"Semar Mendem" merupakan bentuk kesenian hibrida antara ketoprak dengan drama dan musik yang hidup di zaman populer. Secara cerdas, Butet Kertaredjasa yang bertindak sebagai produser dan Agus Noor sebagai penulis naskah mampu mengemas situasi terkini ke dalam sebuah lakon yang segar dan membuat kita sadar tentang betapa "gilanya" apa yang telah terjadi saat ini, tentu dalam konteks etika dan iklim politik.
Lakon "Semar Mendem" secara garis besar menceritakan kemelut masa kampanye. Menceritakan segala tetek-bengek yang terjadi pada saat Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo memperebutkan kursi presiden.
Kisah diawali dengan ambisi kekuasaan pria yang gemar naik kuda. Pria bernama Susilo itu memiliki pendukung militan, pendukung yang menyanyikan "We Will Rock You" dari Queen pada masa kampanye. Tentu semua tahu kejadian itu merujuk pada saat kampanye capres, Prabowo didukung oleh Ahmad Dhani yang membawakan lagu "We Will Rock You" plesetannya.
Salah satu ciri khas Prabowo yang kembali melambungkan benak penonton ke masa kampanye adalah saat Susilo melakukan orasi. "Kenapa negara miskin? Karena APBN bocor! Jadikan bangsa ini bangsa besar, Macan Asia!," kata Susilo. Kalimat dalam orasi itu seolah merujuk pada saat debat calon presiden yang membuat kata "bocor" menjadi populer.
Sedangkan sosok Jokowi dalam lakon ini tergambar dari karater Gareng. Diceritakan Gareng, Petruk, dan Bagong, gemar mabuk. Mereka menjalani hidup dengan lepas, jauh dari kata elit. Tiga saudara itu lantas mendambakan jadi pemimpin. Untuk menentukan siapa yang maju untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin di negeri mereka, maka dilakukanlah "ujian konyol". Mereka bertiga adu kesaktian. Singkatnya, Garenglah yang menjadi juara.
Janganlah Anda membayangkan pertunjukkan ini dilakukan dengan serius. Segala sesuatu dalam "Semar Mendem" adalah plesetan, guyon, dan canda.
Gareng akhirnya menghadapi Susilo. Pada saat debat calon pemimpin - parodi dari debat calon presiden yang disiarkan di televisi - keduanya tampil diiringi pendukungnya. Lucunya, pendukung Gareng membawakan lagu "Salam Dua Jari" yang dipopulerkan musisi pendukung Jokowi. Tentu dengan lirik yang telah diubah untuk mengocok perut penonton.
Beberapa adegan dalam debat calon pemimpin ini juga mengingatkan kita pada situasi politik di Indonesia. Terutama, saat Susilo menyetujui konsep ekonomi kreatif yang digagas oleh Gareng.
Konsep ketoprak "hibrida" ini secara umum sukses besar, ditandai dengan tawa penonton yang tak henti sepanjang pertunjukan, plus tiket yang terjual habis. Meski tersegmentasi - karena menggunakan bahasa Jawa - tetap saja pesan dan alur cerita dapat dicerna dengan baik oleh penonton.

Inovasi yang baik dilakukan oleh rombongan "Semar Mendem" dengan menggunakan beat-box sebagai musik pengiring, juga penampilan Jogja Hip-hop Foundation yang membuat lakon ini juga tampak sebagai drama musikal.
Semar sendiri merupakan tokoh dalam pewayangan yang sudah sangat mendarah daging dalam tradisi Jawa. Banyak tafsir mengenai sosok Semar, namun, dalam lakon "Semar Mendem" dikisahkan Semar adalah sosok dewa yang sakti. Saking saktinya, dalam pentas ini Semar mengendarai Lamborghini, dan terkadang truk.
"Semar Mendem adalah sebuah tafsir mengenai masyarakat di zaman yang tak keruan. Orang saling mencaci, menghujat pihak lain, merendahkan orang lain, menganggap diri sendiri paling benar," urai Bre Redana seperti tertulis dalam opini dalam halaman pengantar "Semar Mendem".
Lakon "Semar Mendem" adalah contoh sukses masayarakat kini menyikapi tradisi dalam kemasan yang segar dan menarik. Budaya memang terus berkembang, tradisi tidak melulu dikemas sama persis seperti zaman dulu, tetapi mampu menyesuaikan kondisi tiap zamannya. Andai saja semua menyadari itu, pentas teater maupun seni tradisi lainnya akan menjadi sebuah pertunjukkan yang menyenangkan untuk ditonton. Lebih jauh dari itu, industri seni kreatif di Indonesia dapat tumbuh dan menjadi ekosistem yang ideal.
Semar turun dari kayangan, tergoda oleh moleknya seorang perempuan. Tetapi apa itu Semar yang asli? Apakah Semar yang seorang dewa itu sudah benar-benar mabuk hingga tergoda dan jatuh dalam nafsu? Begitulah akhir kisah "Semar Mendem".
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News