FITNESS & HEALTH
Dokter Peringati Jangan Konsumsi Obat Nyeri Kepala Lebih dari 15 Hari
Aulia Putriningtias
Jumat 14 Juni 2024 / 13:11
Jakarta: Dokter spesialis neurologi dr. Henry Riyanto Sofyan, Sp.N(K) memeringati untuk tidak mengonsumsi obat nyeri kepala lebih dari 15 hari. Hal ini dikarenakan dapat menyebabkan medication-overuse headache (MOH) atau sakit kepala akibat dosis obat berlebihan.
"Penggunaan obat itu ada jumlah hari yang diminum dengan menggunakan obat tersebut jadi membatasi penggunaan obat tersebut tidak boleh lebih dari 15 hari dalam satu bulan," ungkap dr. Henry pada temu media Bulan Kesadaran Migrain, Kamis, 13 Juni 2024.
Dalam 15 hari, dr. Henry menegaskan bahwa hanya mengonsumsi obat-obatan pereda nyeri ringan, seperti paracetamol dan ibuprofen. Obat yang bersifat kompleks atau campuran batas penggunaannya lebih pendek yakni hanya 10 hari konsumsi.
Baca juga: Selain Paracetamol Cair, Ini Alternatif Obat Demam Alami untuk Anak
Obat pereda nyeri dikatakan memiliki sifat aborsif atau baru digunakan ketika gejala nyeri di kepala muncul. Hal ini berbeda dengan obat demam yang dikonsumsi rutin sesuai jadwal.
Jadi, penggunaannya sebaiknya tidak berlebihan. Ketika sudah melebihi penggunaan 10-15 hari dalam satu bulan, maka nyeri kepalanya akan berubah polanya atau dikatakan memburuk dari sisi kedokteran dalam kurun waktu tiga bulan.
"Namun, jangan sampai penggunaannya ini berlebihan. Biasanya saya pakai dalam waktu satu minggu, ketika dalam satu minggu batasi kurang dari tiga hari atau dua hari," jelasnya.
Salah satu nyeri kepala yang sering menggunakan obat-obatan adalah migrain. Migrain sendiri merupakan sakit kepala yang menyebabkan nyeri berdenyut parah, atau sensasi berdenyut pada satu sisi kepala. Dampak yang dirasakan akan merugikan, sebab dapat menganggu aktivitas sehari-hari.
Global Burden of Disease mencatat jumlah kasus migrain di dunia meningkat 40 persen dari 62,2 juta tahun 1990 menjadi 87,6 juta dari tahun 2019. Indonesia menempati urutan keempat penyumbang kasus baru migrain di dunia, yaitu sebesar 3,5 juta menurut data dari Institute for Health Metrics and Evaluations (IHME) tahun 2019.
Dr. Henry sendiri lebih menyarankan untuk mengikuti anjuran dokter dalam mengonsumsi obat-obatan, meski itu tergolong ringan. Selain itu, untuk mencegah migrain, sebaiknya menerapkan pola hidup sehat.
"Jika mempunyai riwayat sakit kepala, atau jika pola sakit kepala berubah atau sakit kepala terasa berbeda, segera konsultasi dengan dokter, untuk menyingkirkan adanya masalah medis yang lebih serius serta untuk mendapatkan penanganan yang tepat berdasarkan tipe nyeri kepalanya," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(FIR)
"Penggunaan obat itu ada jumlah hari yang diminum dengan menggunakan obat tersebut jadi membatasi penggunaan obat tersebut tidak boleh lebih dari 15 hari dalam satu bulan," ungkap dr. Henry pada temu media Bulan Kesadaran Migrain, Kamis, 13 Juni 2024.
Dalam 15 hari, dr. Henry menegaskan bahwa hanya mengonsumsi obat-obatan pereda nyeri ringan, seperti paracetamol dan ibuprofen. Obat yang bersifat kompleks atau campuran batas penggunaannya lebih pendek yakni hanya 10 hari konsumsi.
Baca juga: Selain Paracetamol Cair, Ini Alternatif Obat Demam Alami untuk Anak
Obat pereda nyeri dikatakan memiliki sifat aborsif atau baru digunakan ketika gejala nyeri di kepala muncul. Hal ini berbeda dengan obat demam yang dikonsumsi rutin sesuai jadwal.
Jadi, penggunaannya sebaiknya tidak berlebihan. Ketika sudah melebihi penggunaan 10-15 hari dalam satu bulan, maka nyeri kepalanya akan berubah polanya atau dikatakan memburuk dari sisi kedokteran dalam kurun waktu tiga bulan.
"Namun, jangan sampai penggunaannya ini berlebihan. Biasanya saya pakai dalam waktu satu minggu, ketika dalam satu minggu batasi kurang dari tiga hari atau dua hari," jelasnya.
Salah satu nyeri kepala yang sering menggunakan obat-obatan adalah migrain. Migrain sendiri merupakan sakit kepala yang menyebabkan nyeri berdenyut parah, atau sensasi berdenyut pada satu sisi kepala. Dampak yang dirasakan akan merugikan, sebab dapat menganggu aktivitas sehari-hari.
Global Burden of Disease mencatat jumlah kasus migrain di dunia meningkat 40 persen dari 62,2 juta tahun 1990 menjadi 87,6 juta dari tahun 2019. Indonesia menempati urutan keempat penyumbang kasus baru migrain di dunia, yaitu sebesar 3,5 juta menurut data dari Institute for Health Metrics and Evaluations (IHME) tahun 2019.
Dr. Henry sendiri lebih menyarankan untuk mengikuti anjuran dokter dalam mengonsumsi obat-obatan, meski itu tergolong ringan. Selain itu, untuk mencegah migrain, sebaiknya menerapkan pola hidup sehat.
"Jika mempunyai riwayat sakit kepala, atau jika pola sakit kepala berubah atau sakit kepala terasa berbeda, segera konsultasi dengan dokter, untuk menyingkirkan adanya masalah medis yang lebih serius serta untuk mendapatkan penanganan yang tepat berdasarkan tipe nyeri kepalanya," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIR)