FAMILY
Ketahui Bedanya IVF dan IVM, Prosedur Bayi Tabung untuk Mengatasi Infertilitas
Yuni Yuli Yanti
Senin 27 Januari 2025 / 08:47
Jakarta: Seiring waktu, inovasi dalam mendukung program hamil (promil) terus berkembang dan memberikan harapan baru bagi pasangan yang menghadapi tantangan kesuburan (fertilitas).
Ada beberapa promil yang populer dalam dunia kedokteran, mulai dari inseminasi buatan, bayi tabung, hingga induksi ovulasi. Nah, prosedur bayi tabung menjadi salah satu promil yang paling banyak diminati saat ini.
Perlu diketahui, prosedur tersebut memiliki dua jenis yakni In Vitro Fertilization (IVF) dan terobosannya adalah In Vitro Maturation (IVM).
Meski sama-sama prosedur bayi tabung, namun kedua promil ini memiliki beberapa perbedaan. Kira-kira apa saja? Simak penjelasan Dr. Malvin Emeraldi, SpOG, Subsp.FER(K), salah satu pelopor utama penerapan IVM di Indonesia, berikut ini!
IVM mulai diteliti pada 1930-an oleh Gregory Pincus yang mempelajari pematangan oosit mamalia di luar tubuh, lalu berkembang pesat penerapannya pada manusia sejak akhir 1980-an hingga awal 1990-an.
Kelahiran bayi pertama melalui IVM dilaporkan oleh Cha et al terjadi di Korea Selatan pada 1991. Saat ini, teknologi IVM sudah mulai diaplikasikan oleh Morula IVF Indonesia.
Menurut dr. Malvin, berbeda dengan IVF, IVM tak memerlukan stimulasi hormon ovarium secara intensif. Dibandingkan IVF, risiko efek samping IVM seperti OHSS (Ovarian Hyperstimulation Syndrome) relatif lebih rendah dan ketidaknyamanan pasca-pengambilan oosit juga relatif ringan.
"IVM juga menjadi solusi ideal untuk pasien dengan risiko tinggi OHSS atau respons berlebihan terhadap obat-obatan yang merangsang produksi sel telur di ovarium, seperti wanita dengan sindrom ovarium polikistik (PCOS)," ujar dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Meski begitu, dr. Malvin mengatakan tingkat keberhasilan IVM pun umumnya lebih rendah sekitar (20–35 persen) dibandingkan IVF konvensional (40–50 persen).
"Estimasi harga IVM juga bervariasi di setiap negara dan klinik, tergantung protokol dan obat-obatan yang digunakan. Di beberapa klinik, biayanya bisa lebih rendah dibandingkan IVF karena menggunakan lebih sedikit obat stimulasi," ungkap dr. Melvin.

(Dr. Malvin Emeraldi, SpOG, Subsp.FER(K) telah resmi bergabung dengan Morula IVF Jakarta. Foto: Dok. Istimewa)
Pada IVM, rangsangan hormon ovarium hanya sedikit atau bahkan tidak digunakan sama sekali, sehingga menurunkan risiko sindrom hiperstimulasi ovarium (OHSS).
Sementara, IVF membutuhkan stimulasi hormon yang lebih intensif, sehingga risikonya lebih tinggi, terutama pada pasien dengan PCOS. Dari segi biaya, IVM pun biasanya lebih terjangkau karena minimnya obat hormon yang diperlukan, sedangkan IVF cenderung lebih tinggi biayanya.
"Selain itu, pasien yang menjalani IVM hanya membutuhkan sedikit suntikan hormon dan kunjungan medis, sehingga prosesnya menjadi lebih nyaman," papar dokter kelahiran Medan, 14 Februari 1978.
Secara umum, IVM juga direkomendasikan untuk pasien dengan risiko tinggi OHSS, PCOS, atau mereka yang resistensi terhadap hormon. Sementara itu, IVF lebih cocok untuk berbagai kasus infertilitas dengan ovarium responsif dan memiliki tingkat keberhasilan lebih tinggi, terutama pada wanita di bawah 35 tahun.
"Meskipun begitu, teknologi IVM terus berkembang berkat metode seperti CAPA-IVM, yang dapat meningkatkan keberhasilan pematangan sel telur, kualitas embrio, dan kehamilan klinis. Dengan berbagai inovasi dan teknologi terbaru, IVM menjadi pilihan yang menjanjikan untuk membantu mewujudkan impian memiliki buah hati," pungkas dr. Malvin yang resmi berpraktek di Morula IVF Jakarta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(yyy)
Ada beberapa promil yang populer dalam dunia kedokteran, mulai dari inseminasi buatan, bayi tabung, hingga induksi ovulasi. Nah, prosedur bayi tabung menjadi salah satu promil yang paling banyak diminati saat ini.
