WISATA
Pesona Bekas Tambang Marmer Tunua
Arthurio Oktavianus Arthadiputra
Minggu 23 Mei 2021 / 11:00
Timor Tengah Selatan: Wisata alam yang dimiliki Nusa Tenggara Timur bisa dibilang tak pernah ada habisnya. Pesona yang dipancarkan tanah Timor selalu membuat semua mata terbelalak karena takjub. Seperti pesona Desa Tunua, dibekas tambang batu marmernya.
Tunua adalah satu desa yang berada di wilayah Mollo Utara, Timur Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Desa ini berada sekitar 50 kilometer dari Soe, ibu kota kabupaten Timor Tengah Selatan.
Desa Tunua dikenal sebagai bekas lokasi tambang marmer, tepatnya di bukit Naetapan, yang beroperasi sejak tahun 2000, dengan luas 10,5 hektar. Tambang marmer ini mendapat penolakan dari masyarakat adat setempat disebabkan timbulnya kerusakan alam.
Adalah masyarakat adat Mollo sebagai penduduk asli yang mengadakan perlawanan terhadap operasional pertambangan. Dari lereng Gunung Mutis, penduduk bahu membahu mempertahankan tanah asal-usul leluhurnya.
Kaum ibu melawan dengan cara menenun di celah-celah gunung batu yang akan ditambang. Malamnya, gantian kaum bapak yang bertahan melawan dengan menduduki lahan dan tidur di dalam tenda.
Perjuangan orang-orang Mollo pun mencapai puncaknya di tahun 2012 dan operasional tambang berhenti total. Kini, bekas tambang marmer tersebut beralih menjadi lokasi wisata.
Destinasi bekas tambang marmer di Desa Tunua ramai dikunjungi para traveler. Bongkahan batu marmer aneka bentuk dan tebing-tebing rata bekas kerja mesin tambang, menjadi penanda kekayaan alam orang Mollo yang sudah dieksploitasi.
.jpg)
(Bongkahan batu yang berserakan di bekas tambang marmer Desa Tunua menjadi latar para traveler saat mengabadikan diri. Foto: Dok. Arthurio Oktavianus)
Masyarakat adat Mollo hidup berdampingan dengan alam dan menghormati nilai adat leluhurnya. Tanah, batu, air dan hutan adalah jati diri orang Mollo. Bagi mereka, air adalah darah, hutan adalah rambut, tanah adalah daging, dan batu adalah tulang.
Batu merupakan ritus adat yang menghubungkan orang Mollo dengan para leluhur. Kalau tak ada batu, tak ada pula nama belakang orang Mollo. Batu adalah sejarah lahirnya delapan marga utama di Pulau Timor.
Dalam masyarakat Timor, alam adalah satu kesatuan dengan manusia. Ada filosofi Ume kbubu (rumah adat orang Timor) yang berdiri kukuh dengan amnesat (dasar/pondasi), nij (tiang), dan tefi (atap).
Sebagai pondasi, amnesat diibaratkan sebagai oekanaf (air), dengan penyangganya berupa fatukanaf (batu) dan haukanaf (kayu).
Nij diibaratkan sebagai afu (tanah) yang merupakan tempat bertanam, beternak, dan mendirikan rumah, dan tefi diibaratkan sebagai pena nok ane (jerih payah) yang diperoleh dari oekanaf, fatukanaf, haukanaf, serta afu.
Filosofi tersebut meneguhkan bahwa Mollo tidak bisa dipisahkan dari tanah, hutan, air, batu, kayu, serta binatang-binatang yang hidup di dalamnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(TIN)
Tunua adalah satu desa yang berada di wilayah Mollo Utara, Timur Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Desa ini berada sekitar 50 kilometer dari Soe, ibu kota kabupaten Timor Tengah Selatan.
Desa Tunua dikenal sebagai bekas lokasi tambang marmer, tepatnya di bukit Naetapan, yang beroperasi sejak tahun 2000, dengan luas 10,5 hektar. Tambang marmer ini mendapat penolakan dari masyarakat adat setempat disebabkan timbulnya kerusakan alam.
Adalah masyarakat adat Mollo sebagai penduduk asli yang mengadakan perlawanan terhadap operasional pertambangan. Dari lereng Gunung Mutis, penduduk bahu membahu mempertahankan tanah asal-usul leluhurnya.
Kaum ibu melawan dengan cara menenun di celah-celah gunung batu yang akan ditambang. Malamnya, gantian kaum bapak yang bertahan melawan dengan menduduki lahan dan tidur di dalam tenda.
Perjuangan orang-orang Mollo pun mencapai puncaknya di tahun 2012 dan operasional tambang berhenti total. Kini, bekas tambang marmer tersebut beralih menjadi lokasi wisata.
Destinasi bekas tambang marmer di Desa Tunua ramai dikunjungi para traveler. Bongkahan batu marmer aneka bentuk dan tebing-tebing rata bekas kerja mesin tambang, menjadi penanda kekayaan alam orang Mollo yang sudah dieksploitasi.
.jpg)
(Bongkahan batu yang berserakan di bekas tambang marmer Desa Tunua menjadi latar para traveler saat mengabadikan diri. Foto: Dok. Arthurio Oktavianus)
Alam dan orang Mollo
Masyarakat adat Mollo hidup berdampingan dengan alam dan menghormati nilai adat leluhurnya. Tanah, batu, air dan hutan adalah jati diri orang Mollo. Bagi mereka, air adalah darah, hutan adalah rambut, tanah adalah daging, dan batu adalah tulang.
Batu merupakan ritus adat yang menghubungkan orang Mollo dengan para leluhur. Kalau tak ada batu, tak ada pula nama belakang orang Mollo. Batu adalah sejarah lahirnya delapan marga utama di Pulau Timor.
Dalam masyarakat Timor, alam adalah satu kesatuan dengan manusia. Ada filosofi Ume kbubu (rumah adat orang Timor) yang berdiri kukuh dengan amnesat (dasar/pondasi), nij (tiang), dan tefi (atap).
Sebagai pondasi, amnesat diibaratkan sebagai oekanaf (air), dengan penyangganya berupa fatukanaf (batu) dan haukanaf (kayu).
Nij diibaratkan sebagai afu (tanah) yang merupakan tempat bertanam, beternak, dan mendirikan rumah, dan tefi diibaratkan sebagai pena nok ane (jerih payah) yang diperoleh dari oekanaf, fatukanaf, haukanaf, serta afu.
Filosofi tersebut meneguhkan bahwa Mollo tidak bisa dipisahkan dari tanah, hutan, air, batu, kayu, serta binatang-binatang yang hidup di dalamnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TIN)