Perjanjian baru merupakan hasil revisi dari kesepakatan sebelumnya. Konflik bersenjata di Kolombia telah berlangsung selama lima dekade, yang menewaskan lebih dari 250 ribu orang dan menghasilkan tujuh juta pengungsi.
Bulan lalu, warga Kolombia mengikuti referendum untuk menerima atau menolak perjanjian damai. Warga Kolombia secara mengejutkan menolak perjanjian damai. Diduga warga tidak menerima beberapa pasal dalam perjanjian, yang dinilai terlalu menguntungkan FARC.
"Delegasi pemerintah dan FARC sepakat menandatangani perjanjian final untuk mengakhiri konflik dan membangun perdamaian abadi," ujar negosiator kedua kubu dalam pernyataan resmi, seperti disitat AFP, Selasa (22/11/2016).
Kesepakatan terbaru diumumkan 12 November. Penandatanganan akan dilakukan di Colon Theater di Bogota pada pukul 11.00 pagi waktu setempat. Setelah ditandatangani, perjanjian akan dibawa ke Kongres untuk disetujui.
"Kami sedang menjalankan prosedur yang dibutuhkan untuk semua ini," sambung tim negosiator.
Presiden Juan Manuel Santos bersikukuh proposan terbaru ini lebih kuat dan beberapa pasalnya juga direvisi atas permintaan oposisi di pemerintahan.

Oposisi Tolak Kesepakatan Baru
Namun rival utamanya, mantan presiden Alvaro Uribe, menolak revisi kesepakatan. Uribe telah menegaskan bahwa para pemimpin FARC seharusnya tidak boleh bekerja sementara masih menjalani hukuman atas kejahatan mereka.
Pemerintah Santos sudah menjadwalkan untuk mengajukan kesepakatan damai yang telah direvisi ke Kongres, pada Rabu, untuk membahas rinciannya. Santos menyerukan, pada Selasa, bahwa pengajuan itu harus dilaksanakan dengan cepat.
Sebuah gencatan senjata dua arah antara pemerintah dan FARC telah berlaku sejak Agustus. Tapi kedua pihak memperingatkan bahwa itu rentan.
"Periode tidak menentu kecuali menunggu keputusan ini mengandung risiko. Jadi sangat mendesak bahwa kita harus bergerak ke tahap kedua dari menyusun ulang FARC (demi demobilisasi mereka)," kata Santos kepada wartawan.
Dia berbicara setelah pertemuan darurat dengan para pejabat tinggi untuk mengatasi gelombang pembunuhan terbaru yang diduga bermotif politik di Kolombia selatan.
Kekhawatiran soal gencatan senjata sudah meningkat, pekan lalu, ketika dua gerilyawan FARC tewas dalam apa yang dikatakan pihak berwenang sebagai bentrokan dengan tentara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News