Sebelum kemerdekaan Indonesia, untuk menempuh pendidikan formal tentu tidak mudah. Apalagi menggapai status magister, bukan hanya strata satu (S1).
Pada tahun 1944, Nick belajar musik di Amsterdam Conservatorium, salah satu kampus seni bergengsi di Belanda. Fakta perjalanan pendidikan dan kariernya di bidang musik ini diceritakan oleh Prof. Tjut Nyak Deviana Daudsjah, M.Th., A.Mus.D. yang dekat semasa Nick hidup.
Musisi Indonesia Pertama yang Meraih Gelar Magister Musik
"Om Nick (sapaan Nick Mamahit oleh Prof. Deviana) Magister. Kalau di sana itu namanya kan Dipl., diplom, itu magister. Karena sekolahnya di sekolah tinggi. Kalau yang masuk universitas, strata satu di Eropa namanya Lic, bahasa latin," tuturnya kepada Medcom.id.
Kala itu, Nick telah berkeluarga. Salah satu anaknya pun tinggal di Belanda. Ia memutuskan mengejar ilmu musik di Eropa karena belum ada pendidikan musik formal yang memadai di Indonesia.
.jpg)
Ijazah Nick Mamahit yang diakui pemerintah Belanda (Foto: dok. Prof. Tjut Nyak Deviana)
"Saya lupa-lupa ingat tapi yang diceritakan ya karena belum ada musisi, belum ada perguruan tinggi yang memadai di sini. Beliau juga ada koneksi di Belanda ya berangkatnya ke sana," jelasnya.
Nick tidak hanya mahir di musik jazz. Dia juga piawai memainkan musik di beragam genre lainnya. Menurut Prof. Deviana, Nick adalah musisi multi-genre.
"Semuanya. Multi genre Om Nick. Main klasiknya bagus, main jazznya bagus, main pop-nya juga bagus," akunya.
Berbagi Ilmu Musik kepada Orang Banyak
Kelihaian Nick dalam bermusik tak disimpan untuk dirinya sendiri. Ia pulang ke Indonesia untuk menyebarkan ilmu yang diperolehnya dari Negeri Kincir Angin itu. Termasuk Prof. Deviana, yang menyerap ilmu darinya.
Deviana sendiri kenal dengan Nick karena obsesinya ingin memiliki kemampuan bermusik seperti Nick Mamahit. Awalnya, Deviana kecil mendengar alunan musik yang dimainkan Nick di jeda program TVRI. Kemudian, tertarik ingin belajar langsung dengan Nick.
Sepulangnya menempuh pendidikan musik di Jerman pada tahun 2000, mantan rektor Jazz & Rock Schulen Freiburg (perguruan tinggi musik di Jerman) ini menghampiri kediaman Nick di Cinere. Kemudian berkenalan, hingga akrab dengan sang guru. Deviana banyak membicarakan tentang ilmu musik dengan Nick.
"Beliau cerita soal macam-macam pengalaman di Belanda tahun 1950-an, beliau kasih kaset-kaset ke saya, produksi dulu rekamannya ada platnya piringan hitam diproduksi oleh label tahun 60-an namanya Remaco. Terkenal tuh dulu," kenang Deviana.
"Terus beliau sering mengeluh bahwa satu peser pun tidak terima dari royalti. Itu namanya musisi kalau belum mengerti bisnis management kan banyak yang tertipu," ungkapnya.

Barang peninggalan Nick Mamahit (Foto: medcom/krispen)
Berkarya sebagai Musisi, Tampil di Sejumlah Acara
Setelah Nick pulang dari Belanda ke Indonesia, ia sempat membentuk trio bernama The Progressief. Nick bergabung bersama dua orang Indonesia lainnya, Dick Abel dan Dick Van Der Capellen.
"Mereka rekam album lagu-lagu daerah Indonesia dan lagu anak-anak yang diaransemen ulang. Pokoknya menarik lah dalam format trio. Piano, bass, dan drum," katanya.
Kaset rekaman trio itu pun beredar luas. Namun, Nick kecewa karena saat itu musisi dianggap seperti organ tunggal. Padahal, ilmu yang didapatkannya secara formal tidak layak dipandang sebelah mata.
Di sisi lain, Nick mendapatkan tawaran untuk menampilkan kemampuannya bermain piano secara reguler di Hotel Mandarin, pada tahun 1980-an. Deviana mengatakan, Nick Mamahit rutin bermain sebagai pianist bar di Hotel tersebut. Nick juga mengajar musik secara privat di rumahnya.
"Saya bikin jazz festival namanya Indonesia Open Jazz. Saya ajak Om Nick tampil juga supaya dikenal sama generasi mudanya Bangsa Indonesia, karena Om kan adalah salah satu pelopor. Dan beliau adalah satu-satunya musisi akademisi di tahun 1950-an yang pulang ke Indonesia," paparnya.

Prof. Tjut Nyak Deviana Daudsjah, M.Th., A.Mus.D. bersama Nick Mamahit (Foto: dok. pribadi)
Ia menekankan bahwa zaman tersebut, kebanyakan musisi yang terkenal ialah musisi yang belajar secara otodidak. Deviana pun bertekad agar anak-anak muda dapat melihat panutan di bidang musik yang merupakan lulusan akademisi. Nick Mamahit meninggal dunia pada 3 Maret 2004.
"Waktu itu Om Nick sudah kena stroke, jadi selalu pakai sarung tangan. Tapi tetap main piano, bunyinya, tone-nya tetap saja bagus. Namanya juga orang yang sekolah benaran ya," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id