Perlu diketahui, prosedur tersebut memiliki dua jenis yakni In Vitro Fertilization (IVF) dan terobosannya adalah In Vitro Maturation (IVM).
Meski sama-sama prosedur bayi tabung, namun kedua promil ini memiliki beberapa perbedaan. Kira-kira apa saja? Simak penjelasan Dr. Malvin Emeraldi, SpOG, Subsp.FER(K), salah satu pelopor utama penerapan IVM di Indonesia, berikut ini!
Mengenal IVM
In Vitro Maturation adalah teknologi reproduksi berbantu yang memungkinkan pematangan sel telur dilakukan di laboratorium, bukan di dalam tubuh. Prosedur ini dilakukan dengan mengambil oosit (sel telur) yang belum matang dari ovarium, kemudian mematangkannya di laboratorium hingga siap untuk dibuahi.IVM mulai diteliti pada 1930-an oleh Gregory Pincus yang mempelajari pematangan oosit mamalia di luar tubuh, lalu berkembang pesat penerapannya pada manusia sejak akhir 1980-an hingga awal 1990-an.
Kelahiran bayi pertama melalui IVM dilaporkan oleh Cha et al terjadi di Korea Selatan pada 1991. Saat ini, teknologi IVM sudah mulai diaplikasikan oleh Morula IVF Indonesia.
Menurut dr. Malvin, berbeda dengan IVF, IVM tak memerlukan stimulasi hormon ovarium secara intensif. Dibandingkan IVF, risiko efek samping IVM seperti OHSS (Ovarian Hyperstimulation Syndrome) relatif lebih rendah dan ketidaknyamanan pasca-pengambilan oosit juga relatif ringan.
"IVM juga menjadi solusi ideal untuk pasien dengan risiko tinggi OHSS atau respons berlebihan terhadap obat-obatan yang merangsang produksi sel telur di ovarium, seperti wanita dengan sindrom ovarium polikistik (PCOS)," ujar dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Meski begitu, dr. Malvin mengatakan tingkat keberhasilan IVM pun umumnya lebih rendah sekitar (20–35 persen) dibandingkan IVF konvensional (40–50 persen).
"Estimasi harga IVM juga bervariasi di setiap negara dan klinik, tergantung protokol dan obat-obatan yang digunakan. Di beberapa klinik, biayanya bisa lebih rendah dibandingkan IVF karena menggunakan lebih sedikit obat stimulasi," ungkap dr. Melvin.

(Dr. Malvin Emeraldi, SpOG, Subsp.FER(K) telah resmi bergabung dengan Morula IVF Jakarta. Foto: Dok. Istimewa)
Perbandingan IVM dan IVF
Menurut dr. Malvin yang telah berpengalaman melakukan pelayanan IVF selama 15 tahun (lebih dari 1000 siklus IVF), prosedur bayi tabung IVF dan IVM memiliki perbedaan penting dalam hal penggunaan hormon, risiko kesehatan, biaya, serta kenyamanan bagi pasien.Pada IVM, rangsangan hormon ovarium hanya sedikit atau bahkan tidak digunakan sama sekali, sehingga menurunkan risiko sindrom hiperstimulasi ovarium (OHSS).
Sementara, IVF membutuhkan stimulasi hormon yang lebih intensif, sehingga risikonya lebih tinggi, terutama pada pasien dengan PCOS. Dari segi biaya, IVM pun biasanya lebih terjangkau karena minimnya obat hormon yang diperlukan, sedangkan IVF cenderung lebih tinggi biayanya.
"Selain itu, pasien yang menjalani IVM hanya membutuhkan sedikit suntikan hormon dan kunjungan medis, sehingga prosesnya menjadi lebih nyaman," papar dokter kelahiran Medan, 14 Februari 1978.
Secara umum, IVM juga direkomendasikan untuk pasien dengan risiko tinggi OHSS, PCOS, atau mereka yang resistensi terhadap hormon. Sementara itu, IVF lebih cocok untuk berbagai kasus infertilitas dengan ovarium responsif dan memiliki tingkat keberhasilan lebih tinggi, terutama pada wanita di bawah 35 tahun.
"Meskipun begitu, teknologi IVM terus berkembang berkat metode seperti CAPA-IVM, yang dapat meningkatkan keberhasilan pematangan sel telur, kualitas embrio, dan kehamilan klinis. Dengan berbagai inovasi dan teknologi terbaru, IVM menjadi pilihan yang menjanjikan untuk membantu mewujudkan impian memiliki buah hati," pungkas dr. Malvin yang resmi berpraktek di Morula IVF Jakarta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(yyy)