FITNESS & HEALTH

Siloam Oncology Summit 2025, Terobosan serta Terapi Tepat dalam Kanker Payudara

Yatin Suleha
Senin 19 Mei 2025 / 21:11
Jakarta: Mochtar Riady Comprehensive Cancer Centre (MRCCC) Siloam Hospitals Semanggi kembali menunjukkan komitmennya dalam mengembangkan inovasi penanganan kanker di Indonesia melalui pelaksanaan Siloam Oncology Summit (SOS) 2025 yang berlangsung pada 16-18 Mei 2025 di Hotel Shangri-La, Jakarta. 

Mengusung tema “United by Unique”, SOS 2025 menghadirkan 89 pembicara nasional dan 11 pembicara internasional dari berbagai institusi ternama seperti MD Anderson Cancer Center (Amerika Serikat), National Cancer Center Singapore, University of Wollongong (Australia), Icon Cancer Center (Australia), National Cancer Center (Jepang), Sir Run Run Shaw Hospital (China), Rungsit University/Rajavithi Hospital (Thailand), hingga National Cancer Institute Anthoni van Leeuwenhoek (Belanda).

Baca juga: Kenali Gejala Awal Cedera dan Penanganannya

CEO MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, dr. Edy Gunawan, MARS., menyampaikan bahwa SOS 2025 merupakan ruang belajar dan bertumbuh bersama bagi ekosistem kesehatan global, khususnya penanganan kanker. 

“Kami percaya bahwa perkembangan penanganan kanker hanya dapat dicapai melalui kolaborasi. Setiap profesi memiliki peran penting yang unik. Melalui SOS 2025, kami berharap dapat menyatukan keahlian dan memperkuat jejaring, untuk mengembangkan inovasi penanganan pasien menjadi lebih baik dan optimal,” ujarnya.

CEO Siloam Hospital Group, Caroline Riady, mengatakan bahwa setiap pasien itu unik dan memiliki riwayat yang berbeda, kondisi biologis yang berbeda, dan harapan yang berbeda. 

“Begitu pula para profesional yang terdiri dari ahli onkologi, ahli bedah, ahli patologi, ahli radiologi, perawat, peneliti, manajemen, semuanya membawa keahlian mereka yang berbeda kemudian dipersatukan oleh tujuan bersama dan berkolaborasi memberikan perawatan kanker terbaik,” ujarnya.


(Dr. dr. Samuel Haryono, SpB (K) Onk (kiri) bersama Dr. dr. Cosphiadi Irawan, SpPD-KHOM (kanan) sesaat setelah memaparkan materi. Foto: Dok. Istimewa)

“Melalui pendekatan multidisiplin, kita dapat menyesuaikan perawatan dengan kondisi unik setiap pasien, menyediakan perawatan kanker yang tidak hanya efektif, tetapi juga penuh kasih sayang, holistik, dan berkelanjutan,” lanjut Caroline.
 

Tes Genomik: Terobosan untuk prediksi dan terapi tepat dalam kanker payudara


Salah satu sesi simposium SOS 2025 yaitu Breast Cancer 2. Pada sesi ini, para pembicara membahas tentang peran dan inovasi tes genomik dalam penentuan terapi kanker payudara. 

Tes genomik kini menjadi garda depan dalam pendekatan personalized medicine untuk pengobatan kanker. Di antara berbagai jenis kanker, kanker payudara menjadi salah satu yang paling banyak mendapatkan manfaat dari kemajuan teknologi ini.

Melalui analisis ekspresi genetik dari sel tumor, tes genomik mampu memberikan informasi mendalam tentang sifat biologis kanker, risiko kekambuhan, dan respons terhadap pengobatan. 

Jumlah kasus kanker payudara di Indonesia terus meningkat. Data Global Cancer Observatory (GLOBOCAN) 2022 menunjukkan bahwa kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak terjadi pada wanita di seluruh dunia, dengan diperkirakan 2.296.840 kasus baru di tahun 2022. 

