Film arahan sutradara Ineu Rahmawati ini menyuarakan realitas yang sering luput dari perhatian kita semua, yaitu keteguhan keluarga penyandang disabilitas. Film Mama Jo mengangkat kisah menyentuh tentang Santi, seorang ibu tangguh asal Indonesia, dan putranya Johan, seorang anak berusia 9 tahun yang hidup dengan kondisi cerebral palsy.
Penghargaan tersebut diterima oleh KUAI Kedutaan Besar Republik Indonesia di Sofia, Irvan Fachrizal. Golden FEMI Film Festival tahun ini turut dihadiri oleh Iliana Iotova, Wakil Presiden Republik Bulgaria, anggota dewan juri, para pembuat film, serta tamu undangan.
Baca juga: Ini Jadinya Kalau Pelatih Kebugaran Cosplay jadi Dora the Explorer |
Melalui pesan yang disampaikan secara resmi dalam acara tersebut, Ineu menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada panitia festival, para juri, dan penonton atas apresiasi yang diberikan terhadap film Mama Jo. Beliau tidak dapat hadir secara langsung karena kendala logistik, namun menyampaikan salam hangatnya dari Indonesia.
“Film ini adalah pengingat bahwa inklusi, akses, dan martabat adalah hak universal yang harus kita junjung bersama,” demikian disampaikan dalam pidato penerimaan penghargaan.
Penghargaan ini juga mencerminkan meningkatnya apresiasi dunia internasional terhadap sinema Indonesia. Pada tahun 2024, jumlah penonton film nasional mencapai angka 68,95 juta, tertinggi dalam sejarah perfilman Indonesia yang telah berlangsung selama 98 tahun. Hingga 2025, tercatat ada 2.088 layar bioskop di seluruh Indonesia, dan 60% dari total penonton lebih memilih menonton film lokal.
Lebih dari sekadar pencapaian box office, hal ini merupakan gerakan budaya yang menunjukkan kebangkitan cerita-cerita orisinal dan film yang menyuarakan berbagai sisi kemanusiaan. Para analis memproyeksikan bahwa industri film Indonesia akan tumbuh sebesar 20% hingga tahun 2027, didorong oleh permintaan tinggi terhadap dokumenter, animasi, dan kisah autentik, terutama di kawasan Asia-Pasifik.
Penghargaan Best Short Documentary di Sofia ini menjadi bukti nyata bahwa film dapat menjembatani pemahaman lintas budaya dan membangun empati yang mendalam antarbangsa.
Film Dokumenter Mama Jo direncanakan akan diputar pula di klub film Universitas Sofia dalam waktu dekat.
Ini bukan kali pertama Mama Jo berlaga di ajang internasional, sebelumnya film ini telah menembus nominasi Tokyo-Lift Network Film Festival 2024, nominasi dokumenter pendek terbaik FFI 2024, Special Jury Mention, Bosifest, Serbia 2024, dan nominasi pada Rodi Reflection of Disability Festival, Yunani 2024.
Baca juga: 9 Fakta Film Malaysia Blood Brothers: Bara Naga, Komposer Indonesia Ikut Berkolaborasi |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News