"Industri musik belakangan ini lebih banyak dipasarkan secara digital, seperti streaming Youtube, iTunes, dan Soundcloud," ujar pengamat musik Denny Sakrie yang ditemui di kawasan Tebet, Minggu (14/12/2014).
Melihat hal tersebut, Denny menganggap hal tersebut sebagai kemajuan. Pasalnya, banyak musisi (terutama musisi baru), yang tertolong dengan bantuan teknologi digital dan sosial media.
"Kita tidak bisa menghalangi kemajuan teknologi karena banyak sekali sisi positifnya. Di era digital, semua musisi bisa dengan mudah menyosialisasikan kreativitasnya. kalimat 'Go International' pun sepertinya sudah kedaluwarsa karena banyak musisi yang mampu ke luar negeri tanpa perlu ke luar negeri," imbuhnya.
Di samping itu, tambah Denny, teknologi digital juga memberi ruang pada orang-orang tertentu untuk mengunduh lagu secara gratis dan praktis. Namun, Denny pun tak menampik jika teknologi digital memiliki efek yang negatif.
"Gerai-gerai musik banyak yang tumbang. Kisah musisi yang CD-nya terjual berjuta-juta keping pun sudah tinggal kenangan. Hak-hak kreator pun banyak diambil oleh orang yang tidak bertanggungjawab," jelasnya.
Karena kekurangan itulah, pria keturunan Ambon ini melihat adanya tren yang kembali pada distribusi fisik seperti piringan hitam atau vinyl.
"Di Amerika dan Inggris, ada gerakan back to vinyl. Rekor penjualan piringan hitam sepanjang 2014 di Inggris sebesar 7,5 juta. Sementara di Amerika, totalnya 7,9 juta. Presentasinya sekitar 49 persen," paparnya.
Melihat hal tersebut, Denny mengatakan jika tren penjualan musik secara fisik mungkin saja akan kembali lagi. "Mau fisik atau digital sama saja sebenarnya. Itu tergantung selera, kita nyamannya pakai yang mana," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
