Ramon Rangel, yang mengklaim dirinya jenderal Angkatan Udara, mengatakan Pemerintah Venezuela telah dikendalikan oleh 'kediktatoran komunis' di Kuba.
"Kita harus menemukan cara untuk menghilangkan rasa takut, pergi ke jalan-jalan untuk protes dan mencari serikat militer untuk mengubah sistem politik ini," katanya dalam sebuah video yang diunggah ke Youtube, dilansir dari Channel News Asia, Senin, 13 Mei 2019.
"Sudah waktunya untuk bangkit," imbuh dia.
Pernyataan Rangel menandai pukulan lain untuk Maduro usai pembelotan beberapa perwira senior tahun ini. Para perwira itu menyangkal Maduro telah melarikan diri dari negara.
Sementara itu, para petinggi militer, terutama mereka yang memimpin pasukan terus mengakui Maduro sebagai pemimpin mereka.
Kementerian Informasi Venezuela tidak segera menanggapi video tersebut. Komandan Angkatan Udara Pedro Juliac mengunggah gambar Rangel di Twitter dengan tulisan 'pengkhianat rakyat Venezuela dan revolusi'.
Rangel merupakan perwira militer aktif yang melarikan diri ke Kolombia bulan lalu. Tidak seperti perwira lain yang membuat pernyataan serupa, Rangel tak menyuarakan dukungan untuk pemimpin oposisi Juan Guaido.
Pada Januari lalu, Guaido menyebut dirnya presiden sementara. Menurut dia, pemilihan kembali Maduro pada 2018 adalah penipuan.
Lebih dari 50 negara, termasuk Amerika Serikat, sebagian besar negara Amerika Selatan dan Eropa menyebut Guaido sebagai pemimpin sah Venezuela.
Pada 30 April lalu, dia dan sekelompok tentara menyerukan agar militer bangkit melawan Maduro. Tapi militer tidak pernah bergabung dan pemberontakan pun runtuh.
Pemerintah Negeri Bolivarian menyebut peristiwa tersebut sebagai upaya kudeta. Mereka menuduh sebanyak 10 anggota legislatif oposisi melakukan makar karena bergabung dalam aksi unjuk rasa hari itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News