Jakarta: Kuliner daerah memang selalu menarik untuk diulik, termasuk kuliner Gorontalo yang belum terlalu luas dikenal. Padahal, Gorontalo punya kekayaan kuliner yang menakjubkan, dan sudah menjadi bagian dari budaya warga Gorontalo.
Di samping itu, makanan khas Gorontalo yang kering dan tahan lama bisa lebih banyak dipromosikan di kota besar di luar Gorontalo. Seperti apa profil kuliner Gorontalo? Yuk, kita telusuri jejak sejarah dan budaya yang terkait kuliner Gorontalo:
Menurut Food anthropologist dan dosen antropologi di FISIP Unpad Seto Nurseto, kuliner Gorontalo memiliki sejarah panjang. Ketika bangsa Arab, Cina, dan Belanda datang, berbagai sisi kebudayaan etnis Gorontalo terpengaruh, termasuk budaya kulinernya.
“Pengaruh Islam dalam kuliner Gorontalo sangat kuat. Yang menarik, kuliner menjadi identitas pembeda antara Gorontalo dan etnis lain yang menjadi tetangganya, misalnya Minahasa. Karena kepercayaan yang berbeda, bahan pangan yang digunakan jadi berbeda. Jika etnis Minahasa mengonsumsi daging babi, etnis Gorontalo mengonsumsi daging sapi," terang Seto.
Karena pengaruh Arab, maka sejumlah peringatan keagamaan pun dihiasi oleh makanan Gorontalo. Misalnya, 12 Rabiul Awal, yang menjadi hari lahir Nabi Muhammad SAW, disimbolkan dengan pangan. Orang Gorontalo mensyukuri kelahiran Rasulullah dengan melakukan sedekah bumi berdasarkan hasil bumi yang dimiliki.
Sepanjang bulan Ramadan pun Tili’aya disajikan, terutama di keluarga yang masih memegang tradisi. Biasanya Tili’aya disuguhkan saat sahur atau sesudah tarawih.
Karena terbuat dari telur bebek, gula merah, dan santan, maka Tili’aya dinilai mengandung protein yang tinggi dan berfungsi sebagai suplemen alami. Apalagi, proses pembuatannya sederhana dan cepat, tidak memerlukan proses panjang, sehingga zat gizinya utuh. Karena itu, tepat disantap oleh orang yang berpuasa.
Terkait sejarah yang berhubungan dengan keberadaan kerajaan, Gorontalo masih memiliki makanan yang menjadi makanan tertua di daerah tersebut, yaitu Ilabulo. Makanan ini menjadi simbol perdamaian di antara raja-raja yang sedang bertikai.
Ilabulo dibuat dari sagu dan kulit ayam yang dicampurkan, dibungkus daun pisang, lalu dikukus atau dibakar. Makanan sederhana tersebut sampai sekarang masih mudah ditemukan di berbagai acara maupun sebagai jajanan sehari-hari. Seiring perkembangan zaman, oleh warga Gorontalo makanan ini disimbolkan sebagai syukuran setelah khitanan.
Ada lagi makanan yang nyaris langka, yaitu Bode’o. Semacam sambal, serundeng, atau abon, tapi berbeda. Bode’o terbuat dari kelapa cukur yang disangrai, lalu ditumbuk halus, serta diberi bumbu, seperti jinten, ketumbar, jahe, kunyit, lengkuas, dan sereh.
Biasanya makanan ini dibawakan untuk anak dari desa yang merantau untuk sekolah di kota. Bode’o umumnya disantap bersama nasi atau singkong.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)
Di samping itu, makanan khas Gorontalo yang kering dan tahan lama bisa lebih banyak dipromosikan di kota besar di luar Gorontalo. Seperti apa profil kuliner Gorontalo? Yuk, kita telusuri jejak sejarah dan budaya yang terkait kuliner Gorontalo:
1. Pengaruh Arab yang kuat
Menurut Food anthropologist dan dosen antropologi di FISIP Unpad Seto Nurseto, kuliner Gorontalo memiliki sejarah panjang. Ketika bangsa Arab, Cina, dan Belanda datang, berbagai sisi kebudayaan etnis Gorontalo terpengaruh, termasuk budaya kulinernya.
“Pengaruh Islam dalam kuliner Gorontalo sangat kuat. Yang menarik, kuliner menjadi identitas pembeda antara Gorontalo dan etnis lain yang menjadi tetangganya, misalnya Minahasa. Karena kepercayaan yang berbeda, bahan pangan yang digunakan jadi berbeda. Jika etnis Minahasa mengonsumsi daging babi, etnis Gorontalo mengonsumsi daging sapi," terang Seto.
2. Kuliner Gorontalo di perayaan agama
Karena pengaruh Arab, maka sejumlah peringatan keagamaan pun dihiasi oleh makanan Gorontalo. Misalnya, 12 Rabiul Awal, yang menjadi hari lahir Nabi Muhammad SAW, disimbolkan dengan pangan. Orang Gorontalo mensyukuri kelahiran Rasulullah dengan melakukan sedekah bumi berdasarkan hasil bumi yang dimiliki.
Sepanjang bulan Ramadan pun Tili’aya disajikan, terutama di keluarga yang masih memegang tradisi. Biasanya Tili’aya disuguhkan saat sahur atau sesudah tarawih.
Karena terbuat dari telur bebek, gula merah, dan santan, maka Tili’aya dinilai mengandung protein yang tinggi dan berfungsi sebagai suplemen alami. Apalagi, proses pembuatannya sederhana dan cepat, tidak memerlukan proses panjang, sehingga zat gizinya utuh. Karena itu, tepat disantap oleh orang yang berpuasa.
3. Simbol perdamaian dua kerajaan
Terkait sejarah yang berhubungan dengan keberadaan kerajaan, Gorontalo masih memiliki makanan yang menjadi makanan tertua di daerah tersebut, yaitu Ilabulo. Makanan ini menjadi simbol perdamaian di antara raja-raja yang sedang bertikai.
Ilabulo dibuat dari sagu dan kulit ayam yang dicampurkan, dibungkus daun pisang, lalu dikukus atau dibakar. Makanan sederhana tersebut sampai sekarang masih mudah ditemukan di berbagai acara maupun sebagai jajanan sehari-hari. Seiring perkembangan zaman, oleh warga Gorontalo makanan ini disimbolkan sebagai syukuran setelah khitanan.
4. Ada makanan yang nyaris langka
Ada lagi makanan yang nyaris langka, yaitu Bode’o. Semacam sambal, serundeng, atau abon, tapi berbeda. Bode’o terbuat dari kelapa cukur yang disangrai, lalu ditumbuk halus, serta diberi bumbu, seperti jinten, ketumbar, jahe, kunyit, lengkuas, dan sereh.
Biasanya makanan ini dibawakan untuk anak dari desa yang merantau untuk sekolah di kota. Bode’o umumnya disantap bersama nasi atau singkong.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)