Spotify (Foto: Spotify Newsroom)
Spotify (Foto: Spotify Newsroom)

Spotify Tuai Kritik setelah Tayangkan Iklan Terkait Imigran Ilegal Amerika Serikat

Agustinus Shindu Alpito • 22 Oktober 2025 15:12
Jakarta: Baru-baru ini, layanan musik digital Spotify menuai reaksi negatif dari para pengguna setelah menayangkan iklan yang mendukung pengusiran imigran di Amerika Serikat. Isu penangkapan dan deportasi para imigran tengah menjadi sorotan seiring peran lembaga Penegakan Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE) yang gencar menegakkan kebijakan tersebut. Kini, sejumlah platform streaming dan kanal televisi pun ikut menayangkan iklan rekrutmen yang menargetkan Gen Z. Meski banyak pengguna mengecam langkah ini, pihak Spotify berpendapat bahwa mereka tidak melanggar kebijakan apa pun.
 
Melansir dari The Independent (16/10), pihak Spotify mengaku bahwa mereka tidak melanggar kebijakan apapun meski kalimat dari iklan ICE terkesan menggiring opini dengan menyebut “imigran ilegal yang berbahaya”. Layanan musik berbasis di Swedia ini mengungkap bahwa iklan itu adalah bagian dari kampanye besar-besaran pemerintah Amerika Serikat melalui kanal televisi, layanan streaming, dan platform digital. 
 
Beberapa layanan digital seperti HBO Max, X, YouTube, Amazon Prime Video, LinkedIn, dan Meta, serta beberapa kanal televisi kabel, dikabarkan sudah menyiarkan iklan ICE. Kampanye ini menargetkan 14 ribu lowongan pekerja imigrasi kepada para Generasi Z melalui “PR blitz”. 
 
Meski menggunakan kalimat menggiring seperti "jutaan orang ilegal yang berbahaya sedang berkeliaran di jalanan”, juru bicara Spotify mengatakan bahwa iklan tersebut memenuhi standar periklanan perusahaan. 

Agar lebih jelas, juru bicara itu memperinci jenis iklan yang tidak diizinkan Spotify, kategori "Konten Berbahaya atau Menghina" mengandung iklan yang: "Mendorong, menghasut, atau membanggakan kekerasan; Mengganggu, mengintimidasi, atau menghasut kebencian terhadap individu atau kelompok mana pun; Mendorong stereotip atau menggambarkan secara negatif atau menyerang individu atau kelompok berdasarkan ras, agama, identitas atau ekspresi gender, etnis, kewarganegaraan, orientasi seksual, status veteran, usia, disabilitas, atau karakteristik lain yang terkait dengan diskriminasi sistemik atau marginalisasi.”
 
Maraknya iklan ICE di platform musik dan streaming mendorong para pengguna untuk ‘cabut’. Mereka menyuarakan kemarahan mereka melalui forum komunitas resmi Spotify dan Pandora. Meski pengguna Spotify Premium mengaku tidak mendengar iklan ini, mereka tetap berniat untuk membatalkan langganan sebagai bentuk solidaritas.  
 
"Saya baru mendengarnya. 'Penuhi misi Anda untuk melindungi Amerika. Bergabunglah di Join.Ice.Gov', (saya) membatalkan langganan MALAM INI,” ketik seorang pengguna Spotify.
 
“Mencoba melaporkan iklan tersebut mengakibatkan obrolan langsung terputus tanpa ada solusi yang ditawarkan," ucap pengguna Pandora. 
 
Sekretaris Asisten Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (DHS) Tricia McLaughlin mengatakan bahwa kampanye perekrutan ICE ini menjadi sebuah kesuksesan dengan lebih dari 150 ribu pendaftar. 
 
“Lebih dari 150.000 lamaran masuk dari warga Amerika yang patriotik untuk menjawab panggilan membela Tanah Air dengan membantu menangkap dan menyingkirkan yang terburuk dari yang terburuk dari negara kita,” ucapnya, dikutip dari The Rolling Stone (15/10). 
 
Ia juga menambahkan bahwa menyingkirkan para ‘penjahat’ dari AS bukanlah sesuatu yang ‘menyinggung atau partisan’.
 
Selain menargetkan Gen Z melalui platform digital, upaya rekrutmen ICE juga menggunakan iklan televisi di kota-kota tertentu untuk menarik perhatian petugas polisi setempat yang "frustrasi" dengan para imigran, menurut laporan Associated Press awal bulan ini. 
 
Iklan tersebut memanipulasi bagaimana para polisi telah mengambil sumpah untuk melindungi, melayani, serta menjaga kota mereka, tapi mereka tidak memiliki hak untuk menangkap dan mendeportasi para ‘pelaku kejahatan.’ 
 
Tak hanya itu, kampanye ICE untuk para petugas kepolisian juga menawarkan bonus pendaftaran sebesar US$50.000 (setara Rp830 juta) dan bantuan biaya pendidikan.
 
Bulan ini, CEO Spotify dan co-founder Daniel Ek mengumumkan bahwa ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai CEO mulai awal tahun depan. Dia akan menjabat sebagai Executive Chairman baru per 1 Januari 2026. Ek memimpin putaran investasi senilai EUR€600 juta (setara Rp11 triliun) untuk perusahaan pertahanan militer AI Jerman, Helsing, pada bulan Juni lalu. 
 
Pada bulan Januari tahun ini, dilaporkan bahwa Spotify menyumbangkan US$150.000 (setara Rp3 miliar) untuk upacara pelantikan Donald Trump. 
 
Tak hanya ICE, kontroversi seputar Spotify dengan Israel serta AI telah mendorong beberapa artis dan label, termasuk band Indonesia Seringai, untuk menarik musik mereka dari platform tersebut. 
 
(Nyimas Ratu Intan Harleysha)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(ASA)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan