FAMILY

Remaja, Ini Mindset dan Mentalitas yang Diperlukan saat Memasuki Usia 20an

Yuni Yuli Yanti
Selasa 01 November 2022 / 07:00
Jakarta: Menurut riset Maybelline New York bersama JAKPAT^, menunjukkan 6 dari 10 gen-Z berusia 18-25 tahun di Indonesia pernah mengalami gejala isu kesehatan mental. Namun, hanya 15 persen yang memilih pergi ke psikolog untuk membantu menanganinya. Dari hasil riset itu, sebagian hal yang membuat Gen-Z merasa cemas dan resah adalah ketakutan akan ketidakpastian di masa depan (60 persen) dan isu masalah pendewasaan (43 persen).

Karina Negara, Psikolog Klinis & Co-Founder KALM menjelaskan bahwa memasuki usia 20an adalah fase peralihan seseorang dari remaja menuju dewasa, dengan segudang ekspektasi yang ada di benak mereka. Tidak bisa dipungkiri pengaruh media sosial sangat besar terutama bagi para Gen-Z, di mana kebanyakan mereka terpapar pada konten-konten yang ‘ideal’ walaupun terkadang tidak mencerminkan realitanya secara utuh. 

"Untuk mendukung kesiapan dan kesehatan mental mereka yang sedang bertransisi, sungguh penting bagi Gen-Z untuk memperoleh pendampingan dan panutan yang bisa menyeimbangkan ekspektasi dan realita bahwa hidup tidak selamanya manis sebagaimana di media sosial," tutur Karina dalam acara Maybelline Brave Together, Jumat (28/10), di Selasar Balai Purnomo, Universitas Indonesia.


(Ki-ka, Karina Negara, Carla Mangindaan selaku Maybelline Brand General Manager, dan Mima Shafa dalam acara Maybelline Brave Together. Foto: Dok. Istimewa)


Dalam proses pendewasaan, Karina mengatakan diperlukan mindset dan mentalitas “BRAVE” untuk merawat kesehatan mental yang dibutuhkan agar mampu menjadi manusia dewasa yang berfungsi optimal, seperti:
 

1. B - Bangun kebiasaan positif

Memiliki kebiasaan positif dapat dimulai dari sesuatu yang kecil seperti bangun pagi dan olahraga teratur. Kamu akan merasa lebih produktif dan memiliki waktu lebih banyak untuk merencanakan harimu. Dengan memiliki kebiasaan positif yang konsisten, emosi akan menjadi lebih terjaga dikarenakan hati lebih tenang berkat perencanaan yang lebih matang.

 

2. R - Rencanakan waktu istirahat

Sejumlah besar penelitian menunjukkan bahwa kurang tidur memiliki efek negatif yang signifikan pada kondisi mental. Merencanakan waktu untuk istirahat atau tidur pada waktu yang teratur setiap hari akan membantu untuk membawa stabilitas pada kondisi mental seorang individu.
 

3. A - Afirmasi diri

Penelitian menunjukkan bahwa cara seseorang berpikir tentang diri sendiri dapat memiliki efek yang kuat pada stabilitas mental seseorang. Ketika seseorang memandang dirinya dan hidupnya secara negatif, maka mereka juga merasakan efek negatifnya. Sebaliknya, jika membiasakan diri menggunakan kata-kata yang membuat lebih positif, maka hal ini membuat seseorang lebih optimis.
 

4. V - Validasi emosi

Validasi adalah kemampuan mengakui dan menerima berbagai emosi yang dirasakan. Agar mampu memvalidasi emosi diri, diperlukan latihan dan refleksi diri secara rutin. Merefleksikan diri berarti evaluasi dan proyeksi diri di masa mendatang. Dalam validasi diri, refleksi yang akurat dan jujur dapat membantu proses penerimaan diri, namun bila dirasa masih sulit berefleksi, kamu bisa dibantu oleh professional melalui konseling supaya semakin akurat.
 

5. E - Ekspresikan kebaikan

Ketika kita berbuat baik, hal tersebut bukan hanya berdampak baik ke orang yang kita bantu, tetapi juga berdampak positif untuk diri kita sendiri. Penelitian menunjukkan ketika membantu orang lain, kita bisa membentuk self-esteem yang lebih sehat karena kita menemukan makna dan menumbuhkan manfaat hidup kita sendiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(yyy)

MOST SEARCH