Film yang disutradarai BW Purba Negara juga meraih nomine untuk kategori Film Terbaik, Sutradara Terbaik, dan Skenario Terbaik. Deretan nomine itu diumumkan AIFFA 2017 di Kuching, Sarawak, Malaysia pada Kamis malam, 4 Mei.
Tak ada yang menyangka nenek Ponco, begitu ia disapa, akan meraih nomine. Mengingat, nenek Ponco belum pernah sekalipun bermain peran di dalam film. Dalam film Ziarah, nenek Ponco berperan sebagai tokoh utama yang hidup di zaman pascakemerdekaan.
Saat diminta menceritakan bagaimana ia bisa bermain peran, nenek Ponco masih bisa bercerita cukup baik. Perempuan yang suka minum teh tanpa gula ini mengisahkan sejumlah adegan yang diperankan kendati tidak rinci.
“Saya di dalam film berperan dengan nama Sri. Katanya disuruh cari kuburan seseorang. Saya juga beli kembang di pasar buat ditaburkan di atas makam," kata nenek Ponco dalam bahasa Jawa saat dijumpai Metrotvnews.com, Selasa, 9 Mei 2017.
Nenek Ponco mengingat, dalam pengambilan gambar ia diajak sutradara ke sejumlah lokasi pada 2015. Diantaranya, Bayat dan Jombor di Klaten Jawa Tengah, serta Embung Bathara Sriten di Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunungkidul.
Tempat-tempat itu, seingat dia, dikunjungan dua kali. Pertama, pengambilan gambar selama empat hari, kemudian kedua saat pengambilan gambar selama delapan hari.
Ziarah bercerita tentang agresi militer Belanda kedua pada 1948. Sri dikisahkan terpisah dari Prawiro, lelaki yang merupakan suaminya dalam film itu. Sekian tahun mencari dan tak kunjung ketemu, Sri bertemu sahabatnya Prawiro.
Nenek Ponco kurang fasih bercerita panjang lebar lantaran usia. Namun, ada satu yang dia ungkapkan, meski tak bisa membaca, ia tak merasa canggung untuk beradu akting dengan mereka yang lebih jago. Selama proses syuting, ia hanya mengaku mengikuti seluruh arahan sutradara dalam memainkan peran.
“Sampai keponakan saya itu tanya, kok berani main film padahal tidak bisa membaca," kata nenek yang memiliki 7 anak, 27 cucu, dan 4 cicit ini.
Namun, bukan berarti tanpa kendala. Nenek Ponco mengaku beberapa kali tertawa ketika diminta berbicara bahasa jawa halus.
Kontribusi nenek Ponco di film Ziarah mengingatkannya pada puluhan tahun lalu ketika usianya masih 16 tahun. Ia mengaku, pekarangan rumahnya terkana bom hingga pintu rumahnya jebol. Ketika itu, ia sudah menikah dengan Ponco Sentono dan menggendong anak pertamanya bernama Sagiyem.
“Lalu lari masuk ke dalam lubang yang dibuat biar aman,” katanya.
Di usianya yang hapir satu abad ini, nenek Ponco tetap bersahaja. Ia tinggal di sebuah rumah sederhana berama anak kelimanya, Kamti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News