Jakarta: Menyeramkan tapi bikin penasaran. Mungkin itu yang akan kita jawab bila ditanya, mengapa kita suka menonton film horor yang sebenarnya membuat kita takut.
Bahkan yang lebih mengherankan menurut hasil lansirsan dari Psychology Today, orang akan tertarik pada kekerasan dalam film. Sebut saja seperti serial Squid Game. Orang lebih antusias dan penasaran saat ditayangkan scene-scene yang cukup mengerikan.
Film horor dapat memanfaatkan apa yang disebut Carl Jung sebagai arketipe yang merupakan tema universal dan lintas budaya yang membantu membentuk kepribadian seseorang dan mendorong pola perilaku.
Dan salah satu pola dasar yang penting itu, bayangan. Arketipe adalah karakter utama yang mempresentasikan diri individu dalam mempersepsikan pengalamannya.
Umumnya, Shadow terdiri dari sifat-sifat yang tidak dapat diterima masyarakat dan terkadang menyinggung moral dan etika. Jung berpikir bahwa ekspresi budaya bayangan mungkin muncul dalam bentuk-bentuk gelap seperti setan, naga, atau ular dalam mimpi dan firasat kita.
Pun dicatat bahwa kekuatan destruktif dari bayangan ini juga memiliki sisi konstruktif. Artinya, sesuatu harus dihancurkan untuk diciptakan kembali.
.jpg)
(Film horor bisa menjadi pedang bermata dua. Bagi orang yang lebih stabil, film ini dianggap hiburan semata. Dapat membantu mereka untuk belajar bagaimana lepas dari situasi berbahaya. Namun bagi mereka yang kurang stabil secara emosional, menonton film horor hanya dapat meningkatkan kecemasan dan tekanan psikologis. Foto: Ilustrasi/Unsplash.com)
Film horor berfokus pada perasaan kaget, ngeri, dan jijik. Interpretasi psikologis lain dari Sigmund Freud konsep "katarsis," di mana pelepasan emosi yang kuat atau tertekan adalah terapi.
Mungkin penciptaan ketakutan dan emosi terkait dari menonton film horor ini adalah pengalaman katarsis, terutama karena orang tersebut secara sukarela membiarkan kengerian diinduksi dan sadar bahwa mereka berada di lingkungan yang aman (misalnya, bioskop, rumah, dan lain-lain). Mereka tahu bahwa film itu tidak nyata, tidak peduli seberapa takut atau terkejutnya mereka.
Sebuah studi menemukan bahwa peningkatan kesenangan dan keinginan untuk menonton film horor berkorelasi dengan berkurangnya rasa takut dan kurangnya empati. Pria tampaknya lebih menikmati film horor daripada wanita, yang lebih berempati dan rentan terhadap kecemasan dan jijik.
Anak-anak kecil lebih takut pada sosok-sosok mistis, seperti setan dan hantu, tetapi ketakutan anak-anak yang lebih besar lebih realistis, seperti penjahat dan pembunuh berantai.
Orang-orang dengan gangguan kepribadian antisosial dan empati yang lebih rendah, menyukai film horor yang menampilkan kekerasan. Sedangkan orang yang lebih stabil secara emosional, tidak mudah takut.
Menggunakan suara keras-bisa berupa jeritan, dering telepon, deru angin, dering telepon, atau benda jatuh-merupakan cara paling sukses untuk menghasilkan rasa takut. Ditambah lagi dengan alunan musik yang bergemuruh mengikuti alur cerita.
Film horor bisa menjadi pedang bermata dua. Bagi orang yang lebih stabil, film ini dianggap hiburan semata. Dapat membantu mereka untuk belajar bagaimana lepas dari situasi berbahaya.
Namun bagi mereka yang kurang stabil secara emosional, menonton film horor hanya dapat meningkatkan kecemasan dan tekanan psikologis. Meski demikian, ketertarikan masyarakat terhadap film horor tetap menjadi misteri paradoks, di mana pada umumnya orang mencari kesenangan dan menghindari rasa sakit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(TIN)
Bahkan yang lebih mengherankan menurut hasil lansirsan dari Psychology Today, orang akan tertarik pada kekerasan dalam film. Sebut saja seperti serial Squid Game. Orang lebih antusias dan penasaran saat ditayangkan scene-scene yang cukup mengerikan.
Carl Jung dan film horor
Film horor dapat memanfaatkan apa yang disebut Carl Jung sebagai arketipe yang merupakan tema universal dan lintas budaya yang membantu membentuk kepribadian seseorang dan mendorong pola perilaku.
Dan salah satu pola dasar yang penting itu, bayangan. Arketipe adalah karakter utama yang mempresentasikan diri individu dalam mempersepsikan pengalamannya.
Umumnya, Shadow terdiri dari sifat-sifat yang tidak dapat diterima masyarakat dan terkadang menyinggung moral dan etika. Jung berpikir bahwa ekspresi budaya bayangan mungkin muncul dalam bentuk-bentuk gelap seperti setan, naga, atau ular dalam mimpi dan firasat kita.
Pun dicatat bahwa kekuatan destruktif dari bayangan ini juga memiliki sisi konstruktif. Artinya, sesuatu harus dihancurkan untuk diciptakan kembali.
.jpg)
(Film horor bisa menjadi pedang bermata dua. Bagi orang yang lebih stabil, film ini dianggap hiburan semata. Dapat membantu mereka untuk belajar bagaimana lepas dari situasi berbahaya. Namun bagi mereka yang kurang stabil secara emosional, menonton film horor hanya dapat meningkatkan kecemasan dan tekanan psikologis. Foto: Ilustrasi/Unsplash.com)
Sigmund Freud
Film horor berfokus pada perasaan kaget, ngeri, dan jijik. Interpretasi psikologis lain dari Sigmund Freud konsep "katarsis," di mana pelepasan emosi yang kuat atau tertekan adalah terapi.
Mungkin penciptaan ketakutan dan emosi terkait dari menonton film horor ini adalah pengalaman katarsis, terutama karena orang tersebut secara sukarela membiarkan kengerian diinduksi dan sadar bahwa mereka berada di lingkungan yang aman (misalnya, bioskop, rumah, dan lain-lain). Mereka tahu bahwa film itu tidak nyata, tidak peduli seberapa takut atau terkejutnya mereka.
Koneksi
Sebuah studi menemukan bahwa peningkatan kesenangan dan keinginan untuk menonton film horor berkorelasi dengan berkurangnya rasa takut dan kurangnya empati. Pria tampaknya lebih menikmati film horor daripada wanita, yang lebih berempati dan rentan terhadap kecemasan dan jijik.
Anak-anak kecil lebih takut pada sosok-sosok mistis, seperti setan dan hantu, tetapi ketakutan anak-anak yang lebih besar lebih realistis, seperti penjahat dan pembunuh berantai.
Orang-orang dengan gangguan kepribadian antisosial dan empati yang lebih rendah, menyukai film horor yang menampilkan kekerasan. Sedangkan orang yang lebih stabil secara emosional, tidak mudah takut.
Yang membuat film horor lebih menakutkan
Menggunakan suara keras-bisa berupa jeritan, dering telepon, deru angin, dering telepon, atau benda jatuh-merupakan cara paling sukses untuk menghasilkan rasa takut. Ditambah lagi dengan alunan musik yang bergemuruh mengikuti alur cerita.
Film horor bisa menjadi pedang bermata dua. Bagi orang yang lebih stabil, film ini dianggap hiburan semata. Dapat membantu mereka untuk belajar bagaimana lepas dari situasi berbahaya.
Namun bagi mereka yang kurang stabil secara emosional, menonton film horor hanya dapat meningkatkan kecemasan dan tekanan psikologis. Meski demikian, ketertarikan masyarakat terhadap film horor tetap menjadi misteri paradoks, di mana pada umumnya orang mencari kesenangan dan menghindari rasa sakit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TIN)