump menyebut kebijakan ini sebagai "Hari Pembebasan" bagi perdagangan AS, tetapi benarkah demikian?
Apa itu tarif resiprokal?
Merangkum artikel Aljazeera, Jumat, 4 April 2025, tarif resiprokal adalah kebijakan perdagangan di mana AS akan menerapkan tarif yang setara dengan tarif yang diberlakukan oleh negara lain terhadap barang-barang asal AS. Jika suatu negara mengenakan tarif tinggi untuk produk AS, maka AS akan membalas dengan tarif yang sama.Menurut Trump, banyak negara selama ini menikmati tarif rendah dari AS tetapi tetap mengenakan tarif tinggi untuk barang-barang AS. Melalui kebijakan ini, ia ingin menekan defisit perdagangan, memperkuat industri dalam negeri, serta menarik lebih banyak investasi ke AS.
Baca juga: Gegara Tarif Resiprokal AS Ekspor Indonesia Terancam, Begini Startegi Pemerintah! |
Negara-negara yang paling terkena dampak
Negara berkembang di Afrika, Amerika Latin, Asia Selatan, dan Asia Tenggara kemungkinan besar akan menjadi yang paling terdampak. Negara-negara ini selama ini menerapkan tarif tinggi untuk melindungi industri domestiknya yang masih berkembang. Namun, dengan kebijakan baru AS, ekspor mereka bisa terpukul keras.AS sendiri memiliki defisit perdagangan terbesar di dunia. Pada tahun 2023, AS mengimpor barang senilai $1,1 triliun lebih banyak dari ekspornya. Defisit ini terus meningkat sejak 2019, menjadikannya masalah ekonomi utama yang ingin diatasi oleh Trump.
Negara dengan defisit perdagangan terbesar dengan AS
Pada 2024, AS memiliki defisit perdagangan terbesar dengan tiga mitra utama:- China: USD295 miliar
- Meksiko: USD172 miliar
- Vietnam: USD123 miliar
Meskipun Trump pertama kali memberlakukan tarif terhadap China pada 2018, defisit perdagangan antara kedua negara tetap tinggi. Permintaan konsumen AS terhadap produk China masih sangat besar, sementara banyak perusahaan AS bergantung pada China dalam rantai pasokan global.
Baca juga: Trump Naikkan Tarif Impor! Pasar Keuangan Auto Panik! Begini Dampaknya |
Bagaimana negara-negara lain menanggapi?
Beberapa negara telah mengambil langkah untuk merespons kebijakan AS. Misalnya, China menerapkan tarif balasan terhadap impor AS seperti minyak mentah, mesin pertanian, kendaraan berat, dan truk pick-up. Begitu juga India, yang menurunkan tarif untuk beberapa produk seperti wiski bourbon dari 150 persen menjadi 100 persen setelah tekanan dari AS.Di sisi lain, negara-negara dengan tarif rendah seperti Hong Kong dan Singapura kemungkinan tidak akan terlalu terdampak. Kedua negara ini memiliki tarif 0 persen untuk sebagian besar barang, dengan pengecualian tertentu.
Trump tampaknya semakin agresif dalam menggunakan tarif sebagai alat politik dan ekonomi. Dengan pemilu mendekat, kebijakan ini bisa menjadi salah satu strategi utamanya untuk menarik pemilih dari kalangan industri manufaktur AS.
Namun, para ekonom memperingatkan bahwa kebijakan ini bisa memicu perang dagang yang lebih luas, menaikkan harga barang, dan melemahkan ekonomi global.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News