Melansir Mediazona, kelima personel Pussy Riot kini terancam mendekam di balik jeruji besi antara 8 hingga 13 tahun penjara. Mereka dijerat dengan Pasal 207.3 KUHP Rusia, aturan yang mengkriminalisasi penyebaran “informasi palsu” terkait angkatan bersenjata Rusia.
Kasus ini bermula dari aksi protes mereka di ruang publik pada April 2024 di Museum Pinakothek der Moderne, München, Jerman. Dalam aksi tersebut, Maria Alyokhina, Alina Petrova, dan Anastasia “Taso” Pletner dengan lantang mengecam agresi militer Rusia ke Ukraina.
Pletner bahkan melakukan aksi ekstrem dengan mengencingi foto Presiden Putin, sebagai bentuk simbol perlawanan.
Baca juga: Cantik dan Pemberani! Aktris Yahudi Hannah Einbinder Teriakan Palestina Merdeka di Panggung Emmy Awards |
Tak berhenti di situ, jaksa Rusia juga menuding Alyokhina, Pletner, Olga Borisova, Diana Burkot, dan Petrova menyebarkan “kabar bohong” melalui video klip "Mama, Don’t Watch TV", yang menggambarkan tentara Rusia membantai warga sipil Ukraina.
Jaksa penuntut juga berpendapat bahwa Alyokhina memiliki pandangan "politik sayap kiri" dan para anggota Pussy Riot lainnya dianggap menentang pemerintahan saat ini di Russia.
Akibatnya, Alyokhina kini dijatuhi hukuman paling berat, yakni 13 tahun 15 hari penjara. Pletner menerima vonis 11 tahun, sedangkan Borisova, Burkot, dan Petrova masing-masing delapan tahun.
Pada awal tahun 2025, Rusia juga baru mengesahkan undang-undang baru yang memperluas definisi konten “ekstremis” sebagai pelanggaran pidana berat. Sejumlah video klip Pussy Riot pun kini resmi masuk daftar hitam Kementerian Kehakiman Rusia.
Profil Pussy Riot

(Pussy Riot. Foto: Instagram @nadya)
Pussy Riot lahir di Moskow pada Agustus 2011 sebagai turunan dari kelompok seni jalanan Voina. Kolektif ini menggunakan musik dan aksi teatrikal di ruang publik untuk melawan kebijakan diskriminatif negara, khususnya terhadap perempuan.
Formasi mereka kerap berubah, terdiri dari 10 hingga 20 anggota anonim yang tampil identik mengenakan outfit dan balaclava (penutup kepala) warna-warni, sebagai ciri khas perlawanan mereka. Estetika dan sikap mereka terinspirasi gerakan riot grrrl Amerika, band Oi!, hingga pemikiran filsuf Bulgaria Julia Kristeva.
Aksi musikal seni mereka dikenal dengan lirik yang sarat akan nuansa politis yang lantang dengan raungan kasar dari distorsi gitar yang biasanya hanya berdurasi kurang dari dua menit.
Nama Pussy Riot mulai menjadi sorotan publik internasional pada tahun 2012, ketika beberapa anggotanya ditangkap dan dipenjara karena memprotes terpilihnya kembali Presiden Rusia, Vladimir Putin, serta dugaan korupsi di Gereja Ortodoks Rusia.
Pussy Riot sendiri awalnya dikenal lewat karya-karya musik mereka yang mengusung genre musik punk rock yang dipadukan dengan nuansa musik lo-fi dan aksi protes dadakan mereka yang digelar di ruang-ruang publik. Namun, seiring waktu, Pussy Riot mulai tur keliling dunia dan memperluas musiknya dengan nuansa musik pop eksperimental, dance, hingga hip-hop.
Di awal 2020-an, mereka bahkan sempat berkolaborasi dengan Tom Morello (gitaris Rage Against The Machine), Avenged Sevenfold, Dorian Electra, dan Big Freedia, serta merilis mixtape Matriarchy Now pada 2022.
Pussy Riot sendiri telah menelurkan dua album penuh bertajuk RAGE REMIXES (2021) dan MATRIARCHY NOW (2022), serta sejumlah EP dan single.
Rekam Jejak Hukum Pussy Riot
1. 21 Februari 2012
Lima anggota Pussy Riot menggelar aksi musik protes di Katedral Kristus Juru Selamat, Moskow. Aksi tersebut segera dihentikan oleh petugas keamanan gereja. Namun, pada malam harinya, mereka merilis rekaman aksi itu ke dalam video musik berjudul Punk Prayer: “Virgin Mary, Put Putin Away” atau dalam bahasa Indonesia Doa Punk – Bunda Maria, Usirlah Putin!.
2. Maret–Desember 2013
Pada 3 Maret 2012, dua anggota, Nadezhda Tolokonnikova dan Maria Alyokhina, ditangkap atas tuduhan hooliganisme. Anggota lain, Yekaterina Samutsevich, menyusul ditahan pada 16 Maret. Ketiganya mulai diadili pada akhir Juli.
Tanggal 17 Agustus 2012, pengadilan menyatakan mereka bersalah melakukan hooliganisme yang dimotivasi kebencian terhadap agama dan menjatuhkan vonis dua tahun penjara. Dua anggota lain Pussy Riot berhasil kabur dari Rusia untuk menghindari peradilan.
Pada 10 Oktober 2012, pengadilan banding membebaskan Samutsevich dengan jaminan, sementara Alyokhina dan Tolokonnikova tetap dijebloskan ke penjara terpisah pada akhir bulan. Setelah menjalani hukuman 21 bulan, keduanya dibebaskan pada 23 Desember 2013 usai parlemen Rusia (Duma) mengesahkan undang-undang amnesti.
3. Mei 2022
Maria Alyokhina kembali menjadi sorotan setelah berhasil melarikan diri dari Rusia. Ia menyamar sebagai kurir makanan, meninggalkan ponselnya, dan menghindari pengawasan aparat untuk lolos dari larangan bepergian.
Pelarian itu membawanya ke Eropa, tempat ia bersama anggota Pussy Riot lainnya menggelar tur guna menggalang dana bagi korban invasi Rusia ke Ukraina.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News