FITNESS & HEALTH
Merancang Masa Depan Pasien Gagal Ginjal Melalui Akses Vaskular Hemodialisis
Medcom
Senin 02 Desember 2024 / 02:19
Tangerang: Jumlah pasien gagal ginjal di Indonesia terus meningkat, yang berdampak pada semakin padatnya antrean di unit hemodialisis dan tingginya permintaan untuk layanan bedah akses vaskular hemodialisis di rumah sakit.
Selain bergantung pada mesin hemodialisis yang vital bagi pasien gagal ginjal kronis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh melalui pembuangan limbah dan cairan berlebih, kualitas akses vaskular yang ideal menjadi penting.
Karena tidak hanya memenuhi kebutuhan aliran darah yang cukup untuk dialisis, tetapi juga harus awet, mengurangi komplikasi, dan memerhatikan kenyamanan pasien.
Untuk itu, Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) menyelenggarakan seminar bertajuk "Pendekatan Komprehensif dalam Hemodialisis: Akses Vaskular dan Manajemen Adekuasi" di BSD, Tangerang pada Minggu pagi, 1 Desember 2024.
Kegiatan ini untuk memberikan edukasi kepada masyarakat umum dan keluarga pasien cuci darah terkait pentingnya akses vaskular dan manajemen adekuasi dalam Hemodialisis terhadap kualitas hidup pasien.
.jpeg)
(Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) menyelenggarakan seminar bertajuk "Pendekatan Komprehensif dalam Hemodialisis: Akses Vaskular dan Manajemen Adekuasi" di BSD, Tangerang pada Minggu pagi, 1 Desember 2024. Foto: Dok. Istimewa)
"Selama ini diskusi hanya melibatkan organisasi hanya melibatkan organisasi profesi, rumah sakit, Kementerian Kesehatan atau BPJS Kesehatan, sementara pasien hanya menjadi objek saja. Untuk itu acara seperti ini yang melibatkan pasien sangat penting, bagaimanapun layanan kesehatan itu harus menerima umpan balik dari pasien," ujar Ketua KPCDI Tony Samosir di Tangerang, Minggu (1/12/2024).
Salah satu fokus utama seminar adalah akses vaskular yang optimal, seperti fistula arteriovenosa. Salah satu pembicara dr. Suhartono mengatakan akses ini memungkinkan aliran darah yang cukup selama prosedur dialisis.
Baca juga: Pemerintah Diminta Perhatikan Peningkatan Kasus Penyakit Tidak Menular pada Anak
"Jadi fistula arterivenosa itu adalah kita menyambung pembuluh darah balik dengan pembuluh darah nadi. Sehingga aliran di pembuluh darah balik ini menjadi kuat dan diameternya menjadi besar. Artinya gampang dipusuk, alirannya kuat. Cukup untuk masuk ke mesin," kata DR. dr. Raden Suhartono, Sepesialis bedah Subspesialis bedah vaskuler dan endovaskular.
Ia menambahkan prosedur ini lebih meningkatkan efisiensi terapi dan mengurangi risiko komplikasi terhadap pasien.
"Kalau kateter itu adalah kita memasukkan benda asing ke dalam badan pasien. Artinya pasti perlu waktu, punya risiko yang lebih tinggi. Terutama untuk infeksi atau mampet."
"Dibandingkan dengan kita membuat suatu fistula arteriovenosa. Dia lebih awet, risiko infeksinya sedikit, biayanya enggak mahal, perawatannya lebih gampang. Serta tidak mengganggu pasien karena tidak ada benda asing di dalam badannya," sambung konsultan bedah vaskuler itu.
Seminar ini juga menyoroti peran BPJS Kesehatan dalam mendukung pembiayaan terapi hemodialisis. Namun beberapa masalah baru muncul terkait klaim biaya oleh rumah sakit.
Salah satunya perubahan pengkodean biaya prosedur venoplasty (perbaikan penyempitan pembutuh darah untuk menjaga kelancaran akses vaskular hemodialisis).
Dengan adanya perubahan tersebut, pagu pembayaran menurun sehingga rumah sakit kesulitan menyediakan layanan ini, sehingga berpotensi merugikan pasien dan menganggu kelancaran Hemodialisis.
Tony mengatakan perlu diskusi lebih lanjut antara BPJS, Rumah sakit dan pemangku kepentingan mencari solusi tepat agar pelayanan tetap optimal bagi pasien.
"Kegiatan seperti ini akan kami terus lakukan dengan menggandeng ragam stakeholder, agar perspektif pasien didengar. Kita perbaiki apa yang menjadi tantangan dan hambatan," jelas Tony.
