Pria yang akrab disapa Gus Mus tersebut mengungkapkan, puisi balsem tersebut dianggapnya sebagai obat sesaat bagi berbagai pernasalahan yang terjadi bagi warga di dunia.
Berbagai puisi tentang kehidupan manusia di bumi ia bacakan dengan penuh penghayatan dan emosi yang menenangkan.
"Saya membuat semua puisi ini selalu terinspirasi dari berbagai hal yang ada di sekitar. Sebagai warga dunia, sebagai pemeluk Islam, dan sebagai warga negara Indonesia khususnya," tambahnya.
Dalam pertunjukan yang berlangsung hampir dua jam tersebut, Gus Mus membacakan sekitar 15 puisi. Puisi-puisi tersebut merupakan hasil karyanya yang telah dibuat sejak puluhan tahun belakangan. Salah satu puisi yang paling 'kencang' dibacakannya adalah yang berjudul Puisi Islam.
Dalam puisi tersebut ia seakan 'menyentil' setiap pendengar dengan baris terakhir puisi yang berbunyi, "tuhan Islamkah Aku?"
Gus Mus mengungkapkan, saat ini semakin banyak orang yang mengaku beragam Islam tetapi minim pemahaman. Hal tersebut menyebabkan besarnya potensi mereka untuk mengikuti berbagai kegiatan yang salah, seperti kelompok radikal.
"Kalau dilihat, sekarang ini banyak yang pemahamannya tidak baik dan seimbang. Itu yang bahaya. Terutama ditambah keadaan ekonomi yang semakin sulit," ungkap pria kelahiran 10 Agustus lalu 1944 tersebut.
Pada akhir perbincangan, Gus Mus juga berharap agar pemerintah dapat lebih serius dan kreatif dalam menghadapi berbagai persoalan di negeri ini. Tidak hanya dalam hal tindakan terorisme, tetapi juga berbagai permasalahan yang selalu datang dan banyak hilang tanpa penyelesaian.
"Kita terlalu fokus sama politik, mbok ya sekali-sekali budaya dijadikan panglima," tutupnya.
(Media Indonesia/Putri Rosmalia Octaviyani)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News