Washington: Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan, pada Selasa 30 Januari 2018, akan membiarkan Teluk Guantanamo terbuka. Ia melanggar upaya gigih pendahulunya, Barack Obama, dan akhirnya gagal untuk menutup fasilitas penahanan yang buruk tersebut.
"Saya baru saja menandatangani sebuah perintah yang mengarahkan Menteri Pertahanan Mattis untuk memeriksa kembali kebijakan penjara militer kita dan tetap membuka fasilitas penahanan di Teluk Guantanamo," kata Trump, dalam Pidato Kenegaraan di hadapan Kongres, sesuai janji kampanye, seperti dilansir AFP, Rabu 31 Januari 2018.
Di bawah Presiden George W. Bush, militer AS tergesa-gesa membangun sebuah kamp penjara di Teluk Guantanamo. Terletak di pangkalan angkatan laut AS di ujung timur Kuba, menyusul berbulan-bulan invasi pimpinan AS ke Afghanistan pasca-serangan 11 September 2001.
Awalnya, narapidana ditahan dalam kandang dan dipagari kawat berduri. Kondisi kusam bagi para tahanan berpakaian lusuh oranye memicu kemarahan global pada 2002.
Fasilitas awal, yang dikenal sebagai Camp X-Ray, segera diganti dengan struktur yang lebih permanen. Kini, Teluk Guantanamo terdiri dari banyak bangunan penjara dengan keamanan tinggi.
Pada puncak operasinya setelah 9/11, fasilitas tersebut menampung 780 orang, sebagian besar ditahan atas dugaan hubungan mereka dengan Al-Qaeda dan Taliban. Sejak saat itu, ratusan telah diekstradisi ke negara asal mereka atau tempat lainnya.
Sejumlah narapidana paling terkenal, termasuk beberapa orang yang diduga persekongkolan 9/11, di antaranya terdakwa dalangnya, Khalid Sheikh Mohammed, masih menunggu persidangan.
Kasus mereka telah dibelit kesulitan hukum di Guantanamo. Di mana sebuah sistem peradilan pidana ditempel lebih dahulu memberi tahanan hanya secuil hak hukum yang dijamin oleh pengadilan federal AS.
Dari 41 narapidana yang tersisa di Guantanamo, sekitar 26 orang terjebak dalam penyucian hukum.
Beberapa yang dijuluki 'tahanan abadi' belum pernah dituntut. Namun mereka dianggap terlalu berbahaya untuk dilepaskan.
Beberapa dibebaskan di bawah perintah Obama, namun kembali terdampar di Guantanamo di bawah pemerintahan Trump.
Pergulatan politik, penolakan keras oposisi Republik dan keengganan sekutu asing untuk menampung tahanan membuat Obama tidak berdaya menutup Guantanamo. Meskipun populasinya turun dari 242 menjadi 41 di bawah masa jabatannya.
Pada Oktober, Trump menyarankan tersangka serangan truk maut di New York dikirim ke Guantanamo. Kasus lain yang berpotensi dibawa ke Guantanamo adalah warga negara AS yang ditangkap di Suriah dan diduga telah berjuang memperkuat kelompok militan Islamic State (ISIS). Pria tanpa identitas itu diketahui ditahan di Irak.
Serikat Kebebasan Sipil Amerika (ACLU) telah mengambil kasusnya. Seorang hakim federal memutuskan bahwa AS harus memberikan pemberitahuan terlebih dahulu sebelum memindahkan orang tersebut ke luar negeri. Ia memberi waktu bagi ACLU untuk mengajukan tuntutan hukum.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News