COMMUNITY
Bukan Sekadar Boneka Raksasa, Ondel-ondel Sempat Berfungsi Sebagai Penolak Bala
Mia Vale
Rabu 22 Juni 2022 / 15:46
Jakarta: Boleh dibilang, ikon Jakarta selain Monas adalah Ondel-ondel. Ya, sepasang boneka berukuran besar ini merupakan pertunjukkan Betawi yang sering ditampilkan dalam pesta-pesta rakyat. Namun siapa sangka kalau ternyata boneka 'raksasa' ini memerankan leluhur atau nenek moyang yang kerap menjaga anak cucunya atau penduduk suatu desa.
Melansir dari laman Wikipedia, kata ondel-ondel sendiri menjadi lebih populer ketika Benyamin Sueb membawakan lagu "Ondel-ondel" pada tahun 1971 dalam irama gambang kromong yang digubah oleh Djoko Subagyo.
Musik yang mengiringi ondel-ondel biasanya menggunakan irama gambang kromong. Tapi, ada juga yang diiringi tanjidor.
Pada penampilannya, ondel-ondel mengenakan pakaian adat Betawi dengan warna mencolok. Tubuh bagian depannya diberi rongga kecil sebagai celah bagi pemain untuk melihat keluar. Dengan demikian ondel-ondel tak kehilangan arah dan mampu bergoyang sesuai irama dan melakukan gerakan memutar tubuh dengan cepat (ngibing).

(Ondel-ondel diarak dalam rangka selametan pembukaan sayap baru Hotel des Indes pada tahun 1923. Foto: Dok. Wikipedia)
Bagian wajah berupa topeng atau kedok, dengan rambut kepala dibuat dari ijuk. Wajah ondel-ondel laki-laki biasanya dicat dengan warna merah, sedangkan yang perempuan warna putih.
Bentuk pertunjukan ini banyak persamaannya dengan yang ada di beberapa daerah lain. Umumnya bentuk ondel-ondel laki-laki, lebih seram dengan mata melotot dan adanya gigi taring. Awalnya ia juga dikenal dengan sebutan "barongan".
Kedua boneka berukuran dua meter lebih ini mulanya digunakan sebagai penolak bala dan penjaga kampung. Biasanya dia diarak saat ada pagebluk (wabah) yang melanda kampung, selametan, hajatan besar (Cap Go Meh, misalnya) atau sedekah bumi setelah panen raya.
Nah, karena fungsinya sebagai penolak bala, pembuatan ondel-ondel biasanya melalui proses ritual tertentu. Sebelum proses pembuatan, pengrajin menyediakan aneka sesaji berupa kemenyan, kembang tujuh rupa dan bubur sumsum. Tujuannya agar pembuatan ondel-ondel berjalan lancar dan roh yang bersemayam di boneka adalah roh baik.
“Pembuatan ondel-ondel dengan menerapkan ritual seperti itu masih berlangsung hingga 1980-an. Namun setelah masa itu, proses ritual tersebut mulai ditinggalkan sejalan dengan bergesernya fungsi ondel-ondel,” catat Kemdikbud.
Dewasa ini ondel-ondel biasanya digunakan untuk menambah semarak pesta-pesta rakyat, atau diarak untuk mengamen. Betapapun derasnya arus modernisasi, ondel-ondel masih bertahan dan menjadi penghias wajah kota metropolitan Jakarta.
*Dalam rangka Hari Ulang Tahun ke-495 Jakarta, Medcom.id menyajikan liputan khusus tentang rekomendasi kuliner otentik yang berada di Jakarta. Penasaran? Yuk Cek selengkapnya di sini: Site.medcom.id/celebreat
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(TIN)
Melansir dari laman Wikipedia, kata ondel-ondel sendiri menjadi lebih populer ketika Benyamin Sueb membawakan lagu "Ondel-ondel" pada tahun 1971 dalam irama gambang kromong yang digubah oleh Djoko Subagyo.
Musik yang mengiringi ondel-ondel biasanya menggunakan irama gambang kromong. Tapi, ada juga yang diiringi tanjidor.
Pada penampilannya, ondel-ondel mengenakan pakaian adat Betawi dengan warna mencolok. Tubuh bagian depannya diberi rongga kecil sebagai celah bagi pemain untuk melihat keluar. Dengan demikian ondel-ondel tak kehilangan arah dan mampu bergoyang sesuai irama dan melakukan gerakan memutar tubuh dengan cepat (ngibing).

(Ondel-ondel diarak dalam rangka selametan pembukaan sayap baru Hotel des Indes pada tahun 1923. Foto: Dok. Wikipedia)
Bagian wajah berupa topeng atau kedok, dengan rambut kepala dibuat dari ijuk. Wajah ondel-ondel laki-laki biasanya dicat dengan warna merah, sedangkan yang perempuan warna putih.
Bentuk pertunjukan ini banyak persamaannya dengan yang ada di beberapa daerah lain. Umumnya bentuk ondel-ondel laki-laki, lebih seram dengan mata melotot dan adanya gigi taring. Awalnya ia juga dikenal dengan sebutan "barongan".
Kedua boneka berukuran dua meter lebih ini mulanya digunakan sebagai penolak bala dan penjaga kampung. Biasanya dia diarak saat ada pagebluk (wabah) yang melanda kampung, selametan, hajatan besar (Cap Go Meh, misalnya) atau sedekah bumi setelah panen raya.
Nah, karena fungsinya sebagai penolak bala, pembuatan ondel-ondel biasanya melalui proses ritual tertentu. Sebelum proses pembuatan, pengrajin menyediakan aneka sesaji berupa kemenyan, kembang tujuh rupa dan bubur sumsum. Tujuannya agar pembuatan ondel-ondel berjalan lancar dan roh yang bersemayam di boneka adalah roh baik.
“Pembuatan ondel-ondel dengan menerapkan ritual seperti itu masih berlangsung hingga 1980-an. Namun setelah masa itu, proses ritual tersebut mulai ditinggalkan sejalan dengan bergesernya fungsi ondel-ondel,” catat Kemdikbud.
Dewasa ini ondel-ondel biasanya digunakan untuk menambah semarak pesta-pesta rakyat, atau diarak untuk mengamen. Betapapun derasnya arus modernisasi, ondel-ondel masih bertahan dan menjadi penghias wajah kota metropolitan Jakarta.
*Dalam rangka Hari Ulang Tahun ke-495 Jakarta, Medcom.id menyajikan liputan khusus tentang rekomendasi kuliner otentik yang berada di Jakarta. Penasaran? Yuk Cek selengkapnya di sini: Site.medcom.id/celebreat
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TIN)