YOUR FASHION
Potensi Industri Fesyen Tanah Air dalam Kacamata Pusat Mode Dunia
Yuni Yuli Yanti
Sabtu 27 Juli 2024 / 07:38
Jakarta: Selama 20 tahun terakhir, JF3 telah menyaksikan perjalanan para desainer, brand, dan elemen lainnya di industri fashion Indonesia. Namun, sepanjang perjalanan itu, menurut Thresia Mareta, Advisor JF3 and Co-Inisiator PINTU Incubator, perkembangan industri fesyen di tanah air masih stagnan.
"Kalau boleh berkata jujur, industri fesyen kita selama 20 tahun ini jalan di tempat. Kami menginisiasi Pintu Incubator untuk terkoneksi ekosistem fesyen di Paris. Kami melihat bagaimana mereka bekerja dengan standar yang diakui secara internasional. Kami jadi membandingkan, apa yang dilakukan di sini, dengan apa yang mereka lakukan di sana. Faktanya masih sangat jauh. Namun, itu bukan berarti kita enggak bisa. Artinya kita perlu melakukan sesuatu," ungkap Thresia dalam diskusi JF3 Talk Vol. 3 di Auditorium Institut Francais Indonesia (IFI), Jakarta.
Fashion mungkin telah mendarah daging di budaya Paris, Perancis. Alasan Paris disebut sebagai kota mode dunia adalah banyak perancang busana legendaris, rumah atau butik mode kelas dunia, sekolah mode ternama, museum, pameran, dan peragaan busana lahir di kota ini.
Dalam diskusi Sylvie Pourrat, Direktur Premiere Classe, Paris Trade Show, mengatakan Paris merupakan sebuah kota internasional di mana fesyen terlihat oleh semua orang di dunia. Jadi, kesempatan untuk berada di Paris adalah untuk mendapatkan inspirasi, menjalin kerjasama, berkolaborasi dan lain sebagainya. Namun, orang Perancis bukan sebuah kota untuk menilai.
"Sebagai desainer Indonesia, misi yang diutamakan adalah menunjukkan kepada masyarakat dan ekosistem bahwa kita adalah seorang desainer. Dari manapun asalnya, yang penting bagi seorang desainer adalah menciptakan sebuah koleksi. Kita perlu merasakan tujuan, jiwa, dan cerita dan membuat produk lebih baik dengan semua nilai kesejahteraan," ujar Sylvie.
Ketika, ia memulai pekerjaan 25 tahun yang lalu, lanjut Sylvie, desainer datang dari Tokyo, Amerika, Maroko, dan negara lainnya. Mereka mencoba Paris dan mencoba untuk memulai koleksi. Akhirnya, pemerintah menghabiskan banyak uang untuk membantu para desainer. Namun, hal itu tidak semata-mata langsung berhasil. Paris merupakan tempat untuk fesyen internasional. Tapi, desainer harus bersiap sebelum meluncur di Paris.
"Terkadang, kita masih menemukan banyak desainer yang tidak memiliki kesempatan untuk bermain di Paris, sehingga mereka harus menjaga keadaan dan membuat bisnis lokal. Saya juga memikirkan desainer di Afrika, misalnya. Menurut saya, lebih baik kita mempersiapkan mereka untuk mengembangkan bisnis lokal, bukan untuk menghabiskan uang dan waktu di Paris. Jadi, ini adalah program yang besar. Prioritas saya adalah untuk melihat desainer sebagai desainer. Lebih inklusif. Kita berbicara mengenai desainer, brand, persona, dan kualitas karena ini sangat penting," jelas Sylvie.
Sementara itu, Ni Made Ayu Marthini, Deputi Bidang Pemasaran, Kemenparekraf RI turut menyampaikan dari 17 industri kreatif, kalau dilihat dari nilai ekonominya, 55 persen berasal dari bidang fesyen, 37 persen dari kuliner dan ketiga dari bidang kerajinan tangan.
Kekuatan kami didasarkan pada budaya dan jika melihat kain dari seluruh Indonesia itu sangat melimpah dan beragam. Jadi menurut saya, dengan kreativitas, inovasi, teknologi, kita bisa berinovasi dan berkreasi.
"Kita Indonesia perlu berkolaborasi dan bekerja sama dengan para pemangku kepentingan internasional. Agar tahu tren dan kebutuhan pasar seperti apa. Karena mungkin menurut saya yang saya pakai sekarang, yaitu batik asal Pekalongan, cantik, tapi di mata masyarakat global mungkin tidak, karena tidak paham. Jadi ini adalah sesuatu yang tidak hanya perlu kita kembangkan, tapi juga promosikan. Dan kami di Kemenparekraf, promosi digital seperti media sosial itu sangat penting," tuturnya.
Lebih lanjut, Ni Made Ayu menjelaskan bahwa saat ini Kemenparekraf memiliki media sosial Indonesia yang luar biasa dan persona Indonesia untuk domestik.
"Kami baru menciptakannya sekitar setahun terakhir, yang kami sebut Creative by Indonesia. Jadi saya rasa hari ini kami akan membuat promosi di sana juga bukan hanya untuk melihatnya, tapi juga untuk menginspirasi, memberikan inspirasi bagi orang Indonesia akan produk atau fashionnya dan juga untuk memberikan apresiasi kepada orang-orang di balik kreativitas tersebut," pungkas Ni Made Ayu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(yyy)
"Kalau boleh berkata jujur, industri fesyen kita selama 20 tahun ini jalan di tempat. Kami menginisiasi Pintu Incubator untuk terkoneksi ekosistem fesyen di Paris. Kami melihat bagaimana mereka bekerja dengan standar yang diakui secara internasional. Kami jadi membandingkan, apa yang dilakukan di sini, dengan apa yang mereka lakukan di sana. Faktanya masih sangat jauh. Namun, itu bukan berarti kita enggak bisa. Artinya kita perlu melakukan sesuatu," ungkap Thresia dalam diskusi JF3 Talk Vol. 3 di Auditorium Institut Francais Indonesia (IFI), Jakarta.
Fashion mungkin telah mendarah daging di budaya Paris, Perancis. Alasan Paris disebut sebagai kota mode dunia adalah banyak perancang busana legendaris, rumah atau butik mode kelas dunia, sekolah mode ternama, museum, pameran, dan peragaan busana lahir di kota ini.
Dalam diskusi Sylvie Pourrat, Direktur Premiere Classe, Paris Trade Show, mengatakan Paris merupakan sebuah kota internasional di mana fesyen terlihat oleh semua orang di dunia. Jadi, kesempatan untuk berada di Paris adalah untuk mendapatkan inspirasi, menjalin kerjasama, berkolaborasi dan lain sebagainya. Namun, orang Perancis bukan sebuah kota untuk menilai.
"Sebagai desainer Indonesia, misi yang diutamakan adalah menunjukkan kepada masyarakat dan ekosistem bahwa kita adalah seorang desainer. Dari manapun asalnya, yang penting bagi seorang desainer adalah menciptakan sebuah koleksi. Kita perlu merasakan tujuan, jiwa, dan cerita dan membuat produk lebih baik dengan semua nilai kesejahteraan," ujar Sylvie.
Ketika, ia memulai pekerjaan 25 tahun yang lalu, lanjut Sylvie, desainer datang dari Tokyo, Amerika, Maroko, dan negara lainnya. Mereka mencoba Paris dan mencoba untuk memulai koleksi. Akhirnya, pemerintah menghabiskan banyak uang untuk membantu para desainer. Namun, hal itu tidak semata-mata langsung berhasil. Paris merupakan tempat untuk fesyen internasional. Tapi, desainer harus bersiap sebelum meluncur di Paris.
"Terkadang, kita masih menemukan banyak desainer yang tidak memiliki kesempatan untuk bermain di Paris, sehingga mereka harus menjaga keadaan dan membuat bisnis lokal. Saya juga memikirkan desainer di Afrika, misalnya. Menurut saya, lebih baik kita mempersiapkan mereka untuk mengembangkan bisnis lokal, bukan untuk menghabiskan uang dan waktu di Paris. Jadi, ini adalah program yang besar. Prioritas saya adalah untuk melihat desainer sebagai desainer. Lebih inklusif. Kita berbicara mengenai desainer, brand, persona, dan kualitas karena ini sangat penting," jelas Sylvie.
Sementara itu, Ni Made Ayu Marthini, Deputi Bidang Pemasaran, Kemenparekraf RI turut menyampaikan dari 17 industri kreatif, kalau dilihat dari nilai ekonominya, 55 persen berasal dari bidang fesyen, 37 persen dari kuliner dan ketiga dari bidang kerajinan tangan.
Kekuatan kami didasarkan pada budaya dan jika melihat kain dari seluruh Indonesia itu sangat melimpah dan beragam. Jadi menurut saya, dengan kreativitas, inovasi, teknologi, kita bisa berinovasi dan berkreasi.
"Kita Indonesia perlu berkolaborasi dan bekerja sama dengan para pemangku kepentingan internasional. Agar tahu tren dan kebutuhan pasar seperti apa. Karena mungkin menurut saya yang saya pakai sekarang, yaitu batik asal Pekalongan, cantik, tapi di mata masyarakat global mungkin tidak, karena tidak paham. Jadi ini adalah sesuatu yang tidak hanya perlu kita kembangkan, tapi juga promosikan. Dan kami di Kemenparekraf, promosi digital seperti media sosial itu sangat penting," tuturnya.
Lebih lanjut, Ni Made Ayu menjelaskan bahwa saat ini Kemenparekraf memiliki media sosial Indonesia yang luar biasa dan persona Indonesia untuk domestik.
"Kami baru menciptakannya sekitar setahun terakhir, yang kami sebut Creative by Indonesia. Jadi saya rasa hari ini kami akan membuat promosi di sana juga bukan hanya untuk melihatnya, tapi juga untuk menginspirasi, memberikan inspirasi bagi orang Indonesia akan produk atau fashionnya dan juga untuk memberikan apresiasi kepada orang-orang di balik kreativitas tersebut," pungkas Ni Made Ayu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(yyy)