Kisah ini bermula ketika anaknya, yang dikenal dengan inisial NAS, mendatangi rumah sang ayah di Kota Bandung untuk menagih nafkah bulanannya, nafkah yang menurut kuasa hukum korban, Rio Damas Putra, tidak rutin diberikan. Saat itu, Evie tengah melaksanakan salat Jumat di masjid, dan NAS disambut oleh neneknya.
Setelah salat, ketika Evie kembali ke rumah dan bertemu NAS, suasana menjadi tegang. NAS hendak mengingatkan soal tunggakan nafkah. Menurut Rio, Evie kemudian menyinggung NAS atas kuliahnya yang belum selesai serta pilihannya pindah tinggal bersama ibu kandungnya sejak Januari 2025.
Situasi makin memburuk saat ibu tiri korban, berinisial DS, ikut datang. DS disebut meremas tangan NAS saat bersalaman dan mencoba merampas ponselnya ketika NAS hendak merekam suasana percakapan. Sementara itu, nenek korban disebut melontarkan ucapan menyakitkan, memancing reaksi emosional dari NAS. Diduga dalam keadaan emosi, NAS menyiramkan sisa kuah sop ke arah ibu tirinya sebelum berniat pulang.
Tak lama setelah itu, keributan pecah. Kuasa hukum menyebut bahwa DS mengejar NAS dan memukul kepalanya. Nenek korban mencoba menahan tangan NAS agar tidak pergi. Dan Evie, begitu tiba, diduga ikut memukul kepala NAS, meludahi, dan mengucapkan kata-kata kasar. Bahkan paman dan bibi NAS — berinisial IK dan LS — disebut turut melakukan kekerasan. Beruntung seorang tetangga melerai, korban yang terluka sempat pulang ke rumah ibunya dan langsung dibawa ke rumah sakit untuk visum sebelum melaporkan kasus ini ke Polrestabes Bandung pada hari yang sama.
Sejak laporan atas nama NAS diterima, penyidik sempat memanggil dan memeriksa sejumlah saksi serta terlapor. Namun, pada tahap awal status Evie masih sebagai saksi. Namun setelah penyelidikan selama beberapa bulan, penyidik menyimpulkan bahwa cukup bukti untuk menaikkan status kasus ini: Evie dan tiga orang terdekatnya, yang berhubungan keluarga, resmi ditetapkan sebagai tersangka.
Menurut Kompol Anton, penyidikan akan dilanjutkan pekan depan di Kantor Satreskrim Polrestabes Bandung. Pemanggilan dijadwalkan pada Selasa atau Rabu. Jika panggilan pertama diabaikan, akan dikirim surat pemanggilan kedua dan jika tetap diabaikan, polisi bisa melakukan penjemputan paksa. Tersangka dijerat berdasarkan pasal dalam Undang-Undang KDRT sesuai laporan korban.
Dengan penetapan tersangka ini, kasus yang dilaporkan pada 4 Juli 2025 itu kini memasuki tahap penyidikan intensif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News