Totarist Sosial Merbawani adalah seorang seniman yang lahir dan dibesarkan di sebuah desa terpencil di pegunungan kabupaten Batang, berbatasan langsung dengan daerah Dieng. Desa tersebut terisolasi dari sentuhan teknologi dan industri modern, sehingga pemandangan perbukitan di dataran tinggi menjadi bagian dari kehidupan sehari-harinya semasa kecil.
"Masuknya jaringan listrik pada tahun 1992 menjadi peristiwa yang melekat kuat dalam ingatannya. Tiang-tiang listrik yang menjulang dengan kabel-kabelnya yang angkuh menjadi elemen yang meresap dalam panorama desanya," kata Rain Rosidi selaku kurator.
"Perubahan gradual ini, dari desa yang awalnya dikelilingi oleh keindahan alam menjadi merasakan sentuhan teknologi, membentuk tema-tema dalam karya seni lukisan dan patungnya saat ini," lanjutnya.
baca juga: Karya Seniman Disabilitas dan Maestro Seni Yogyakarta Dipamerkan di Jakarta |
Pameran tunggal Sang Pembangun diadakan di Pop Up Gallery by Talenta_organizer di Plaza Indonesia Level 4 mulai 8 Mei hingga 31 Mei 2024. Setidaknya ada 17 lukisan yang dipamerkan. Rain Rosidi menyebut lukisan ini coba memadukan kekaguman Totarist keindahan alam dengan kompleksitas pembangunan yang terkait dengan industri dan kemajuan teknologi.
"Selaku pengusaha dan kontraktor bangunan, dia melihat pembangunan sebagai ekspresi naluri manusia untuk bertahan hidup. Filosofi 'homo faber', bahwa manusia adalah makhluk yang terbentuk dari karakternya sebagai pekerja keras yang hidup mandiri sejak usia muda, membentuk pemahaman dan perspektifnya," jelas Rain Rosidi.
Karya-karya Totarist Sosial Merbawani ini hampir tidak menampilkan manusia atau makhluk hidup lainnya, kecuali beberapa potret dirinya sendiri. Kehidupan manusia yang absen dalam karya-karya ini tercermin dalam representasi rumah yang tumbuh seperti cendawan di musim hujan.

"Karya-karya ini bisa dilihat sebagai refleksi dari hubungannya yang ambivalen terhadap panorama alam, di mana ia mengagumi keindahan alam sekaligus merasa tertantang untuk menaklukkannya melalui tindakan membangun," jelasnya.
Totarist coba menawarkan perspektif dari seorang seniman yang terus-menerus melihat dirinya terjebak di antara keindahan alam yang memukau dan dorongan untuk membangun sebagai bentuk kuasa manusia atas alam.
"Tema ini ini mengundang para penonton untuk memahami perspektif unik sang seniman tentang kehidupan, alam, dan pembangunan," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News