FITNESS & HEALTH
Menkes Sebut Cegah Kanker Itu Strateginya Harus Deteksi Dini
Medcom
Sabtu 10 Februari 2024 / 18:17
Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin mengatakan kanker punya bisa dicegah dengan cara mendeteksi secara dini. Hal iti disampaikan saat menghadiri kegiatan Peringatan Hari Kanker Sedunia 2024 yang diselenggarakan oleh MSD Indonesia bersama Yayasan Kanker Indonesia (YKI) beberapa waktu lalu.
Pada acara itu, MSD bersama Yayasan Kanker Indonesia (YKI) mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama menutup kesenjangan informasi dan penanggulangan seputar kanker. Hal ini selaras dengan peringatan Hari Kanker Sedunia tahun ini, yang mengusung tema: ‘Close the Care Gap’.
Dalam kata sambutannya Menkes menyampaikan, kanker itu strateginya harus dideteksi dini. Kalau kanker bisa terdeteksi dini, dengan teknologi yang ada sekarang survivability rate-nya (tingkat keselamatan) tinggi. Kalau ketahuan terlambat, penderitaannya besar.
"Jadi, tolong promosi agar masyarakat bisa melakukan deteksi dini kanker. Jangan buat mereka takut. Perubahan sosial ini yang butuh upaya bersama. Kalau deteksi dini kanker itu dilakukan maka 80% cerita sedih dan kematian akan jauh berkurang. Jadi jangan takut untuk periksa dini," ungkap Menkes Budi dalam keterangan pers.
Baca juga: Menkes Budi Minta Alkes Tak Hanya untuk Pengobatan, tapi Juga Deteksi Penyakit
Adanya kesenjangan dalam pemahaman dan pengobatan kanker menjadi salah satu tantangan besar dalam melawan penyakit mematikan ini. Beberapa kesenjangan yang lekat di masyarakat di antaranya, masih banyaknya informasi yang salah mengenai kanker, keterlambatan dalam penanganan kanker, hingga masih adanya penolakan dari pasien maupun keluarga dalam menjalani pengobatan kanker.
Penolakan berobat masih sering terjadi karena ketidaktahuan pasien yang menyebabkan sebagian besar kasus datang pada stadium lanjut. Kementerian Kesehatan memperkirakan bahwa lebih dari 70% pasien kanker didiagnosis pada stadium lanjut.
Senada itu, berdasarkan jurnal yang dirilis oleh Jurnal Kedokteran Indonesia pada 2021, sekitar 86% pasien kanker mengalami keterlambatan pengobatan.
"Seseorang yang didiagnosis kanker tentunya merasakan pergolakan emosi yang sangat berat. Untuk itu, dibutuhkan dukungan dan kebersamaan dari keluarga dan lingkungan sekitar," ungkap Ketua Yayasan Kanker Indonesia, Prof. Dr. dr. Aru Wisaksono, SpPD-KHOM, FINASIM.
Setiap tindakan kecil kita, mulai dari peningkatan pemahaman diri, memberikan dukungan aktif, hingga keterbukaan terhadap perawatan yang inovatif memiliki dampak besar dalam memberikan perawatan terbaik bagi mereka yang sedang berjuang.
"Dengan membekali diri dengan informasi yang tepat, diharapkan pasien bisa mendapatkan penanganan dengan cepat dan tepat, sehingga dapat mengurangi dampak dari penyakit. Apalagi, saat ini pengobatan inovatif untuk kanker juga sudah tersedia di Indonesia," terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(FIR)
Pada acara itu, MSD bersama Yayasan Kanker Indonesia (YKI) mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama menutup kesenjangan informasi dan penanggulangan seputar kanker. Hal ini selaras dengan peringatan Hari Kanker Sedunia tahun ini, yang mengusung tema: ‘Close the Care Gap’.
Dalam kata sambutannya Menkes menyampaikan, kanker itu strateginya harus dideteksi dini. Kalau kanker bisa terdeteksi dini, dengan teknologi yang ada sekarang survivability rate-nya (tingkat keselamatan) tinggi. Kalau ketahuan terlambat, penderitaannya besar.
"Jadi, tolong promosi agar masyarakat bisa melakukan deteksi dini kanker. Jangan buat mereka takut. Perubahan sosial ini yang butuh upaya bersama. Kalau deteksi dini kanker itu dilakukan maka 80% cerita sedih dan kematian akan jauh berkurang. Jadi jangan takut untuk periksa dini," ungkap Menkes Budi dalam keterangan pers.
Baca juga: Menkes Budi Minta Alkes Tak Hanya untuk Pengobatan, tapi Juga Deteksi Penyakit
Adanya kesenjangan dalam pemahaman dan pengobatan kanker menjadi salah satu tantangan besar dalam melawan penyakit mematikan ini. Beberapa kesenjangan yang lekat di masyarakat di antaranya, masih banyaknya informasi yang salah mengenai kanker, keterlambatan dalam penanganan kanker, hingga masih adanya penolakan dari pasien maupun keluarga dalam menjalani pengobatan kanker.
Penolakan berobat masih sering terjadi karena ketidaktahuan pasien yang menyebabkan sebagian besar kasus datang pada stadium lanjut. Kementerian Kesehatan memperkirakan bahwa lebih dari 70% pasien kanker didiagnosis pada stadium lanjut.
Senada itu, berdasarkan jurnal yang dirilis oleh Jurnal Kedokteran Indonesia pada 2021, sekitar 86% pasien kanker mengalami keterlambatan pengobatan.
"Seseorang yang didiagnosis kanker tentunya merasakan pergolakan emosi yang sangat berat. Untuk itu, dibutuhkan dukungan dan kebersamaan dari keluarga dan lingkungan sekitar," ungkap Ketua Yayasan Kanker Indonesia, Prof. Dr. dr. Aru Wisaksono, SpPD-KHOM, FINASIM.
Setiap tindakan kecil kita, mulai dari peningkatan pemahaman diri, memberikan dukungan aktif, hingga keterbukaan terhadap perawatan yang inovatif memiliki dampak besar dalam memberikan perawatan terbaik bagi mereka yang sedang berjuang.
"Dengan membekali diri dengan informasi yang tepat, diharapkan pasien bisa mendapatkan penanganan dengan cepat dan tepat, sehingga dapat mengurangi dampak dari penyakit. Apalagi, saat ini pengobatan inovatif untuk kanker juga sudah tersedia di Indonesia," terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIR)