FITNESS & HEALTH
Mengenal Fenomena Hustle Culture dan Dampaknya
Raka Lestari
Jumat 20 Agustus 2021 / 14:12
Jakarta: Rutinitas bekerja sudah menjadi aktivitas sehari-hari untuk dilakukan dalam memenuhi kesejahteraan hidup. Tetapi seringkali seseorang menanggapi pekerjaan secara berlebihan, bahkan hingga harus mengorbankan waktu luang yang dimiliki.
Fenomena hustle culture ini terjadi lantaran adanya motivasi seseorang untuk bekerja melebihi batas waktu demi meraih kesuksesan. Bekerja keras lebih banyak daripada waktu normal, seolah bagaikan prinsip yang ditekankan oleh orang ‘pengidap’ hustle culture.
Sebenarnya, kesuksesan bisa tercapai melalui berbagai macam hal. Tidak serta merta hanya bekerja saja tanpa memperhatikan kondisi tubuh. Gaya hidup hustle culture merusak work life balance sehingga berdampak buruk bagi kesehatan mental dan emosional.
“Tren hustle culture ini hampir dialami oleh sebagian besar pekerja di berbagai perusahaan, terutama kalangan generasi milenial yang fresh graduate. Tuntutan kebutuhan hidup yang banyak mengharuskan mereka bekerja lebih keras supaya mendapatkan penghasilan besar meskipun mengesampingkan kesehatan diri sendiri,” tutur Graheta Rara Purwasono, M.Psi, psikolog dan tim konselor dari aplikasi konseling karyawan Riliv.
Kendati demikian, Rara mengemukakan bila pengaruh eksternal juga bisa memicu seseorang untuk menerapkan hustle culture. Kalau ditinjau dari faktor eksternal, pemicunya yaitu quotes dari orang-orang sukses.
"Memang tidak salah dengan mengonsumsi hal itu, tapi apabila sampai salah pemahaman, maka akan berakibat pada pemaksaan diri sendiri untuk gila bekerja,” ujarnya.
Dampak buruknya mulai dari burnout (stres berat), kelelahan, dan lebih berbahaya lagi bisa menyebabkan kematian. Sudah banyak kasus kematian yang terjadi akibat hustle culture dalam dunia kerja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(FIR)
Fenomena hustle culture ini terjadi lantaran adanya motivasi seseorang untuk bekerja melebihi batas waktu demi meraih kesuksesan. Bekerja keras lebih banyak daripada waktu normal, seolah bagaikan prinsip yang ditekankan oleh orang ‘pengidap’ hustle culture.
Sebenarnya, kesuksesan bisa tercapai melalui berbagai macam hal. Tidak serta merta hanya bekerja saja tanpa memperhatikan kondisi tubuh. Gaya hidup hustle culture merusak work life balance sehingga berdampak buruk bagi kesehatan mental dan emosional.
“Tren hustle culture ini hampir dialami oleh sebagian besar pekerja di berbagai perusahaan, terutama kalangan generasi milenial yang fresh graduate. Tuntutan kebutuhan hidup yang banyak mengharuskan mereka bekerja lebih keras supaya mendapatkan penghasilan besar meskipun mengesampingkan kesehatan diri sendiri,” tutur Graheta Rara Purwasono, M.Psi, psikolog dan tim konselor dari aplikasi konseling karyawan Riliv.
Kendati demikian, Rara mengemukakan bila pengaruh eksternal juga bisa memicu seseorang untuk menerapkan hustle culture. Kalau ditinjau dari faktor eksternal, pemicunya yaitu quotes dari orang-orang sukses.
"Memang tidak salah dengan mengonsumsi hal itu, tapi apabila sampai salah pemahaman, maka akan berakibat pada pemaksaan diri sendiri untuk gila bekerja,” ujarnya.
Dampak buruknya mulai dari burnout (stres berat), kelelahan, dan lebih berbahaya lagi bisa menyebabkan kematian. Sudah banyak kasus kematian yang terjadi akibat hustle culture dalam dunia kerja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIR)