FITNESS & HEALTH

Fakta Leptospirosis: Penyakit yang Harus Diwaspadai saat Musim Hujan dan Banjir

A. Firdaus
Sabtu 20 Januari 2024 / 13:08
Jakarta: Memasuki musim hujan yang hampir setiap hari mengguyur daerahmu berakibat datangnya berbagai penyakit. Mulai dari flu, sakit kepala, hingga demam berdarah merupakan beberapa penyakit yang kerap ditemui saat musim hujan datang.

Dari berbagai penyakit yang kerap dijumpai di atas, ada satu penyakit yang juga patut kamu waspadai, yaitu Leptospirosis. Penyakit ini kerap disebut Demam Urine Tikus. Melansir Kementerian Kesehatan, berikut penjelasan dari penyakit Leptospirosis.
 

Apa itu Leptospirosis


Leptospirosis adalah penyakit zoonosa yang disebabkan oleh infeksi bakteri berbentuk spiral dari genus leptospira yang patogen. Leptospirosis merupakan zoonosis yang diduga paling luas penyebarannya di dunia, di beberapa negara di dunia dikenal dengan istilah 'demam urine tikus'.

Leptospirosis tersebar di seluruh dunia, dengan perkiraan kejadian tahunan sebesar 1,03 juta kasus dan 58.900 kematian. Insiden yang tinggi ditemukan di negara dengan iklim tropis dan sub-tropis, khususnya di negara-negara kepulauan dengan curah hujan dan potensi banjir yang  tinggi oleh sebab sulitnya diagnosis klinis dan ketiadaan alat diagnostik banyak kasus leptospirosis yang tidak terlaporkan.

Faktor lemahnya surveilans, keberadaan reservoir dengan tingginya populasi tikus dan kondisi sanitasi lingkungan yang jelek dan kumuh akibat banjir, merupakan faktor-faktor penyebab terjadinya kasus leptospirosis.


Binatang Pembawa Bakteri Leptospira


Di Indonesia, tikus adalah sumber utama penular leptospirosis. Jenis tikus yang termasuk menularkan penyakit ini di antaranya, suncus murinus, mus muscullus, rattus novergicus, bandadicota indica. Ada juga penularan dari binatang lainnya anjing, babi, sapi, kambing.
 

Cara Penularan


Leptospirosis ditularkan melalui urine binatang yang mengandung bakteri leptospira, yaitu melalui invasi mukosa atau kulit yang tidak utuh. Infeksi dapat terjadi dengan kontak langsung atau melalui kontak dengan air (sungai, danau, selokan, lumpur atau tanah yang tercemar/terkontaminasi bakteri Leptospira.

Penyakit ini berkembang di alam di antara hewan baik liar maupun domestik, dan manusia menjadi host yang merupakan infeksi akhir atau terminal, karena belum terlaporkan infeksi dari manusia ke manusia.
 

Gejala Leptospirosis dan Masa Inkubasi


Gejala klinis: demam ≥ 38? C, sakit kepala, badan lemah, nyeri betis hingga kesulitan berjalan, conjungtival suffusion (kemerahan pada selaput putih mata), kekuningan (ikterik) pada mata dan kulit,  pembesaran hati dan limpa, dan ada tanda-tanda kerusakan pada ginjal. Masa inkubasi antara 2-30 hari, rata-rata berlangsung 7-10 hari.
 

Daerah Sebaran Leptospirosis di Indonesia


Beberapa wilayah di Indonesia merupakan daerah endemis leptospirosis, Provinsi berikut pernah melaporkan kasus leptospirosis yaitu: Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Maluku, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Kepulauan Riau dan Bali.

Leptospirosis masih menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat dengan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) di beberapa wilayah di Indonesia berkaitan dengan keberadaan faktor risiko yaitu tingginya populasi tikus (rodent) sebagai reservoar leptospirosis, buruknya sanitasi lingkungan serta semakin meluasnya daerah banjir di Indonesia.
 

Faktor Risiko Penularan Leptospirosis


Bertempat tinggal atau beraktivitas di wilayah banjir, wilayah pemukiman banyak ditemukan tikus, melakukan aktivitas di sungai, olahraga di air. Risiko pekerjaan seperti : petani, peternak, petugas kebersihan, petugas pemotongan hewan, tentara dan lain-lain.
 

Pengobatan Leptospirosis


Pengobatan leptospirosis relatif mudah dilakukan pada stadium awal setelah ditegakan diagnosis klinis karena hingga saat ini masih sensitif dengan anbiotika yang tersedia di Puskesmas/pelayanan kesehatan dasar dan Rumah Sakit, namun sering terjadi kasus diakhiri dengan kematian.

Hal tersebut disebabkan karena keterlambatan dalam deteksi dini secara klinis, sehingga pasien datang ke rumah sakit sudah terlambat dan pada keadaan stadium lanjut (telah mengalami kegagalan multi organ).
 

Apa Peran Masyarakat Untuk Mengurangi Risiko Terpapar Leptospirosis?


Masyarakat dapat melakukan tindakan pencegahan leptospirosis yaitu:
- Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
- Menjaga kebersihan lingkungan, melakukan pemberantasan sarang tikus.
- Segera mengunjungi Puskesmas/Rumah Sakit bila mengalami gejala leptospirosis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(FIR)

MOST SEARCH