FAMILY

Bahaya Pernikahan Dini

Yatin Suleha
Rabu 13 Oktober 2021 / 15:25
Jakarta: Pernikahan anak atau pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan di bawah usia 18 tahun. Banyak literatur dan pakar yang menyebutkan bahwa melakukan hal ini tidak menyehatkan baik untuk fisik dan psikis.

Dalam keterangan tertulis Jumat, 12 Februari 2021 silam, Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mengatakan, "Saya prihatin bila masih saja ada kelompok masyarakat yang mengajak untuk melaksanakan pernikahan usia dini. Selain melanggar hukum, pernikahan usia dini juga berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan pada pengantin perempuan."

Isu pernikahan anak atau pernikahan dini ini mencuat kembali lantaran adanya pernikahan seorang siswi di Maluku yang dinikahkan oleh ayahnya. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) perkawinan di bawah usia 18 tahun adalah pernikahan tidak wajar karena usia belum matang, organ intim dan reproduksi sedang berkembang serta mental yang masih belum stabil.

Dinukil via Hellosehat, dr. Tania Savitri memperingatkan ada bahaya kesehatan dalam hal tersebut. Ia mengatakan bahwa umumnya, ada empat kondisi kehamilan yang sering muncul akibat pernikahan dini, yaitu tekanan darah tinggi, anemia, bayi lahir prematur dan berat badan lahir rendah (BBLR).


pernikahan dini
(Dr. Jimmi MP Aritonang, Sp.KJ mengatakan ada efek psikologis yang ditimbulkan dari pernikahan anak atau pernikahan dini. Foto: Ilustrasi/Pexels.com)
 

Sisi psikologis dari pernikahan dini


Dokter Spesialis Jiwa OMNI Hospitals Pulomas Jakarta dr. Jimmi MP Aritonang, Sp.KJ pun menuturkan hal senada beberapa waktu lalu tentang efek psikologis dari pernikahan dini. 

Menurutnya, “Secara psikologi, perkawinan usia anak bisa menyebabkan trauma dan krisis percaya diri, emosi tidak berkembang dengan matang. Kepribadiannya cenderung tertutup, mudah marah, putus asa, dan mengasihani diri sendiri."

"Hal ini karena si anak belum siap untuk menjadi istri, pasangan seksual, dan menjadi ibu atau orang tua,” tukas dr. Jimmi lagi. 

Tambahan pula, perkawinan anak juga menyebabkan gangguan kognitif, seperti tidak berani mengambil keputusan, kesulitan memecahkan masalah, dan terganggunya memori.
 
“Dominasi pasangan rentan menyebabkan terjadinya ketidakadilan, kekerasan rumah tangga serta terjadi perceraian. Di sisi lain, tuntutan bersosialisasi dalam masyarakat atau menghadapi pandangan masyarakat akan membuat si anak merasa tertekan dan cenderung menutup diri dari aktivitas sosial," paparnya.
 
"Hal ini dapat menyebabkan produktivitas menurun dan sedikit peluang untuk melanjutkan pendidikan,” ujar dr. Jimmi.


pernikahan dini
(Selain sisi psikologis, ada pula risiko stunting dari bayi yang dilahirkan ibu di bawah usia 20 tahun. Foto: Ilustrasi/Pexels.com)
 

Pernikahan dini perbesar risiko stunting


Pada September lalu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati pun mengatakan perkawinan anak dapat memperbesar risiko stunting

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2020, bayi yang dilahirkan ibu dengan usia di bawah 20 tahun rentan terhadap masalah fertilitas.
 
"Bayi yang dilahirkan dari ibu berusia di bawah 20 tahun memiliki risiko lebih besar dalam melahirkan bayi prematur, berat badan lahir rendah, dan komplikasi kehamilan yang memperbesar risiko stunting," ungkap Bintang dalam Rakor bersama BKKBN, Kamis, 16 September 2021 lalu.

"Edukasi mengenai perkawinan anak dan kehamilan usia dini harus bisa terus digalang hingga ke tingkat akar rumput," kata Bintang. Ia menegaskan bahwa terbebas dari stunting merupakan hak dasar anak sekaligus hak asasi manusia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(TIN)

MOST SEARCH