Bagi Pamungkas, peristiwa yang ia sebut sebagai "The Phone Incident" ini bukan sekadar kesalahan masa lalu, melainkan titik balik yang menjadi pengingat sekaligus awal perubahan dirinya sebagai musisi.
“The Phone Incident” dan Titik Balik

(Buku Solitaire dok. Pamungkas)
Insiden tersebut terjadi dalam penampilannya di Bengkel Night Park, SCBD, Jakarta, pada 8 Oktober 2022. Aksi fan service yang awalnya ringan berubah jadi sorotan tajam setelah terekam dan menyebar luas di media sosial.
Dalam malam ketiga residensi musik Solitaire di Krapela, Jakarta, Kamis, 18 September 2025, Pamungkas secara jujur menyebut peristiwa tersebut sebagai “alarm besar” yang membuka matanya.
"Gue menulisnya dan menyebutnya sebagai The Phone Incident. Itu sangat berbeda dari bagaimana orang lain melihatnya. Dari sudut pandang gue, itu jadi momen penting," ungkap Pamungkas.
Pamungkas mengaku, reaksi keras dari orang-orang terdekat justru menjadi pelajaran terpenting bagi dirinya.
"Pelajaran terbesar gua adalah ternyata kita butuh diomelin. Dan yang gue pelajarin dari kasus ini adalah orang-orang yang cinta dan kebetulan care, itu justru yang jadi nomor satu bilang, 'lu dongo sih, ngapain lu kayak gitu.' Dan gue tahu, ternyata gue butuh itu," tuturnya.
Pamungkas pun mengakui bahwa saat itu dirinya kehilangan kendali akibat beban di kepalanya yang menumpuk selama bertahun-tahun.
"I'm losing the control, self-control, self-respect, name it, losing it. Menurut gue itu alarm terbesar. Itu kayak tumpukan pressure bertahun-tahun yang numpuk jadi satu, lalu meledak dalam sepersekian detik," jelasnya.
Refleksi itu membuatnya menyadari bahwa insiden tersebut menjadi titik balik dalam perjalanan hidupnya.
"Pas meledak, gue langsung mikir, apaan tadi tuh gesture gue kayak gitu? Saat pulang gue terus mikir, 'Kenapa ya kayak gitu?', gue gak mikir akan viral dan bakal kayak gimana, gue mikirnya lebih ke 'Kok gue nyebrangnya ke sana gitu?'," kenang Pamungkas.
Meski sempat merasa terpuruk, ia kemudian menerima insiden tersebut sebagai sesuatu yang memang harus terjadi agar ia bisa memperbaiki diri.
Ketakutan Kehilangan Keinginan untuk Bermusik
Pasca-insiden, Pamungkas sempat berada di fase paling rentan. Ia bahkan mengaku takut tidak lagi mencintai musik. Tekanan mental membuatnya jatuh sakit hingga didiagnosis GERD untuk pertama kalinya."Setelah itu (insiden) ada Birdy Tour. Tiga kota terakhir gue udah bilang, 'secara mental gue nggak capable buat ini.' Pertama kali dalam hidup gue juga kena penyakit GERD. Kata dokter itu karena banyak pikiran," ungkap Pamungkas.
Keresahan yang terpupuk selama beberapa tahun itu akhirnya melahirkan album Hardcore Romance, yang disebut oleh Pamungkas sebagai proses rekonsiliasi dengan musik.
"Di Hardcore Romance, gue mencoba untuk jatuh cinta lagi sama musik, membuat musik atau bikin lagu. Hardcore Romance gue betul-betul menikmati setiap detiknya, happy banget gue. Gue kira yang paling happy adalah album Flying Solo, pas ketemu Hardcore Romance gue kayak 'this is different happy, this is me enjoying every seconds of it. Again, I fall in love with music all over again dari Hardcore Romance," ucap Pamungkas antusias.
Monumental Checkpoint

Show 02 di Krapela (Foto: dok.Pamungkas)
Pamungkas kini menyebut The Phone Incident sebagai monumental checkpoint dalam hidupnya. Sebuah peristiwa pahit yang membuka ruang refleksi sekaligus memastikan dirinya tetap berada di jalur yang benar sebagai musisi.
“Kalau nggak ada itu (insiden ponsel), mungkin gue akan lebih destruktif. Gue mengerti sekarang kenapa itu harus terjadi,” tutup Pamungkas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id