Nicolas Jaar. (Foto: Instgaram/@nicolasjaar)
Nicolas Jaar. (Foto: Instgaram/@nicolasjaar)

Pesan Kuat Darkside soal Palestina dan Ketidakadilan di Coachella 2025

Elang Riki Yanuar • 23 April 2025 11:48
Jakarta: Coachella 2025 menjadi salah satu edisi paling politis dalam sejarah festival musik ternama ini. Sejumlah musisi memanfaatkan panggung mereka untuk menyuarakan berbagai isu, termasuk Palestina, penahanan imigran oleh ICE, sistem penjara, hingga kritik terhadap pemerintahan Amerika Serikat.
 
Salah satu momen paling menyentuh terjadi saat penampilan Nicolas Jaar bersama grup musiknya, Darkside, pada Sabtu malam, 12 April 2025, di Gobi Tent. Di tengah penampilannya, Jaar menyampaikan pernyataan yang menyentuh banyak isu sosial dan politik, dengan fokus utama pada konflik di Palestina.
 
Ia memulai dengan mengingatkan bahwa wilayah California Selatan dulunya merupakan tanah leluhur berbagai suku asli Amerika, yang banyak dari mereka menjadi korban pembantaian massal di masa lalu. Ia kemudian mengaitkan tragedi itu dengan kondisi di Palestina saat ini.


“Di sini pernah terjadi genosida yang jadi cetak biru untuk apa yang terjadi di Palestina sekarang logika rasis yang sama,” ucap Jaar.
 
baca juga: Green Day Balik Sindir Charli XCX di Panggung Coachella

 
“Kita harus terus melawan, bahkan dari ‘perut monster’ ini, karena genosida ini didanai oleh uang Amerika, dengan teknologi dari Silicon Valley, dan berkat keterlibatan para politisi di negeri ini,” lanjutnya.
 
Tak berhenti di situ, Jaar juga menyinggung nasib Mahmoud Khalil, mahasiswa Columbia University yang ditahan oleh pihak imigrasi karena ikut serta dalam aksi protes di kampus. Ia mengkritik sistem penahanan imigran yang menurutnya lebih mengejar keuntungan daripada keadilan.
 
“Sekarang, hanya karena memprotes genosida, seseorang bisa dideportasi seperti Mahmoud Khalil,” tegasnya.
 
“Penjara imigrasi ini dikelola untuk keuntungan oleh perusahaan seperti CoreCivic dan The GEO Group. Mereka menghasilkan uang dari orang-orang yang dikurung tanpa proses hukum. Kita harus terus melawan untuk memberi harapan bagi mereka yang terjebak tanpa harapan,” lanjutnya.
 
Saat tampil di akhir pekan kedua pada 19 April, Jaar kembali menyuarakan pandangannya, kali ini lebih tajam. Ia menyoroti tingginya angka tahanan di Amerika dan menyebut bahwa ada lebih banyak orang yang dikurung di California daripada yang hadir di Coachella.
 
“Masalah ini tidak hanya soal pemerintahan sekarang atau negara itu [Israel],” ujar Jaar.
 
“Masalahnya jauh lebih dalam berakar dari sistem rasisme dan pembersihan etnis, baik di tanah ini maupun di sana,” tegasnya.
 
Ia juga menanggapi kritik yang menyuruh para musisi untuk "hanya bermain musik".
 
“Banyak yang bilang kami harus diam dan main musik saja. Tapi bagi kami, musik adalah tentang kebersamaan. Bagaimana bisa kita merasa bersama kalau saudara-saudara kita dipenjara atau dibakar hidup-hidup di rumah mereka?,” lanjutnya
 
Jaar bukan satu-satunya yang bersuara. Grup hip-hop asal Irlandia Utara, Kneecap, menutup penampilan mereka pada Jumat (18 April) dengan proyeksi tulisan mendukung Palestina yang menyebut, “Israel sedang melakukan genosida terhadap rakyat Palestina… Amerika Serikat membiayai dan mempersenjatai mereka meskipun ada kejahatan perang”.
 
Sementara itu, band rock legendaris Green Day mengubah lirik lagu mereka “American Idiot” menjadi “I’m not part of the MAGA agenda,” dan sejumlah musisi lainnya seperti Bob Vylan dan Blonde Redhead mengibarkan bendera Palestina di atas panggung.
 
Senator Bernie Sanders bahkan sempat muncul dalam penampilan Clairo di akhir pekan pertama dan mengajak para penonton untuk “berjuang demi keadilan.”
 
Dengan atmosfer yang sangat politis, Coachella 2025 menunjukkan bahwa musik tetap menjadi wadah penting untuk menyuarakan isu-isu kemanusiaan dan keadilan sosial di tengah dunia yang terus berubah.
 
(Nithania Septianingsih)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ELG)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan