FITNESS & HEALTH
Ini Syarat dari Ahli jika Program MBG Tetap Harus Berjalan
A. Firdaus
Jumat 10 Oktober 2025 / 11:10
Jakarta: Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang sudah berjalan sejak Januari 2025, bertujuan untuk mengintervensi pemenuhan gizi masyarakat secara luas dan mencegah stunting. Kendati begitu, MBG mendapat tantangan pada pelaksanaannya.
Sejumlah insiden keamanan pangan yang terjadi di beberapa daerah dan berdampak terhadap ribuan penerima manfaat. Namun, sebagian lapisan masyarakat menganggap perlu evaluasi serius terhadap program MBG.
Tujuannya, agar insiden serupa bisa diminimalisir dan menjadi zero accident di masa depan. Beberapa ahli kesehatan dan lembaga swadaya masyarakat memberikan masukan bagi pelaksanaan MBG agar lebih baik.
Prof. Dr. dr. Hinky Hindra Irawan Satari, Sp.A (K), M.Trop Paed, Guru Besar Fakultas Kedokteran UI di bidang Ilmu Kesehatan Anak, menyatakan, program ini tetap harus dilanjutkan, karena tujuannya mulia.
"Basis angka kekurangan gizi di Indonesia juga ada. Namun dalam pelaksanaanya tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Harus dilaksanakan secara bertahap, tepat sasaran, dan seksama. Kalau ada insiden keamanan pangan, perlu dievaluasi. Bukan terus kita minta berhenti,” ujar Prof Hinky.
Menurut Prof. Hinky, Program MBG sendiri bukan hal baru di Indonesia. Sejak 1981 dia ikut serta dalam program serupa yang bernama, Pemberian Makanan Tambahan. Saat itu program tersebut berbasis di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Berkaca dari pengalaman puluhan tahun di lapangan, dia menyerukan supaya program ini perlu diperhatikan keamanannya dan dilakukan secara profesional. “Program besar ini harus dilakukan secara profesional. Food safety (asas keamanan pangan) perlu perhatian. Semua elemen masyarakat pada dasarnya siap membantu,” tambahnya.
Memperkuat pernyataan Prof. Hinky, Indonesian Social Survey (ISS) pada Agustus lalu merilis hasil survei terkait program MBG. Sebanyak 77 persen dari 2.200 responden di seluruh Indonesia, menilai program MBG bermanfaat bagi penerima.
Direktur Penelitian ISS, Kadek Dwita juga memberikan masukan agar program MBG perlu dilakukan secara konsisten agar manfaatnya optimal. Dia juga mengatakan agar kualitas program MBG perlu ditingkatkan dan terhubung dengan kebijakan lain yang mendukung ekonomi keluarga.
Tidak hanya menjangkau daerah perkotaan, program MBG juga menargetkan penerima manfaat di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Di Papua Tengah misalnya, MBG hadir tidak hanya menargetkan siswa, melainkan juga ibu hamil, ibu menyusui, dan balita.
Tokoh masyarakat Papua, Nikolas Demetouw, menyampaikan bahwa program MBG diterapkan secara bertahap di beberapa wilayah Papua. Hingga Agustus 2025, tercatat sebanyak 101 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) telah beroperasi di Papua.
Agar program MBG memenuhi tujuannya sebagai investasi bagi masa depan anak-anak Indonesia, melalui pemenuhan gizi sejak dini. Para ahli berpendapat, perlu penguatan komunikasi, evaluasi, serta monitoring dari berbagai pihak.
“Kalau masyarakat kita makin sejahtera itu berarti indikatornya (program MBG) berhasil. Tapi tidak bisa instan. BGN harusnya bisa bekerjasama dengan Pemerintah Daerah, ahli, dan lapisan masyarakat, sehingga ada koordinasi. Perlu transparansi dan komunikasi yang lebih baik di lintas sektor. Ini pekerjaan yang tidak sederhana tapi mulia sebenarnya,” tutup Prof. Hinky.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)
Sejumlah insiden keamanan pangan yang terjadi di beberapa daerah dan berdampak terhadap ribuan penerima manfaat. Namun, sebagian lapisan masyarakat menganggap perlu evaluasi serius terhadap program MBG.
Tujuannya, agar insiden serupa bisa diminimalisir dan menjadi zero accident di masa depan. Beberapa ahli kesehatan dan lembaga swadaya masyarakat memberikan masukan bagi pelaksanaan MBG agar lebih baik.
Prof. Dr. dr. Hinky Hindra Irawan Satari, Sp.A (K), M.Trop Paed, Guru Besar Fakultas Kedokteran UI di bidang Ilmu Kesehatan Anak, menyatakan, program ini tetap harus dilanjutkan, karena tujuannya mulia.
Baca Juga :
Kemenkes Perketat Pengawasan MBG
"Basis angka kekurangan gizi di Indonesia juga ada. Namun dalam pelaksanaanya tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Harus dilaksanakan secara bertahap, tepat sasaran, dan seksama. Kalau ada insiden keamanan pangan, perlu dievaluasi. Bukan terus kita minta berhenti,” ujar Prof Hinky.
Menurut Prof. Hinky, Program MBG sendiri bukan hal baru di Indonesia. Sejak 1981 dia ikut serta dalam program serupa yang bernama, Pemberian Makanan Tambahan. Saat itu program tersebut berbasis di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Berkaca dari pengalaman puluhan tahun di lapangan, dia menyerukan supaya program ini perlu diperhatikan keamanannya dan dilakukan secara profesional. “Program besar ini harus dilakukan secara profesional. Food safety (asas keamanan pangan) perlu perhatian. Semua elemen masyarakat pada dasarnya siap membantu,” tambahnya.
Memperkuat pernyataan Prof. Hinky, Indonesian Social Survey (ISS) pada Agustus lalu merilis hasil survei terkait program MBG. Sebanyak 77 persen dari 2.200 responden di seluruh Indonesia, menilai program MBG bermanfaat bagi penerima.
Direktur Penelitian ISS, Kadek Dwita juga memberikan masukan agar program MBG perlu dilakukan secara konsisten agar manfaatnya optimal. Dia juga mengatakan agar kualitas program MBG perlu ditingkatkan dan terhubung dengan kebijakan lain yang mendukung ekonomi keluarga.
Sasaran program MBG di daerah 3T
Tidak hanya menjangkau daerah perkotaan, program MBG juga menargetkan penerima manfaat di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Di Papua Tengah misalnya, MBG hadir tidak hanya menargetkan siswa, melainkan juga ibu hamil, ibu menyusui, dan balita.
Tokoh masyarakat Papua, Nikolas Demetouw, menyampaikan bahwa program MBG diterapkan secara bertahap di beberapa wilayah Papua. Hingga Agustus 2025, tercatat sebanyak 101 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) telah beroperasi di Papua.
Agar program MBG memenuhi tujuannya sebagai investasi bagi masa depan anak-anak Indonesia, melalui pemenuhan gizi sejak dini. Para ahli berpendapat, perlu penguatan komunikasi, evaluasi, serta monitoring dari berbagai pihak.
“Kalau masyarakat kita makin sejahtera itu berarti indikatornya (program MBG) berhasil. Tapi tidak bisa instan. BGN harusnya bisa bekerjasama dengan Pemerintah Daerah, ahli, dan lapisan masyarakat, sehingga ada koordinasi. Perlu transparansi dan komunikasi yang lebih baik di lintas sektor. Ini pekerjaan yang tidak sederhana tapi mulia sebenarnya,” tutup Prof. Hinky.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)