Salah satunya, salah satu FTV yang menggambarkan adegan seorang ibu yang telah lama tidak bangun dari kondisi koma. Kemudian, anak perempuannya mengatakan kepada sang ayah untuk berjoget Tiktok di hadapan ibunda.
Hal itu dilakukan sebagai upaya menyadarkan sang ibu dari koma, karena ibu dari anak itu gemar sekali bermain Tiktok. Alhasil, ketika anak dan ayahnya joget Tiktok, ibu itu pun terbangun dari koma.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Saya enggak tahu apakah ini bisa membodohi masyarakat atau memang (niat sang filmmaker) mau bercanda. Ada kategori harusnya dia masuk docudrama karena dari kisah nyata lalu dijadikan drama," ujar Ketua Komite Film DKJ (Dewan Kesenian Jakarta) 2016-2020 Hikmat Darmawan kepada Medcom.id.
"Namun adegan ini bukan hanya docudrama tetapi ini docu-melodrama. Jadi semuanya lebay," tambahnya.
Ia menekankan bahwa ada dramatisasi dalam penggarapan film tersebut. Namun, dramatisasi pun bisa menjadi problem tersendiri (apabila penontonnya kurang memahami tentang film). Sedangkan FTV tersebut termasuk melo-dramatisasi, karena menayangkan adegan yang berlebihan.
"Ini bahkan melo-dramatisasi. Sampai koma, bangunnya gara-gara Tiktok. Ya Tuhan. Kalau parodi enggak apa-apa. Ini kan setengah ceritanya serius. Ceritanya ada normatifnya yang suami seharusnya bertindak begini atau begitu," paparnya.
Hikmat mengaanggap adegan seseorang yang koma bisa tersadarkan dengan joget Tiktok sebagai obatnya, adalah candaan. Namun, apabila menilai dari segi cerita adegan tersebut, kemungkinan sang kreator merasa logika ceritanya masuk, meskipun menurut penonton tidak masuk akal.
"Tetapi belum tahu apakah kreatornya membuat cerita seperti itu (karena) merasa logika dalamannya begitu, atau dia dalam semangat mengejek. Kalau menurut saya sih yang sering terjadi dia merasa ya begitu lah logika ceritanya yang artinya tidak logis. Logika ceritanya gagal," jelasnya.