"PMR itu kalau bercanda harus sampai sakit. Harus nyakitin hati, kalau enggak sakit enggak sukses," canda Jhonny Iskandar soal rahasia langgengnya PMR.
Sementara itu, Budi Padukone, personel PMR, memberikan penjabaran lebih serius seputar langgengnya grup yang eksis sejak tahun 1977 itu.
"Kami awalnya teman bermain. Awalnya kami enggak tahu kalau mau bermain musik. kebetulan lagi nyanyi biasa-biasa saja ditawarin main di Prambors.”
"Awalnya jadi homeband Warkop DKI, itu yang bikin betah. Berteman dulu, baru bermusik. Warkop punya aturan sendiri, kami taat sama aturan mereka. Terus berlanjut, dapat finansial, dan kami waktu itu sudah di-manage dengan baik oleh Warkop DKI," kata Budi.
Tidak banyak grup musik yang tetap memiliki penggemar di usia nyaris empat dekade. PMR pada hari ini bukan saja milik generasi “Warkop DKI” saja, tetapi juga milik anak-anak muda. Hal itu tampak dari panggung-panggung PMR yang selalu ramai dan tak pernah gagal membuat penontonnya tertawa.
39 tahun bersama bukan berarti tanpa konflik. PMR berhasil mengesampingkan ego yang menghancurkan demi keutuhan grup.
“Kalau masalah pribadi (pernah) ada, tetapi kami sayang sama nama ini. Kami masing-masing instropeksi,” tegas Budi.
Dalam perkembangannya, PMR pun tidak bermain di zona aman, dengan membawakan katalog lagu lawasnya terus-menerus. Mereka juga peka terhadap perubahan zaman. Seperti yang terdengar dalam album Orkeslah Kalau Bergitar yang dirilis pada 2015. Album mini itu berisi parodi lagu-lagu hit dari grup-grup musik terkini, macam Naif, Efek Rumah Kaca, hingga Seringai.
Pada Rabu (15/3/2017), PMR juga bergerak maju dengan merilis singel Too Long To Be Alone, yaitu parodi dari hit Terlalu Lama Sendiri milik Kunto Aji.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