Kanker payudara juga merupakan penyebab utama kematian akibat kanker pada wanita, dengan 666.100 kematian di tahun 2022. Salah satu tantangan utama dalam kanker payudara adalah kekambuhan setelah pengobatan, bahkan pada pasien dengan stadium awal.

“Risiko kekambuhan tersebut kini bisa diprediksi lebih akurat dengan pemeriksaan genetik,” kata Dokter Spesialis Penyakit Dalam Subspesialis Hematologi Onkologi Medik MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, Dr. dr. Cosphiadi Irawan, SpPD-KHOM.

Data menunjukkan bahwa risiko kekambuhan 3 tahun pasca pengobatan pada stadium 1–2 mencapai 37%. Pada stadium 3, risikonya meningkat menjadi 60%. 

Dengan tes genomik, dokter dapat mengidentifikasi apakah pasien termasuk Low genomic risk yaitu: tidak membutuhkan kemoterapi atau masuk dalam kategori High atau ultra-high risk, yaitu membutuhkan terapi tambahan yang lebih agresif.

Beberapa tes genomik yang telah terbukti bermanfaat dalam pengobatan kanker payudara antara lain MammaPrint. 

Pemeriksaan ini menganalisis ekspresi 70 gen untuk menilai risiko metastasis pada 10 tahun ke depan. Cocok untuk pasien kanker payudara stadium awal dengan reseptor hormon positif atau negatif, HER2 negatif, dan ukuran tumor kecil hingga sedang.


(Peserta Siloam Oncology Summit (SOS) 2025 saat mengunjungi salah satu stand poster. Foto: Dok. Istimewa)

“Kalau pasien secara klinis tergolong high risk tapi hasil tes menunjukkan low genomic risk, kita bisa menghindari kemoterapi. Ini tidak hanya meningkatkan kualitas hidup pasien, tapi juga menekan biaya medis,” ujar dr. Cosphiadi.

Selain itu, tes genomik dapat membantu menghindari over-treatment, yang sering kali terjadi karena keputusan terapi hanya berdasarkan stadium klinis, tanpa mempertimbangkan karakter molekuler dari kanker itu sendiri.
 

Menuju terapi yang lebih presisi


Menurut Dokter Spesialis Bedah Subspesialis Bedah Onkologi, Dr. dr. Samuel Haryono, SpB (K) Onk, era pengobatan kanker kini bergerak menuju precision therapy dan personalized medicine, yaitu pengobatan berbasis profil genetik pasien. 

“Masyarakat sering menganggap faktor genetik sebagai vonis sudah pasti akan terkena kanker, padahal hanya menyumbang sekitar 5–10% dari risiko kanker,” jelasnya.

Namun, jika seseorang memiliki mutasi genetik seperti BRCA1 atau BRCA2, skrining dan pencegahan bisa dilakukan lebih awal, termasuk opsi profilaksis atau tindakan preventif lainnya.

Peneliti Ahmad R. Handoyo Utomo, PhD (Kalgen) mengungkapkan bahwa teknologi sekuensing kini makin canggih dan biaya tes genomik telah menurun drastis, memungkinkan penggunaannya secara lebih luas.

Baca juga: Operasi MICS di Siloam Hospitals, Hadirkan Harapan Baru untuk Pasien Penyakit Jantung Bawaan

“Kini pemeriksaan ratusan gen bisa dilakukan dengan biaya lebih terjangkau dibanding 10 tahun lalu,” ujarnya.

Walau begitu, pemeriksaan genetik yang lebih canggih belum bisa diakses di semua rumah sakit di Indonesia.  

Dengan edukasi yang tepat dan akses yang semakin luas, tes genomik diharapkan menjadi standar dalam pengelolaan kanker modern di Indonesia.



(Kanker memerlukan pendekatan terpadu lintas disiplin. Foto: Dok. Instagram Siloam Hospitals Group/@siloamhospitals)

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(TIN)

MOST SEARCH