Taylor Swift (Foto: Instagram @taylorswift)
Taylor Swift (Foto: Instagram @taylorswift)

Gen-Z Rela Membayar Mahal untuk Tiket Konser, Bahkan Sampai Utang!

Agustinus Shindu Alpito • 10 Maret 2025 11:31
Jakarta: Harga tiket konser yang semakin tinggi membuat banyak penggemar musik, khususnya Generasi Z, harus merogoh kocek lebih dalam demi menyaksikan idola mereka secara langsung. 
 
Fenomena ini semakin nyata dengan banyaknya konser besar yang berlangsung dalam beberapa tahun terakhir, seperti tur dari Taylor Swift, Beyoncé, dan Oasis.
 
Melansir dari The New York Times, salah satu penggemar, Ignacio Vasquez, seorang mahasiswa berusia 20 tahun asal Modesto, California, telah menabung selama satu tahun untuk membeli tiket konser Beyoncé dalam tur "Cowboy Carter." 

Namun, ketika ia mengakses situs penjualan tiket secara daring, harga yang tertera mencapai minimal 600 dolar AS (sekitar Rp9,7 juta), bahkan ada yang lebih dari 1.000 dolar AS (kira-kira Rp16,3 juta).
 
"Harga tiketnya luar biasa mahal. Saya langsung berpikir, 'Ini tidak bisa, saya tidak akan membelinya,' lalu saya keluar dari antrian," ujar Vasquez.
 

Lonjakan Harga Tiket Konser
 
Kenaikan harga tiket konser telah terjadi dalam beberapa dekade terakhir. Pada tahun 1996, rata-rata harga tiket konser dari 100 tur terbesar adalah 25,81 dolar AS (sekitar Rp421.257) atau sekitar 52 dolar AS (kira-kira Rp848.718) setelah disesuaikan dengan inflasi. Namun, pada tahun 2024, harga rata-rata tiket melonjak menjadi 135,92 dolar AS (setara Rp2,2 juta).
 
Bagi Generasi Z, pengeluaran untuk konser bisa menjadi beban besar. Sebuah survei oleh agensi pemasaran Merge menunjukkan bahwa 86 persen responden dari Generasi Z mengaku menghabiskan lebih banyak uang dari yang mereka perkirakan untuk menghadiri acara musik secara langsung. 
 
Faktor utama yang mendorong mereka adalah rasa takut ketinggalan momen Fear of Missing Out (FOMO). Sementara itu, survei lain oleh AAA dan Bread Financial menemukan bahwa Generasi Z dan Milenial lebih bersedia mengeluarkan dana besar dan melakukan perjalanan jauh demi menghadiri konser dibandingkan generasi sebelumnya.
 
 
Baca juga: Bobol Sistem Tiket Konser Taylor Swift, Hacker Raup Rp9,6 Miliar

 
Pengeluaran Besar Demi Konser Idola
 
Bagi penggemar setia, konser bukan sekadar hiburan, tetapi juga pengalaman yang berharga. Chricket Cho, seorang auditor teknologi informasi berusia 25 tahun dari Suwanee, Georgia, menghabiskan 8.400 dolar AS (sekitar Rp137,1 juta) untuk menghadiri tujuh konser pada tahun lalu, termasuk pertunjukan “Eras” Taylor Swift di Toronto dan Bleachers di New York.
 
"Saya merasa musik live memberi pengalaman yang berbeda dibandingkan hanya mendengarkan di Spotify atau pemutar rekaman," kata Cho. 
 
Meski demikian, tingginya harga tiket membuatnya lebih selektif dalam memilih konser yang akan dihadiri.
 
Fenomena ini juga dialami oleh Abbas Tayebali, seorang pekerja paruh waktu di Illinois yang berpenghasilan 28.000 dolar AS (sekitar Rp457 juta) per tahun. Ia bahkan pernah berhutang kartu kredit karena membeli tiket seharga 300 dolar AS (kira-kira Rp4,8 juta)untuk tiket konser Laufey di Chicago. 
 
Namun, setelah melihat lokasi tempat duduknya, ia menyesal telah mengeluarkan uang sebesar itu.
 
"Dulu, menonton konser adalah hiburan yang terjangkau. Sekarang, rasanya seperti sebuah kemewahan," ujarnya.
 

Dampak Permintaan Tinggi dan Sistem Penjualan Tiket
 
Meningkatnya permintaan untuk pengalaman langsung pasca-pandemi Covid-19 juga berkontribusi pada lonjakan harga tiket. 
 
Pada tahun 2023, 100 tur terbesar di dunia mencatat pendapatan sebesar 9,2 miliar dolar AS (sekitar Rp150,1 triliun), meningkat 65 persen dibandingkan tahun 2019. Sistem penjualan tiket yang memanfaatkan mekanisme harga dinamis juga menjadi faktor utama kenaikan harga.
 
Meski demikian, beberapa penggemar masih berusaha mendapatkan tiket dengan harga lebih terjangkau. 
 
Vasquez, yang awalnya gagal membeli tiket konser Beyoncé karena harga tinggi, akhirnya mendapatkan tiket dengan harga 200 dolar AS (sekitar Rp3,2 juta) keesokan harinya melalui presale khusus untuk pemegang kartu kredit Citi.
 
"Hanya dalam satu hari, harga turun drastis. Saya kenal beberapa orang yang membeli di hari pertama dan harus membayar jauh lebih mahal," kata Vasquez.
 
Baca juga: Wamenbud Sebut Transparansi jadi Masalah Terbesar dalam Industri Musik Indonesia

 
Menentukan Prioritas
 
Banyak penggemar kini lebih berhati-hati dalam mengalokasikan anggaran untuk konser. Yazmin Nevarez, seorang pekerja di Home Depot di Chicago dengan gaji 51.000 dolar AS (sekitar Rp832,4 juta) per tahun, menganggap konser sebagai sebuah kemewahan yang harus dipilih dengan bijak. 
 
Ia hanya akan menghadiri konser artis yang benar-benar ia sukai, seperti konser Bad Bunny di Puerto Rico yang tiketnya ia dapatkan dengan harga lebih terjangkau, yaitu 80 dolar AS (sekitar Rp1,3 juta).
 
Sementara itu, Allison Santa, seorang instruktur Pilates di Chicago, telah mengalami penipuan saat membeli tiket konser melalui iklan di media sosial. 
 
Ia kehilangan lebih dari 400 dolar AS (sekitar Rp6,5 juta) karena membeli tiket palsu untuk konser Chappell Roan. Kini, ia hanya akan membeli tiket melalui platform resmi agar tidak mengalami kerugian serupa.
 
Dengan harga tiket yang terus meningkat, banyak penggemar kini harus lebih selektif dan cermat dalam memilih konser yang akan mereka hadiri. Bagi Generasi Z, konser tetap menjadi pengalaman berharga, tetapi mengatur keuangan dengan bijak menjadi hal yang semakin penting.
 
(Nithania Septianingsih)

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ASA)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan