FAMILY
Ini Bahayanya jika Para Orang Tua Menyepelekan Parental Burnout
Raka Lestari
Rabu 02 Februari 2022 / 13:32
Jakarta: Banyak orang yang mungkin belum mengetahui perbedaan antara burnout dan stres. Padahal sebenarnya keduanya memiliki hal yang berbeda.
Stres yang negatif atau dikenal dengan distress akan membuat produktivitas seseorang menurun. Ketika tidak ada intervensi dan penyelesaiannya, maka distress akan berkembang menjadi burnout.
Jadi, bisa disimpulkan burnout merupakan tumpukan stres yang negatif dan tidak ditangani dengan tepat. Banyak orang yang bisa mengalami burnout, termasuk juga orang tua. Kondisi ini dikenal dengan istilah parental burnout.
Psikolog Tatik Imadatus Sa’adati, S.Psi, M.Psi., menjelaskan bahwa burnout yang dialami orang tua tidak boleh diabaikan karena dapat berkembang menjadi bermacam-macam gangguan, di antaranya psikosomatik, depresi, gangguan kepribadian, hingga keinginan untuk menyakiti diri sendiri atau orang lain.
"Misalnya, ketika ibu overthinking terus menerus karena ingin menjadi ibu yang baik dan segalanya berjalan sempurna, bisa jadi ia akan menyalahkan diri sendiri," ujar psikolog yang akrab disapa Ima ini.
Bentuk yang paling ekstrem dari menyalahkan diri sendiri adalah melakukan self-harm atau menyakiti diri sendiri. Bahkan, bisa berkembang menjadi keinginan untuk menyakiti bayinya, sebab meraka merasa itulah yang menjadi sumber kelelahannya, lalu berujung pada menghilangkan nyawa sendiri atau nyawa sang bayi.
Satu hal yang perlu diingat, pria dan wanita berbeda. Jadi, cara penanganan stres dan burnout-nya pun tidak sama. Secara umum, ketika ada masalah, wanita cenderung mengungkapkannya agar tidak stres.
"Karena memang wanita dianugerahi kemampuan berbicara atau berbahasa 16.000-21.000 kata per hari. Untuk itu, para ibu silakan ngobrol dengan siapa saja, orang yang dipercaya tentunya, kalau sedang ada masalah," ujar Ima.
Sedangkan bagi pria, secara umum kalau sedang ada masalah justru butuh waktu untuk sendiri. Jadi, selama suami tidak bercerita, sebaiknya istri tidak perlu menarik-nariknya untuk curhat karena malah akan memunculkan emosi.
Saat sedang merenung, tandanya suami sedang berpikir. Cukup ambilkan teh hangat atau kopi, lalu temani.
"Bila suami sudah lebih tenang, mintalah izin untuk memberikan pendapat, seperti, 'Aku boleh kasih pendapat enggak, Mas?' Bila ia membuka diri dan bertanya, barulah berikan pendapat," tutup Ima.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)
Stres yang negatif atau dikenal dengan distress akan membuat produktivitas seseorang menurun. Ketika tidak ada intervensi dan penyelesaiannya, maka distress akan berkembang menjadi burnout.
Jadi, bisa disimpulkan burnout merupakan tumpukan stres yang negatif dan tidak ditangani dengan tepat. Banyak orang yang bisa mengalami burnout, termasuk juga orang tua. Kondisi ini dikenal dengan istilah parental burnout.
Psikolog Tatik Imadatus Sa’adati, S.Psi, M.Psi., menjelaskan bahwa burnout yang dialami orang tua tidak boleh diabaikan karena dapat berkembang menjadi bermacam-macam gangguan, di antaranya psikosomatik, depresi, gangguan kepribadian, hingga keinginan untuk menyakiti diri sendiri atau orang lain.
"Misalnya, ketika ibu overthinking terus menerus karena ingin menjadi ibu yang baik dan segalanya berjalan sempurna, bisa jadi ia akan menyalahkan diri sendiri," ujar psikolog yang akrab disapa Ima ini.
Bentuk yang paling ekstrem dari menyalahkan diri sendiri adalah melakukan self-harm atau menyakiti diri sendiri. Bahkan, bisa berkembang menjadi keinginan untuk menyakiti bayinya, sebab meraka merasa itulah yang menjadi sumber kelelahannya, lalu berujung pada menghilangkan nyawa sendiri atau nyawa sang bayi.
Pria dan wanita berbeda
Satu hal yang perlu diingat, pria dan wanita berbeda. Jadi, cara penanganan stres dan burnout-nya pun tidak sama. Secara umum, ketika ada masalah, wanita cenderung mengungkapkannya agar tidak stres.
"Karena memang wanita dianugerahi kemampuan berbicara atau berbahasa 16.000-21.000 kata per hari. Untuk itu, para ibu silakan ngobrol dengan siapa saja, orang yang dipercaya tentunya, kalau sedang ada masalah," ujar Ima.
Sedangkan bagi pria, secara umum kalau sedang ada masalah justru butuh waktu untuk sendiri. Jadi, selama suami tidak bercerita, sebaiknya istri tidak perlu menarik-nariknya untuk curhat karena malah akan memunculkan emosi.
Saat sedang merenung, tandanya suami sedang berpikir. Cukup ambilkan teh hangat atau kopi, lalu temani.
"Bila suami sudah lebih tenang, mintalah izin untuk memberikan pendapat, seperti, 'Aku boleh kasih pendapat enggak, Mas?' Bila ia membuka diri dan bertanya, barulah berikan pendapat," tutup Ima.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)