Grup musik yang beranggotakan Fram Prasetyo (Vokalis dan Gitar), Triwibowo S.P. (Suling), Putra Kusuma (Gitar Klasik), Syahlan Loebis (Perkusi), dan Fajrin Ramadani (Akordeon) ini memiliki pandangan sama terkait betapa pentingnya melestarikan sebuah tradisi.
Melalui kemampuan mereka dalam bermusik, Candei berhasil membuat para pendengar tersadar dengan isu-isu yang coba diangkat dalam karya lagunya. Setiap lagu juga dibalut dengan unsur tradisi, baik itu lirik, maupun alat musik yang digunakan.
"Ada hal baru dari kami, tradisi Batanghari Sembilan yang biasanya dibawain dengan nyanyi sendiri atau berdua, kita geser sedikit dan bisa dibawa dengan versi anak muda sekarang,” kata Fram dalam wawancara ekslusif bersama Medcom.id.
Batanghari Sembilan merupakan istilah untuk irama musik dengan petikan gitar tunggal yang dikenal dari wilayah Sumatera Selatan. Menurut sumber yang dapat dipercaya, musik dan lagu Batanghari Sembilan diperkirakan berakar dari rejung (pantun/sastra tutur di Besemah, salah satu wilayah Batanghari Sembilan).
baca juga: Sentuhan Unik Bottlesmoker dan Karinding Attack di Festival SADA AWI |
“Kami di sini mencoba untuk menggugah kembali musik Batanghari itu dengan versi kami, dan kalau bisa lagu-lagu berbahasa daerah itu bisa diterima, dan pendengar di luar Sumatera juga bisa tahu di Sumatera punya band-band di pelosok daerah, ” ucap Fram.
Selaras dengan Fram, menurut Fajrin, tradisi merupakan hal yang penting untuk dilestarikan, karena dalam tradisi terdapat nasehat-nasehat dari leluhur terdahulu.
“Dari Candei sendiri, lirik itu bisa tertuang sebuah nasihat, yang kalau kami sebut disini itu dari Puyang,” ungkap Fajrin.
Alasan Candei Dipilih Sebagai Nama Grup Musik
Tradisi yang kental juga tercermin dari nama grup musik ini (Candei) yang merupakan bahasa ibu dari salah satu daerah di Sumatera Selatan yang memiliki arti bermain. Awal terbentuknya grup musik ini tak langsung bernama Candei, sebelumnya bernama Candei Banaspati.
“Candei dalam bahasa ibu saya itu bermain, kata ‘I’ itu kata kerja sehingga artinya bermain-main, Banaspati itu bawah pohon, jadi kita bermain-main dibawa pohon, seolah-olah kita bercerita tentang isu-isu hari ini,” kata Fram.
Seiring berjalannya waktu, grup musik ini berubah nama menjadi Candei, tepatnya pada 2020. Hal ini juga sebagai bentuk perkembangan dari grup musik ini yang awalnya berformat duo.
“Ternyata Banaspati itu punya arti lain, jadi cukup pakai Candei aja," sambungnya.
Berangkat dari Tradisi Berejung, Candei mengemas ulang tradisi tersebut dalam balutan musik kontemporer, tanpa harus menghilangkan karakter tradisional itu sendiri.
Sebagai informasi Bahasa Ibu Records (BIR), merupakan label turunan dari Demajors Records. Label musik ini berfokus pada karya musik populer dengan tradisi lokal Indonesia. Berdiri sejak 21 April 2023, BIR berdedikasi untuk melestarikan kekayaan musik tradisional Indonesia sambil mendukung perkembangan industri musik lokal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News