Ilustrasi Musik (Foto: Pexels/Pixabay)
Ilustrasi Musik (Foto: Pexels/Pixabay)

Kenapa Masalah Royalti Musik di Indonesia Sulit Tuntas? Ini Akar Masalahnya!

Rafi Alvirtyantoro • 08 Agustus 2025 09:30
Jakarta: Masalah terkait royalti hak cipta di industri musik tanah air semakin memanas dan belum berhasil tuntas. Ternyata salah satu masalah utamanya berasal dari masyarakat.
 
Pengacara Mohamad Kadri menyampaikan bahwa ada beberapa aspek yang menjadi penyebab dari masalah royalti di Indonesia terus berlanjut. 
 
“Nomor satu adalah tidak adanya kesadaran hukum,” ujarnya kepada Medcom.id pada Kamis, 7 Agustus 2025.

Menurutnya, masyarakat Indonesia belum memiliki budaya untuk mematuhi regulasi pembayaran royalti.
 
“Budaya untuk membayar royalti itu tidak ada,” ucap Mohamad Kadri.
 
Kemudian, pelantun lagu “Karmila” itu menilai bahwa sosialisasi kepada masyarakat di Indonesia masih kurang maksimal. Hal tersebut yang membuat pembayaran royalti masih belum berjalan dengan lancar.
 
baca juga: 
 

 
“Orang tidak berbudaya, soal edukasinya. Kalau nggak maksimal, dia akan mental. Karena budayanya nggak mau bayar,” tuturnya.

Masalah LMK dan Ketidakpastian Hukum

Selain itu, Kadri mengatakan bahwa Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) tidak bersifat transparan dan profesional. Akibatnya, masyarakat kurang percaya dengan lembaga tersebut yang dimandatkan terkait royalti oleh undang-undang.
 
“Sehingga dia (LMK) tidak mendapat kepercayaan dari orang-orang yang mesti membayarkan,” katanya.
 
Kadri menyebut bahwa konflik yang terjadi antara pencipta lagu dan penyanyi membuat hukum di Indonesia tidak menjadi pasti. Hal itu yang membuat masyarakat kebingungan. 
 
“Jadi, tidak jelas siapa yang harus membayar, penyelenggara atau penyanyi,” ujarnya.
 
“Apakah orang harus lewat LMKN atau orang bisa nagih sendiri secara berbondong-bondong. Itu nggak jelas. Jadi, kisruh,” tambah Kadri.
 
Lantas, siapa pihak yang seharusnya menengahi masalah royalti yang terjadi di Indonesia?

Kemenkumham Harus Bertindak

Kadri menyebut bahwa Kementerian Hukum (Kemenkum) harus memiliki sikap yang tegas terkait hal ini. “Termasuk Dirjen Kekayaan Industri, harus tegas,” tuturnya.
 
Instansi pemerintah tersebut diminta untuk menyiapkan undang-undang terkait masalah royalti saat ini dan memastikan penegakan hukumnya harus berjalan. Salah satunya adalah membenahi LMK yang berada di bawah pengawasannya.
 
“Dialah (Kemenkum) yang harus memulai dan memimpin untuk membereskan ini (kisruh royalti),” ujarnya.
 
Sementara itu, ia juga meminta untuk instansi pemerintah lainnya, seperti Kementerian Kebudayaan, melakukan edukasi kepada masyarakat terkait budaya pembayaran royalti.
 
“Kementerian Kebudayaan itu melakukan edukasi, memastikan bahwa budaya membayar royalti atau menghargai aset intelektual daripada pencipta itu menjadi yang normal,” jelas Kadri.
 
“Indonesia itu nggak normal bayar royalti. Padahal seluruh dunia seperti itu,” pungkasnya.

Mentalitas Masyarakat Harus Dibenahi

Selaras dengan apa yang disampaikan Kadri, Vedy Eriyanto, selaku CEO dan Founder Velodiva, sebuah platform pemutar musik digital, mengatakan bahwa masyarakat telah terbiasa dengan perilaku tidak membayar penggunaan musik.
 
“Bangsa kita ini terbiasa, mungkin kita juga sama, pengguna musik yang kita rasa dari dulu harusnya kita nggak bayar,” katanya.
 
Kebiasaan yang melekat seperti mengunduh lagu dari Internet hingga menggunakan aplikasi platform streaming musik digital ilegal.
 
Oleh karena itu, Vedy Eriyanto juga sepakat bahwa harus ada pembenahan yang dilakukan terhadap masyarakat Indonesia. 
 
“Mentalitas bangsa ini harus kita benahi dulu, bahwa kita harus sadar, apalagi penggunaan musik di ruang publik untuk kebutuhan komersial, yang berarti kita memanfaatkannya untuk keuntungan,” jelasnya.
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(ELG)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan