Bagi Asmara, panggung Locarno bukan hal asing. Pada 2022, ia mencetak prestasi besar dengan masuk nominasi Aktris Terbaik lewat film Stone Turtle. Kini, ia kembali bukan sebagai peserta, melainkan sebagai pengambil keputusan atau seorang juri, peran yang mempertegas langkahnya sebagai salah satu figur sinema Asia Tenggara yang patut diperhitungkan.
Keikutsertaan Asmara melengkapi deretan nama perempuan Indonesia yang sedang menorehkan jejak kuat di kancah global. Yulia Evina Bhara, produser dari film The Science of Fictions yang juga dibintangi Asmara, tahun ini menjabat sebagai juri Semaine de la Critique di Festival Film Cannes serta Emmy Awards.
Sementara Kamila Andini, sutradara kenamaan Tanah Air, baru saja diundang sebagai anggota Academy of Motion Picture Arts and Sciences, lembaga di balik ajang Oscar, dan menjadi sineas perempuan Indonesia pertama yang memiliki hak suara di ajang tersebut.
baca juga:
|
Trio perempuan ini kini dianggap sebagai wajah baru sinema Asia Tenggara yang sedang menantang dominasi barat di ruang-ruang pengambilan keputusan seni dunia.
Dari Layar ke Kursi Juri Dunia
Asmara dikenal sebagai aktris dengan preferensi peran tak biasa. Kariernya dimulai dari film bisu eksperimental Setan Jawa (2016), lalu meledak lewat Pengabdi Setan, Perempuan Tanah Jahanam, hingga film internasional seperti Crossroads: One Two Jaga dan Stone Turtle. Ia juga aktif di dunia festival sebagai juri di Jakarta Film Week, Alternativa, dan ReelOzInd!.
Tak hanya di depan kamera, ia pun dikenal tekun memperluas perspektif sinematiknya lewat jalur akademis dan pelatihan. Ia adalah alumnus Berlinale Talents 2023, serta lulusan cum laude program M.A. di bidang Luxury Branding di Milan, kombinasi unik antara seni, akademik, dan kepekaan sosial yang jarang dimiliki aktris muda.
Panggung Locarno dan Asia Tenggara yang Mendunia
Festival Film Locarno yang sudah berlangsung sejak 1946 merupakan rumah bagi karya eksperimental dan sinema independen yang progresif. Dalam edisi tahun ini, penghargaan Leopard of Honour akan diberikan pada sutradara Alexander Payne, dan Lifetime Achievement Award kepada aktris legendaris Lucy Liu.
Bagi Asmara, kehadiran sebagai juri tahun ini bukan hanya pencapaian pribadi, tapi juga bagian dari narasi kolektif seniman Asia Tenggara yang mulai diakui dunia. Ia membawa serta semangat kawasan, kisah perempuan, dan sensitivitas budaya dalam setiap keterlibatannya, termasuk dalam film terbarunya The Ghost and The Gun, Sihir Pelakor dan Black Coffee yang saat ini dalam proses syuting bersama Reza Rahadian dan Ine Febriyanti.
Asmara Abigail bukan lagi sekadar wajah di layar. Kini ia adalah suara yang menilai layar. Dan dari balik panel juri Locarno, dunia akan mendengar perspektif sinema Asia Tenggara melalui sorot matanya.
(Cony Brilliana)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News