Jumpa pers film Perang Jawa (Foto: medcom)
Jumpa pers film Perang Jawa (Foto: medcom)

Film Perang Jawa Angkat Sosok Pangeran Diponegoro sebagai Simbol Perlawanan

Elang Riki Yanuar • 21 Juli 2025 21:34
Jakarta: Visinema secara resmi mengumumkan proyek film terbarunya bertajuk Perang Jawa, sebuah film epik yang mengangkat kisah perlawanan Pangeran Diponegoro terhadap penjajahan Belanda pada abad ke-19. Proyek ambisius ini akan disutradarai oleh Angga Dwimas Sasongko dan diproduseri secara eksekutif oleh Gita Wirjawan, serta melibatkan sejarawan ternama Peter Carey sebagai konsultan sejarah.
 
Disampaikan langsung dalam konferensi pers di Jakarta, Perang Jawa digambarkan sebagai proyek sinema berskala besar yang bukan hanya penting bagi sejarah Indonesia, tapi juga bagi Asia Tenggara. 
 
Film ini dijadwalkan memasuki tahap produksi pada 2027 dan menjanjikan pendekatan visual serta naratif yang menggabungkan skala sinematik global dengan perspektif lokal khas Indonesia.

“Saya selalu beranggapan bahwasanya pemahaman, kepekaan terhadap sejarah itu sangat bermanfaat untuk bagaimana kita bisa maju ke depan,” ujar Gita Wirjawan, menekankan pentingnya mengenang sejarah melalui karya sinema. 
 
baca juga: Heartbreak Motel Jadi Film Drama Romansa Termahal Angga Dwimas Sasongko

 
Ia juga menyebut bahwa kisah Diponegoro sangat relevan untuk generasi masa kini karena membawa nilai-nilai luhur yang mulai tergerus zaman.
 
Gita menambahkan bahwa banyak masyarakat saat ini menderita dari apa yang ia sebut sebagai “amnesia historis”, sebuah kondisi di mana kita lupa terhadap peristiwa-peristiwa penting yang membentuk bangsa. Lewat Perang Jawa, Gita berharap bisa membangkitkan kembali ingatan dan kesadaran kolektif bangsa akan perjuangan penuh integritas dari sosok Diponegoro.
 
Sementara itu, Angga Dwimas Sasongko selaku founder dan CEO Visinema, menegaskan bahwa film ini akan membawa pengalaman sinematik yang menggugah. 
 
"Kami ingin menciptakan dunia, bercerita lewat visual, dan membangun pengalaman yang menggugah sehingga penonton bisa merasakan intensitas perang ini melalui perspektif khas Indonesia," katanya.
 
Salah satu sorotan penting adalah keterlibatan sejarawan asal Inggris Peter Carey, penulis buku The Power of Prophecy: Prince Dipanagara and the End of an Old Order in Java, 1785–1855. Carey menyampaikan betapa kuatnya karakter Diponegoro sebagai pemimpin spiritual dan simbol anti-kolonialisme.
 
baca juga: 
 

 
“Bagi saya, untuk zaman sekarang kualitas yang utama dari Diponegoro adalah integritas dan tidak berkompromi. Sangat layak dan sangat patut diingatkan seumpamanya film ini bisa menghidupkan kembali sosoknya,” ungkap Peter Carey.
 
Ia juga menyinggung pertemuan bersejarah antara Jenderal De Kock dan Diponegoro di Magelang, sebagai contoh keteguhan karakter Diponegoro yang tidak gentar atau terpengaruh gaya berpikir kolonial. 
 
“Tidak ada satu saat dimana dia menunjukkan ketakutan apapun, ia sangat yakin, sangat belak-belakan, sangat tidak Jawa. Diponegoro tidak punya otak yang sudah dirubus oleh zaman kolonial. Sangat sangat straight forward,” ujar Carey dalam konferensi pers pada Senin (21/07).
 
Film ini juga menjadi momentum peringatan 200 tahun dimulainya Perang Diponegoro pada 20 Juli 1825, ketika pemerintah kolonial memaksa pembangunan jalan di atas tanah leluhur sang Pangeran, sebuah tindakan yang memicu salah satu perang paling berdarah dalam sejarah Asia Tenggara.
 
Diproduksi oleh Taufan Adryan dan ditulis oleh Ifan Ismail, skenario film ini menjanjikan pendekatan historis yang kuat, dengan bimbingan langsung dari Carey. Dengan rekam jejak Visinema melalui film-film sukses seperti Mencuri Raden Saleh, 13 Bom di Jakarta, dan Jumbo, Perang Jawa diproyeksikan menjadi tonggak penting baru dalam perfilman Indonesia.
 
(Cony Brilliana)
 

 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ELG)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan