Cornel Simanjuntak lahir pada 1921 dari keluarga dengan latar belakang polisi yang menganut agama Katolik. Ayahnya bernama Tolpus Simanjuntak, ibunya bernama Rumina Siahaan. Namun, jiwa musik Cornel lebih membara.
Mengenang Cornel Simanjuntak, berikut secuplik tentangnya:
Musisi dan guru
Cornel Simanjuntak menempuh pendidikan di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) St. Fransiscus Medan saat berusia 16 tahun. Dia pandai memainkan gitar. Cornel karib dengan musik-musik barat yang didengarkan di radio.
Dari Sumatera, Cornel Simanjuntak bertolak ke Hollandsche Indische Kweekschool (HIK) atau sekolah pendidikan guru di Xaverius College di Muntilan. Dikutip dari laman Historia, di sekolah ini Cornel Simanjuntak bergabung dalam paduan suara dan mendapat pelajaran musik dari Pastor J. Schouten. Cornel Simanjuntak memimpin orkes dan banyak menciptakan lagu.
Cornel Simanjuntak bertolak ke ke Jakarta dan mengajar di SD Van Lith. Kecintaan Cornel terhadap musik membuatkan alih profesi bekerja di Kantor Kebudayaan Jepang Keimin Bunka Shidoso. Namun, Cornel harus menggubah lagu untuk kepentingan Jepang.
Ketika Jepang menduduki Indonesia pada 1942, Cornel menciptakan lagu-lagu propaganda Jepang seperti Menanam Kapas dan Hancurkanlah Musuh Kita. Menurut Binsar Sitompul, adik kelas Cornel Simanjuntak, Cornel Simanjuntak melakukan itu agar karyanya tetap didengarkan masyarakat luas melalui radio.
Dalam tulisan Asrul Sani di lembaran budaya Gelanggang majalah Siasat yang kembali diterbitkan di Gema Suasana No. 6 Juni 1948, Asrul Sani menanyakan sikap Cornel yang dinilai berkhianat terhadap diri sendiri sebagai seniman. Cornel menjawab dia tidak berkhianat, melainkan pekerjaan.
"Saudara, ini bukan lagi khianat, tapi saya telah menindakkan diri saya sendiri. Barang bestelan ini janganlah saudara anggap sebagai suatu seni. Dalam hal ini saya sudah menjadi seorang tukang pembuat lagu, asal ada orang yang minta dibuatkan saya buatkan," kata Cornel.
Cornel Simanjuntak dekat dengan Ibu Sud
Ketika berada di Jakarta, Cornel Simanjuntak sudah mengenal Ibu Sud sebagai pencipta lagu ternama. Dia juga belajar musik dari Ibu Sud.
Ketika bekerja di Keimin Bunka Shidoso, upah Cornel tidak begitu besar. Jepang melakukan tekanan terhadap rakyat Indonesia hingga beras susah ditemukan. Cornel dan rekan-rekannya mengonsumsi sayuran dan singkong yang hanya digarami.