Dengan melibatkan tenaga kesehatan, keluarga pasien, dan komunitas, seminar ini menjadi langkah penting dalam meningkatkan kualitas perawatan hemodialisis di Indonesia. Sehingga pasien juga dapat menjalani kehidupan yang lebih berkualitas.
Andre Septian Yusup
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(TIN)
Selain bergantung pada mesin hemodialisis yang vital bagi pasien gagal ginjal kronis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh melalui pembuangan limbah dan cairan berlebih, kualitas akses vaskular yang ideal menjadi penting.
Karena tidak hanya memenuhi kebutuhan aliran darah yang cukup untuk dialisis, tetapi juga harus awet, mengurangi komplikasi, dan memerhatikan kenyamanan pasien.
Untuk itu, Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) menyelenggarakan seminar bertajuk "Pendekatan Komprehensif dalam Hemodialisis: Akses Vaskular dan Manajemen Adekuasi" di BSD, Tangerang pada Minggu pagi, 1 Desember 2024.
Kegiatan ini untuk memberikan edukasi kepada masyarakat umum dan keluarga pasien cuci darah terkait pentingnya akses vaskular dan manajemen adekuasi dalam Hemodialisis terhadap kualitas hidup pasien.
.jpeg)
(Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) menyelenggarakan seminar bertajuk "Pendekatan Komprehensif dalam Hemodialisis: Akses Vaskular dan Manajemen Adekuasi" di BSD, Tangerang pada Minggu pagi, 1 Desember 2024. Foto: Dok. Istimewa)
"Selama ini diskusi hanya melibatkan organisasi hanya melibatkan organisasi profesi, rumah sakit, Kementerian Kesehatan atau BPJS Kesehatan, sementara pasien hanya menjadi objek saja. Untuk itu acara seperti ini yang melibatkan pasien sangat penting, bagaimanapun layanan kesehatan itu harus menerima umpan balik dari pasien," ujar Ketua KPCDI Tony Samosir di Tangerang, Minggu (1/12/2024).
Salah satu fokus utama seminar adalah akses vaskular yang optimal, seperti fistula arteriovenosa. Salah satu pembicara dr. Suhartono mengatakan akses ini memungkinkan aliran darah yang cukup selama prosedur dialisis.
Baca juga: Pemerintah Diminta Perhatikan Peningkatan Kasus Penyakit Tidak Menular pada Anak
"Jadi fistula arterivenosa itu adalah kita menyambung pembuluh darah balik dengan pembuluh darah nadi. Sehingga aliran di pembuluh darah balik ini menjadi kuat dan diameternya menjadi besar. Artinya gampang dipusuk, alirannya kuat. Cukup untuk masuk ke mesin," kata DR. dr. Raden Suhartono, Sepesialis bedah Subspesialis bedah vaskuler dan endovaskular.
Ia menambahkan prosedur ini lebih meningkatkan efisiensi terapi dan mengurangi risiko komplikasi terhadap pasien.
"Kalau kateter itu adalah kita memasukkan benda asing ke dalam badan pasien. Artinya pasti perlu waktu, punya risiko yang lebih tinggi. Terutama untuk infeksi atau mampet."
"Dibandingkan dengan kita membuat suatu fistula arteriovenosa. Dia lebih awet, risiko infeksinya sedikit, biayanya enggak mahal, perawatannya lebih gampang. Serta tidak mengganggu pasien karena tidak ada benda asing di dalam badannya," sambung konsultan bedah vaskuler itu.
Seminar ini juga menyoroti peran BPJS Kesehatan dalam mendukung pembiayaan terapi hemodialisis. Namun beberapa masalah baru muncul terkait klaim biaya oleh rumah sakit.
Salah satunya perubahan pengkodean biaya prosedur venoplasty (perbaikan penyempitan pembutuh darah untuk menjaga kelancaran akses vaskular hemodialisis).
Dengan adanya perubahan tersebut, pagu pembayaran menurun sehingga rumah sakit kesulitan menyediakan layanan ini, sehingga berpotensi merugikan pasien dan menganggu kelancaran Hemodialisis.
Tony mengatakan perlu diskusi lebih lanjut antara BPJS, Rumah sakit dan pemangku kepentingan mencari solusi tepat agar pelayanan tetap optimal bagi pasien.
"Kegiatan seperti ini akan kami terus lakukan dengan menggandeng ragam stakeholder, agar perspektif pasien didengar. Kita perbaiki apa yang menjadi tantangan dan hambatan," jelas Tony.
Dengan melibatkan tenaga kesehatan, keluarga pasien, dan komunitas, seminar ini menjadi langkah penting dalam meningkatkan kualitas perawatan hemodialisis di Indonesia. Sehingga pasien juga dapat menjalani kehidupan yang lebih berkualitas.
Andre Septian Yusup
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TIN)