FAMILY
Pekan ASI Sedunia, Ini Tradisi Menyusui di Berbagai Negara
A. Firdaus
Sabtu 02 Agustus 2025 / 12:10
Jakarta: Pekan Menyusui Sedunia (Pekan ASI Sedunia) atau World Breastfeeding Week diperingati setiap tahun pada tanggal 1 hingga 7 Agustus. Ini adalah kampanye global untuk meningkatkan kesadaran dan dukungan terhadap menyusui sebagai cara yang kuat dalam menjaga kesehatan ibu dan anak.
Selama sepekan, perhatian dunia diarahkan pada pentingnya menyusui, sekaligus ajakan untuk membangun sistem yang lebih mendukung, baik di rumah, tempat kerja, maupun layanan kesehatan. Kampanye Pekan ASI Sedunia bertujuan agar para ibu bisa menyusui dengan lebih mudah.
Melansir Hello Sehat, kampanye ini dipelopori oleh World Alliance for Breastfeeding Action (WABA) dan didukung oleh World Health Organization (WHO) serta United Nations Children’s Fund (UNICEF).
Baca juga: Nagita Slavina Kenang Perjuangan Menyusui Rafathar dan Rayyanza
Meskipun ilmu kedokteran sangat menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan anak, masih banyak keluarga yang menghadapi tekanan sosial, spiritual, bahkan dari tradisi turun-temurun yang memengaruhi keputusan mereka dalam menyusui.
Di samping itu, budaya yang sudah mengakar di suatu negara juga memengaruhi lebih dari sekadar keputusan ibu untuk menyusui. Kepercayaan turun-temurun ini bisa memengaruhi bagaimana, kapan, dan di mana mereka melakukannya.
Namun, tidak semuanya berupa hambatan. Banyak budaya memiliki kearifan yang justru mendukung praktik menyusui. Dalam rangka memperingati Pekan Menyusui Sedunia, ketahui bagaimana budaya dan tradisi di berbagai wilayah dunia memengaruhi keputusan menyusui para ibu.
Di beberapa wilayah Asia Selatan, ibu yang baru melahirkan biasanya diminta untuk tetap di dalam rumah selama 30–40 hari setelah melahirkan. Gunanya untuk memberikan waktu istirahat dan mempererat ikatan dengan bayi.
Tradisi ini sebenarnya bisa mendukung menyusui, tetapi masih ada anggapan negatif terhadap kolostrum (ASI pertama) di sebagian masyarakat. Beberapa nenek justru menyarankan untuk memberikan susu formula atau minuman herbal sebagai gantinya.
Sebaliknya, di Swedia, menyusui menjadi hal yang dirayakan secara terbuka. Para ibu menyusui bayinya di taman atau kafe tanpa rasa malu. Hal ini mencerminkan budaya yang menerima dan adanya kebijakan publik yang mendukung.
Di wilayah pedesaan Filipina, menyusui hingga anak berusia lebih dari 1 tahun adalah hal yang umum. Komunitas yang erat dan peran generasi tua mendorong para ibu untuk menyusui lebih lama.
Menyusui dianggap sebagai bagian dari pola asuh yang berfokus pada keluarga dan keseimbangan peran antaranggota rumah tangga.
Di kota-kota besar seperti Shanghai dan Seoul, laju urbanisasi dan meningkatnya tingkat ekonomi justru mengurangi praktik menyusui eksklusif.
Penelitian di Tiongkok 2023 menemukan bahwa hanya 28% ibu menyusui secara eksklusif hingga enam bulan, turun dari 43% satu dekade sebelumnya. Penurunan ini lebih disebabkan oleh stigma sosial, pemasaran susu formula, dan kurangnya dukungan di perkotaan, bukan karena minimnya pengetahuan.
Di Indonesia, praktik ASI eksklusif sudah dikenal luas berkat kampanye yang digerakkan oleh bidan dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) di tingkat komunitas.
Para ibu diajarkan untuk menyusui sesuai kebutuhan bayi, bukan berdasarkan jadwal menyusui tertentu. Bahkan, kegiatan menyusui sering dimasukkan ke dalam acara adat atau perayaan keluarga.
Perempuan Maasai di Kenya mendapatkan dukungan dari struktur keluarga multigenerasi. Para ibu bisa menyusui dengan tenang karena urusan rumah tangga dan anak-anak lain diurus oleh para tetua.
Model berbagi peran seperti ini terbukti efektif menjaga keberlangsungan praktik menyusui meski akses layanan kesehatan terbatas.
Terlepas dari tantangan menyusui di masing-masing negara, Pekan ASI Sedunia mengingatkan kepada setiap individu untuk menghargai keberagaman budaya menyusui ini. Pasalnya, di tengah era globalisasi ini, para ibu imigran masih sering menghadapi norma menyusui yang berbeda dan bertentangan dari budaya asalnya.
Seorang ibu asal Nigeria yang tinggal di London, misalnya, mendapat pandangan negatif saat menyusui di tempat umum. Padahal hal itu sangat dihargai di negaranya sendiri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)
Selama sepekan, perhatian dunia diarahkan pada pentingnya menyusui, sekaligus ajakan untuk membangun sistem yang lebih mendukung, baik di rumah, tempat kerja, maupun layanan kesehatan. Kampanye Pekan ASI Sedunia bertujuan agar para ibu bisa menyusui dengan lebih mudah.
Melansir Hello Sehat, kampanye ini dipelopori oleh World Alliance for Breastfeeding Action (WABA) dan didukung oleh World Health Organization (WHO) serta United Nations Children’s Fund (UNICEF).
Baca juga: Nagita Slavina Kenang Perjuangan Menyusui Rafathar dan Rayyanza
Meskipun ilmu kedokteran sangat menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan anak, masih banyak keluarga yang menghadapi tekanan sosial, spiritual, bahkan dari tradisi turun-temurun yang memengaruhi keputusan mereka dalam menyusui.
Di samping itu, budaya yang sudah mengakar di suatu negara juga memengaruhi lebih dari sekadar keputusan ibu untuk menyusui. Kepercayaan turun-temurun ini bisa memengaruhi bagaimana, kapan, dan di mana mereka melakukannya.
Namun, tidak semuanya berupa hambatan. Banyak budaya memiliki kearifan yang justru mendukung praktik menyusui. Dalam rangka memperingati Pekan Menyusui Sedunia, ketahui bagaimana budaya dan tradisi di berbagai wilayah dunia memengaruhi keputusan menyusui para ibu.
Tradisi menyusui di berbagai negara
1. Asia
Di beberapa wilayah Asia Selatan, ibu yang baru melahirkan biasanya diminta untuk tetap di dalam rumah selama 30–40 hari setelah melahirkan. Gunanya untuk memberikan waktu istirahat dan mempererat ikatan dengan bayi.
Tradisi ini sebenarnya bisa mendukung menyusui, tetapi masih ada anggapan negatif terhadap kolostrum (ASI pertama) di sebagian masyarakat. Beberapa nenek justru menyarankan untuk memberikan susu formula atau minuman herbal sebagai gantinya.
2. Swedia
Sebaliknya, di Swedia, menyusui menjadi hal yang dirayakan secara terbuka. Para ibu menyusui bayinya di taman atau kafe tanpa rasa malu. Hal ini mencerminkan budaya yang menerima dan adanya kebijakan publik yang mendukung.
3. Filipina
Di wilayah pedesaan Filipina, menyusui hingga anak berusia lebih dari 1 tahun adalah hal yang umum. Komunitas yang erat dan peran generasi tua mendorong para ibu untuk menyusui lebih lama.
Menyusui dianggap sebagai bagian dari pola asuh yang berfokus pada keluarga dan keseimbangan peran antaranggota rumah tangga.
4. Asia Timur
Di kota-kota besar seperti Shanghai dan Seoul, laju urbanisasi dan meningkatnya tingkat ekonomi justru mengurangi praktik menyusui eksklusif.
Penelitian di Tiongkok 2023 menemukan bahwa hanya 28% ibu menyusui secara eksklusif hingga enam bulan, turun dari 43% satu dekade sebelumnya. Penurunan ini lebih disebabkan oleh stigma sosial, pemasaran susu formula, dan kurangnya dukungan di perkotaan, bukan karena minimnya pengetahuan.
5. Indonesia
Di Indonesia, praktik ASI eksklusif sudah dikenal luas berkat kampanye yang digerakkan oleh bidan dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) di tingkat komunitas.
Para ibu diajarkan untuk menyusui sesuai kebutuhan bayi, bukan berdasarkan jadwal menyusui tertentu. Bahkan, kegiatan menyusui sering dimasukkan ke dalam acara adat atau perayaan keluarga.
6. Kenya
Perempuan Maasai di Kenya mendapatkan dukungan dari struktur keluarga multigenerasi. Para ibu bisa menyusui dengan tenang karena urusan rumah tangga dan anak-anak lain diurus oleh para tetua.
Model berbagi peran seperti ini terbukti efektif menjaga keberlangsungan praktik menyusui meski akses layanan kesehatan terbatas.
Terlepas dari tantangan menyusui di masing-masing negara, Pekan ASI Sedunia mengingatkan kepada setiap individu untuk menghargai keberagaman budaya menyusui ini. Pasalnya, di tengah era globalisasi ini, para ibu imigran masih sering menghadapi norma menyusui yang berbeda dan bertentangan dari budaya asalnya.
Seorang ibu asal Nigeria yang tinggal di London, misalnya, mendapat pandangan negatif saat menyusui di tempat umum. Padahal hal itu sangat dihargai di negaranya sendiri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)